24 February 2025

Ratu Kencana Wungu, Pemimpin Perempuan Majapahit Sepanjang sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit, terdapat dua pemimpin perempuan. Salah satunya adalah Tribhuwana Tunggadewi (1328-1350), putri dari Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit. Selain Tribhuwana Tunggadewi, terdapat satu perempuan yang kembali menempati posisi ratu, yaitu Dyah Suhita atau Ratu Kencana Wungu. Ratu Kencana Wungu pun menjadi pemimpin perempuan terakhir di Kerajaan Majapahit. Dyah Suhita atau Kencana Wungu merupakan putri dari pasangan Wikramawardhana dan Bhre Daha II (putri Bhre Wirabhumi), Wikramawardhana adalah raja ke lima Majapahit (1389-1429). Dyah Suhita menikah dengan Aji Ratnapangkaja. Jauh sebelum Kencana menjadi ratu Majapahit, di Majapahit terjadi perang paregreg. Usai meninggalnya Hayam Wuruk, kondisi Majapahit tidak baik-baik saja. Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi berebut kekuasaan. Baik Wikramawardhana maupun Bhre Wirabhumi masing-masing merasa lebih pantas melanjutkan kepemimpinan Raja Hayam Wuruk. Perselisihan itu meruncing hingga terjadi Perang Paregreg dengan tokoh utamanya Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi. Perang dimenangkan oleh Wikramawardhana, menantu Hayam Wuruk. Setelah Bhre Wirabhumi kalah dalam Perang Paregreg dan terbunuh, Wikramawardhana memimpin Majapahit hingga 1429. Sepeninggal Wikramawardhana, terjadi kebingungan siapa yang berhak memimpin Kerajaan Majapahit. Dalam Kitab Pararaton, disebutkan bahwa Wikramawardhana sempat menunjuk anaknya dari Kusumawardhani, yakni Rajakusuma atau Hyang Wekasing Putra, sebagai penerusnya. Namun, Hyang Wekasing Putra mati muda. Begitu pula dengan putra Wikramawardhana dari selirnya, Bhre Tumapel, yang juga meninggal. Keturunan Wikramawardhana hanya tersisa Dyah Suhita dan Bhre Kertawijaya, yang sama-sama dari selir. Akhirnya, Dyah Suhita ditunjuk sebagai pemimpin Majapahit karena lebih tua dari Bhre Kertawijaya. Dyah Suhita dilantik menjadi Ratu Majapahit pada 1429 ketika usianya baru 20 tahun. Dyah Suhita atau Ratu Kencana Wungu menjadi pemimpin Majapahit keenam yang memerintah dari 1429 hingga 1447 bersama suaminya, Aji Ratnapangkaja, yang bergelar Bhatara Parameswara. Aji Ratnapangkaja adalah salah satu pimpinan militer yang turut berperan dalam Perang Paregreg (1404-1406) melawan Bhre Wirabhumi dari Blambangan. Menurut Pararaton, Ibu Aji Ratnapangkaja bernama Surawardhani alias Bhre Kahuripan, adik Wikramawardhana. Ayahnya bernama Raden Sumirat yang menjadi Bhre Pandansalas, bergelar Ranamanggala. Selama memimpin Kerajaan Majapahit, Dyah Suhita kembali menghidupkan kearifan lokal yang terabaikan karena polemik politik. Dyah Suhita juga mendirikan bangunan pemujaan di berbagai lereng gunung sebagai punden berundak, seperti di Gunung Penanggungan, Gunung Lawu, dan lain sebagainya. Pada tahun 1433 Suhita menghukum mati Raden Gajah alias Bhra Narapati penguasa Djinggan karena Raden Gajah telah membunuh Bhre Wirabhumi, kakek Suhita. Pada tahun 1437, suami Dyah Suhita, Bhatara Parameswara Ratnapangkaja meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 1447 Suhita meninggal dunia. Pasangan suami istri itu dicandikan bersama di Singhajaya. Sepeninggal Dyah Suhita, Kerajaan Majapahit dipimpin oleh adiknya, Bhre Kertawijaya. Hal itu karena Dyah Suhita dan Aji Ratnapangkaja tidak dikaruniai anak. Nama Suhita juga muncul dalam kronik Tiongkok dari Kuil Sam Po Kong sebagai Su-king-ta, yaitu raja Majapahit yang mengangkat Gan Eng Cu sebagai pemimpin masyarakat Tionghoa di Tuban dengan pangkat A-lu-ya. Tokoh Gan Eng Cu ini identik dengan Arya Teja, kakek Sunan Kalijaga. * Abror Subhi, Dikutip Dan Disusun Kembali Dari Berbagai Sumber facebook.com/100001856336410/posts/28636364322675397/

 Ratu Kencana Wungu, Pemimpin Perempuan Majapahit

Sepanjang sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit, terdapat dua pemimpin perempuan. Salah satunya adalah Tribhuwana Tunggadewi (1328-1350), putri dari Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit.



Selain Tribhuwana Tunggadewi, terdapat satu perempuan yang kembali menempati posisi ratu, yaitu Dyah Suhita atau Ratu Kencana Wungu. Ratu Kencana Wungu pun menjadi pemimpin perempuan terakhir di Kerajaan Majapahit.

Dyah Suhita atau Kencana Wungu merupakan putri dari pasangan Wikramawardhana dan Bhre Daha II (putri Bhre Wirabhumi), Wikramawardhana adalah raja ke lima Majapahit (1389-1429). Dyah Suhita menikah dengan Aji Ratnapangkaja.

Jauh sebelum Kencana menjadi ratu Majapahit, di Majapahit terjadi perang paregreg. Usai meninggalnya Hayam Wuruk, kondisi Majapahit tidak baik-baik saja. Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi berebut kekuasaan. Baik Wikramawardhana maupun Bhre Wirabhumi masing-masing merasa lebih pantas melanjutkan kepemimpinan Raja Hayam Wuruk. Perselisihan itu meruncing hingga terjadi Perang Paregreg dengan tokoh utamanya Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi. Perang dimenangkan oleh Wikramawardhana, menantu Hayam Wuruk. Setelah Bhre Wirabhumi kalah dalam Perang Paregreg dan terbunuh, Wikramawardhana memimpin Majapahit hingga 1429.


Sepeninggal Wikramawardhana, terjadi kebingungan siapa yang berhak memimpin Kerajaan Majapahit.

Dalam Kitab Pararaton, disebutkan bahwa Wikramawardhana sempat menunjuk anaknya dari Kusumawardhani, yakni Rajakusuma atau Hyang Wekasing Putra, sebagai penerusnya. Namun, Hyang Wekasing Putra mati muda. Begitu pula dengan putra Wikramawardhana dari selirnya, Bhre Tumapel, yang juga meninggal.

Keturunan Wikramawardhana hanya tersisa Dyah Suhita dan Bhre Kertawijaya, yang sama-sama dari selir. Akhirnya, Dyah Suhita ditunjuk sebagai pemimpin Majapahit karena lebih tua dari Bhre Kertawijaya.

Dyah Suhita dilantik menjadi Ratu Majapahit pada 1429 ketika usianya baru 20 tahun.

Dyah Suhita atau Ratu Kencana Wungu menjadi pemimpin Majapahit keenam yang memerintah dari 1429 hingga 1447 bersama suaminya, Aji Ratnapangkaja, yang bergelar Bhatara Parameswara. Aji Ratnapangkaja adalah salah satu pimpinan militer yang turut berperan dalam Perang Paregreg (1404-1406) melawan Bhre Wirabhumi dari Blambangan.

Menurut Pararaton, Ibu Aji Ratnapangkaja bernama Surawardhani alias Bhre Kahuripan, adik Wikramawardhana. Ayahnya bernama Raden Sumirat yang menjadi Bhre Pandansalas, bergelar Ranamanggala.


Selama memimpin Kerajaan Majapahit, Dyah Suhita kembali menghidupkan kearifan lokal yang terabaikan karena polemik politik. Dyah Suhita juga mendirikan bangunan pemujaan di berbagai lereng gunung sebagai punden berundak, seperti di Gunung Penanggungan, Gunung Lawu, dan lain sebagainya.

Pada tahun 1433 Suhita menghukum mati Raden Gajah alias Bhra Narapati penguasa Djinggan karena Raden Gajah telah membunuh Bhre Wirabhumi, kakek Suhita.

Pada tahun 1437, suami Dyah Suhita, Bhatara Parameswara Ratnapangkaja meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 1447 Suhita meninggal dunia. Pasangan suami istri itu dicandikan bersama di Singhajaya.

Sepeninggal Dyah Suhita, Kerajaan Majapahit dipimpin oleh adiknya, Bhre Kertawijaya. Hal itu karena Dyah Suhita dan Aji Ratnapangkaja tidak dikaruniai anak.


Nama Suhita juga muncul dalam kronik Tiongkok dari Kuil Sam Po Kong sebagai Su-king-ta, yaitu raja Majapahit yang mengangkat Gan Eng Cu sebagai pemimpin masyarakat Tionghoa di Tuban dengan pangkat A-lu-ya. Tokoh Gan Eng Cu ini identik dengan Arya Teja, kakek Sunan Kalijaga.

* Abror Subhi,  Dikutip Dan Disusun Kembali Dari Berbagai Sumber

facebook.com/100001856336410/posts/28636364322675397/

No comments:

Post a Comment