Potret Bung Karno dan Bu Fat sungkem di kaki Ida Ayu Nyoman Rai ini diambil fotografer Life John Florea di Blitar 19 Des 1945.
Potret kiri itu rusak, negatifnya mungkin berjamur dsb. Bukan sengaja diedit. @mere_cetphoto
.... berani menjalani kehidupan, adalah sebuah konsekuensi untuk ikut membangun sebuah peradaban yang lebih bertanggung jawab ...
Potret Bung Karno dan Bu Fat sungkem di kaki Ida Ayu Nyoman Rai ini diambil fotografer Life John Florea di Blitar 19 Des 1945.
Potret kiri itu rusak, negatifnya mungkin berjamur dsb. Bukan sengaja diedit. @mere_cetphoto
Orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor
Hoesein Djajadiningrat adalah orang Indonesia pertama yang meraih gelar doktor. Ia lahir pada 8 Desember 1886 di Kramat Watu, Serang, Banten.
Riwayat pendidikan:
Lulus dari Hoogere Burgerschool (HBS)
Melanjutkan pendidikan ke Leiden University, Belanda
Memperoleh gelar doktor pada 3 Mei 1913
Karya tulis:
Disertasi berjudul Critische Beschouwing van de Sadjarah Banten yang membahas pandangan kritis terhadap sejarah Banten
Pencapaian:
Salah satu pelopor tradisi keilmuan di Indonesia
Pribumi Indonesia pertama yang menjadi guru besar
Ahli keislaman yang terkenal pada masa hidupnya
Bapak metodologi penelitian sejarah Indonesia
Kiprah:
Mengajar Recht Hoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Batavia
Mengajar di Fakultas Sastra Universitas Indonesia (FSUI)
Membuka mata kuliah Islamologi di Fakultas Ilmu Budaya UI
CC : @Sejarah Cirebon
Anggota Laskar pasukan milisi rakyat pada masa perjuangan kemerdekaan Indonesia, berpose sambil menunggu kereta di peron, kemungkinan di Batavia, sekitar 1947. (1)
Fotografer: Cas Oorthuys
PERANG TONDANO II
Perang Tondano di Minahasa vs Belanda (1808-1809) terjadi karena para pemimpin Minahasa menolak monopoli beras Belanda, serta menolak perekrutan pemuda² Minahasa untuk diterjunkan dalam.perang² Belanda di Jawa & Sumatera.
Para Waraney (prajurit Munahasa) bahkan kaum wanita melakukan perlawanan luar biasa hingga titik darah penghabisan. Benteng Moraya dan danau Tondano berubah jadi warna merah darah. Belanda mendatangkan pasukan bantuan dari kesultanan Ternate (dikenal dengan pasukan perahu/kora2) dan kerajaan lainnya sekitar Minahasa.
Di bundel Ternate nomor 1160 September 1909 tertulis bahwa
para pemimpin Minahasa yang adalah penyusun strategi dalam.perang tersebut diantaranya: Tewu, Matulandi, Sarapung, Korengkeng (Tondano), Mamahit (Remboken) & Lontoh (Kamasi Tomohon).
Meski perjuangan & kematian para Waraney ini begitu mengenaskan karena Belanda menggunakan taktik tipu daya dengan menyandera wanita dan anak anak, hingga sebagian Waraney rela menukarkan diri mereka untuk dibunuh demi menyelamatkan para sandera......., tapi kami orang Minahasa tak pernah menganggap bahwa orang Ternate dan yang lainnya adalah pengkhianat, karena 2 hal:
1. Saat itu NKRI blm tercipta
2. Sesama kami orang Minahasa juga sebelumnya saling berperang seperti negara² kota di Yunani.. masa sebelum kami menyebut diri kami sebagai Minahasa (Mina Esa) yg artinya: MENJADI SATU.
Foto 1 : Suasana dalam benteng Moraya setelah dikuasai Belanda.
Dua tentara pejuang kemerdekaan Indonesia yang tertangkap militer Belanda di daerah Pacet Mojokerto dekat Kota Batu. Ca. Agustus 1947.
Noted: Kedua tahanan diikat menggunakan simpul.
Nationaal Archief
Dua tentara pejuang kemerdekaan Indonesia yang tertangkap militer Belanda di daerah Pacet Mojokerto dekat Kota Batu. Ca. Agustus 1947.
Noted: Kedua tahanan diikat menggunakan simpul.
Nationaal Archief
#sejarah #tempodulu
Sebuah tank Sherman milik Belanda mengalami kerusakan di Surabaya, 1946
Royal Netherlands Navy
#sejarah #tempodulu
KECELAKAAN "ADU BANTENG" ERA SCS
Salah satu kecelakaan kereta api paling disorot di jalur milik perusahaan trem SCS terjadi pada tgl 11 Mei 1921. Dari keterangan foto ini berasal, ditulis jika lokasinya ada di Djerakah. Namun berdasarkan dari laporan SCS, secara spesifik peristiwa ini terjadi dekat Stopplaats Karangbalong, sebuah perhentian trem antara St. Semarang West / Poncol dan Halte Djerakah.
Kecelakaan ini melibatkan kereta barang yang dihela traksi ganda lokomotif, SCS seri 101 (kini; B5021) dan 117 (B5217) dari Semarang yang "beradu banteng" dengan kereta rangkaian campuran dari arah berlawanan dengan lokomotif no. 23 (kelas B20).
Tercatat 3 penumpang pribumi tewas, 17 penumpang pribumi lainnya luka-luka, dan 3 pegawai KA mengalami cedera. Serta dampak kerusakan materiil yang cukup besar
Kepala St. Semarang Poncol bernama De Lang menjadi tersangka tunggal atas perkara pilu tsb. Saat proses peradilan, ia mengakui kesalahannya melepas keberangkatan kereta barang dari St. Poncol tanpa menunggu terlebih dulu kedatangan kereta campuran dari arah barat di St. Poncol.
De Lang mengungkap jika lalu lintas dan jadwal di stasiun yang sibuk terkait mondar-mandirnya kereta pengangkut pasir untuk proyek jalur baru membuatnya kebingungan.
Tahun 1921 diketahui SCS memang masih sibuk dengan penyelesaian proyek beberapa petak ruas jalur "shortcut" Semarang - Cirebon.
Foto: Wereldculturen.nl
REKOR 1 ABAD KEKOSONGAN KEKUASAAN KERAJAAN SRIWIJAYA
Berdasarkan catatan berita dari Kronik China dari zaman Dinasti Tang Chou I (618 - 690 M) tercatat bahwa Shih-li-fo-shih (Sriwijaya) pernah mengirim duta utusan ke China antara tahun 670 - 673 Masehi.
Selanjutnya dari catatan berita dari Kronik China di zaman Dinasti Tang II (705 - 907 Masehi) dikatakan bahwa Shih-li-fo-shih mengirim duta utusan ke China antara tahun 713 - 741 Masehi.
Selanjutnya pengiriman duta utusan ke China yang terakhir terjadi pada tahun 742 Masehi, lalu pada tahun 775 Masehi Sriwijaya membuat Prasasti Ligor sisi A (di Thailand), lalu tidak lama setelah itu di tahun yang sama Jawa membuat Prasasti Ligor sisi B menggunakan Aksara Jawa Kuno (di Thailand), dan setelah itu tidak ada kabar berita lagi dari Sriwijaya atau bisa dikatakan hilang sejarahnya hingga sampai tahun 859 Masehi?
Setelah lama menghilang, pada tahun 860 Masehi, berita tentang Swarnabhumi muncul lagi pada Prasasti Nalanda (di India) atas nama Balaputradewa cucu dari Raja Jawa.
Dari catatan berita dari Kronik China di zaman Dinasti Song (960 - 1279 Masehi) datang lagi duta utusan pada tahun 960 Masehi dari San-fo-tsi (Swarnabhumi) atas nama Raja She-li-hou-ta-hsia.
Nama raja Swarnabhumi yang dimaksud oleh catatan berita dari Kronik China tersebut adalah Udayaditya Warmadewa (960 - 988 Masehi).
Menurut komparasi dari Kronik China dengan prasasti-prasasti yang disebutkan di atas tersebut, telah terjadi kekosongan kekuasaan di Sriwijaya dari tahun 775 - 859 Masehi.
Menurut Kronik China, Sriwijaya (Shih-li-fo-shih) telah digantikan oleh kerajaan Swarnabhumi (San-fo-tsi).
Pertanyaannya adalah apakah yang terjadi pada Sriwijaya antara tahun 775 - 859 Masehi?
KESIMPULAN :
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa Sriwijaya benar-benar terjadi masa vakum/kekosongan kekuasaan selama hampir satu abad.
Hipotesa :
Ada hipotesa yang sangat liar dari kami bahwa ulasan tersebut mengindikasikan telah terjadi kehancuran di Sriwijaya? Entah itu karena bencana alam atau kalah perang atau malah penjajahan dari kerajaan yang lain (walaupun hal tersebut tidak berlangsung dalam waktu yang lama/tidak lebih dari satu abad)?
Ringkasan :
Tahun 746 Masehi.
Menurut Prasasti Wanwa Tnah menyebut Maharaja Panangkaran naik tahta sebagai Raja Mataram Kuno (746 M).
Tahun 775 Masehi.
Menurut Prasasti Ligor sisi A (775 M) menyebut gelar Raja Sriwijaya dengan sebutan Raja, Bupati, dan Pati.
Menurut Prasasti Ligor sisi B yang menggunakan Aksara Jawa Kuno (Kawi) menyebut gelar Maharaja dan Sailendra.
Tahun 778 Masehi.
Menurut Prasasti Kalasan menyebut Maharaja Panangkaran dengan gelar Maharaja dan Sailendra (778 M).
Prasasti Ligor dengan Prasasti Kalasan adalah Prasasti-prasasti satu jaman karena hanya berjarak 3 tahun (775 - 778 M).
Tahun 851 Masehi.
Menurut Catatan Sulaiman "RIHLAH AS-SIRAFIY" (851 M) Sriwijaya masih dalam jajahan Jawa.
Tahun 860 Masehi.
Menurut Prasasti Nalanda, Balaputradewa menjadi Raja Swarnabhumi (860 M), berita ini menggunakan Aksara Pallawa.
Jawab : (Mari cari jawabannya)
Pelaut Persia bernama SULAIMAN AL-TAJIR AL-SIRAFI (Pada tahun 851 Masehi) dalam bukunya : "RIHLAH AS-SIRAFIY" menjelaskan :
1. ZABAJ (Jawa/Pulau Jelai/Padi).
Raja ZABAJ menguasai KALAH (atau Kedah Malaysia) dan Raja ZABAJ juga menguasai SRIBUZA (atau Sriwijaya).
Konfirmasi :
Ulasan ini cocok dan sesuai dengan kekuasaan Jawa, karena Sriwijaya pernah dipimpin oleh Raja Jawa menurut Prasasti NALANDA dan Prasasti LIGOR sisi B.
2. MAHARAJA (Rajadiraja).
Raja ZABAJ disebut MAHARAJA (atau AL-MAHARIJ).
Konfirmasi :
Ulasan ini cocok dan sesuai dengan Kerajaan Jawa, karena gelaran Maharaja sesuai dengan gelar Raja Mataram Kuno.
3. PANJANG PULAU.
Panjang pulau ZABAJ hanya setengah dari panjang pulau AL-RAMI (atau SUMATERA).
Konfirmasi :
Ulasan ini cocok dan sesuai dengan perbandingan kondisi kedua Pulau yaitu antara panjang Pulau Jawa berbanding dengan panjang Pulau Sumatera, panjang Pulau Jawa hanya setengah dari panjang Pulau Sumatera.
4. Di pulau AL-Rami ada penduduk yang KANIBAL.
5. ZABAG PENDUDUKNYA PADAT.
ZABAJ disebut penduduknya sangat padat. Karena ketika fajar, ayam-ayam dari desa satu ke desa yang lain saling bersahutan (bisa saling terhubung hingga saling sahut-bersahutan/saking padatnya).
Konfirmasi :
Ulasan ini cocok dan sesuai dengan kondisi Demografi di Jawa yang sangat padat.
6. GUNUNG VULKANIK TERAKTIF.
ZABAJ mempunyai Gunung Berapi yang ketika malam berasap, dan saat siang mengeluarkan lahar/erupsi.
Konfirmasi :
Ulasan ini cocok dan sesuai juga dengan Gunung Merapi di Yogyakarta, karena Gunung Merapi di Yogyakarta ini adalah Gunung Vulkanik yang paling aktif.
7. KEAGUNGAN MAHARAJA ZABAJ.
Maharaja ZABAJ menguasai banyak pulau di sekitarnya, sampai 1000 farsakh jauhnya atau lebih.
Konfirmasi :
Ulasan ini cocok dan sesuai dengan Keagungan Maharaja Jawa. Kemaharajaan Mataram Kuno menguasai Khmer Kamboja, menguasai Filipina, menguasai Champa, menguasai Sriwijaya dan wilayahnya. Lihat prasasti Keping Tembaga Laguna Filipina, prasasti Po Nagar, prasasti Yang Tikuh, dan lain-lain.
8. SUJUD KEPADA ZABAJ.
Penduduk Khmer sangat menghormati Maharaja ZABAG, setiap pagi mereka bersujud ke arah ZABAG.
Konfirmasi :
Ulasan ini cocok dan sesuai dengan Keagungan Maharaja Jawa. Raja Khmer Kamboja yaitu Jayawarman II pernah tinggal di Jawa.
9. JARAK.
Jarak ZABAJ dari KALAH (atau KEDAH MALAYSIA) yaitu 20 hari perjalanan kapal.
Konfirmasi :
Ulasan ini cocok dan sesuai dengan jarak Semenanjung dengan Jawa. Sama seperti dalam kisah Hang Tuah waktu pergi berkunjung ke Majapahit.
10. ZABAJ MENYERANG KAMBOJA.
Bala tentara ZABAJ pernah menyerang KHMER Kamboja dengan Armada Kapal yang besar jumlahnya.
Konfirmasi :
Ulasan ini cocok dan sesuai dengan beberapa prasasti Sejarah. Sangat sesuai dengan prasasti di Kamboja yaitu prasasti Po Nagar. Penjelasan, prasasti Po Ngar menyebutkan bahwa Jawa pernah menyerang Chen-la Kamboja hingga tahun 802.
11. SUBUR.
Tanah ZABAJ disebutkan sangat subur.
Konfirmasi :
Ulasan ini cocok dan sesuai dengan Jawa lagi ini.
KESIMPULAN :
"Sangat jelas dari bukti-bukti ini bahwa JAWA YANG PERNAH MENGUASAI SWARNADWIPA".
Catatan Tambahan :
ZABAJ itu adalah : Jawa.
Sriwijaya itu adalah : SRIBUZA.
Al-Rami itu adalah : Sumatera.
Dalam buku tersebut disebutkan bahwa ZABAJ penduduknya padat, dan ZABAJ itu luasnya separuh dari pulau AL-RAMI (atau SUMATRA)
Zabaj itu Jawa (Kemaharajaan Mdang ri Bhumi Mataram ~> Mataram Kuno).
ZABAJ mempunyai Raja bergelar Maharaja.
Dalam banyak Prasasti disebutkan bahwa Jawa itu rajanya bergelar Sri Maharaja dan dipuji sebagai Sailendra vamsa tilaka sya.
Wangsa ini juga disebut yang berhasil menjajah Sriwijaya.
Dalam Catatan Sejarah Sulaiman ini : ZABAJ disebutkan telah menyerang Khmer.
Dan dalam Sejarah serta banyak Prasasti, hanya Jawa yang disebutkan telah berhasil menang menyerang Khmer, bukan Sriwijaya.
Prasasti Keping Tembaga Laguna FILIPINA juga menyebut : PENGUASA MDANG (Mataram Kuno).
Tidak ada bukti peninggalan Sriwijaya di Filipina.
PRASASTI NALANDA juga menyebut bahwa Balaputradewa adalah cucu dari Raja Jawa, semakin sesuai dengan Laporan Catatan Sejarah dari Sulaiman.
Prasasti Ligor sisi B (Di Thailand) juga terindikasi mengandung pengaruh Jawa, karena memakai Aksara Jawa Kuno (Kawi) dan ada gelar Raja Jawa di dalamnya.
TIADA JEJAK HISTORIS WANGSA SAILENDRA DI SRIWIJAYA SEBELUM ABAD KE-9 MASEHI.
KEHADIRAN wangsa Sailendra di Sriwijaya pda awalnya dmulai pda abad ke-9 Masehi setelah Balaputradewa mnjadi Raja Sriwijaya.
Pda prasasti Nalanda diterangkan bahawa Balaputradewa adalah cucu Raja Jawa.
Dngn demikian mulai hadirlah wangsa Sailendra di Sriwijaya yng dbawa oleh Balaputradewa berasal dari Jawa.
PERTANYAANNYA adalah jika Balaputradewa orang Jawa, ini artinya anak-keturunan Balaputradewa yng mnjadi Raja-Raja di Sriwijaya (dari abad ke-9 hingga ke-11 Masehi) adalah keturunan Jawa semua.
Walaupun Raja-Raja Sriwijaya keturunan Jawa semua, tpi kuli-kuli dan budak-budaknya tetap saja orang-orang Sriwijaya.
Sriwijaya mulai menghilang dri sejarah terjadi pda abad ke-11 Masehi setelah Sriwijaya dijajah oleh Chola (Orang-orang Tamil Dravida dri India Selatan), maka dri itu wajah orang-orang Sriwijaya macem Dravida, kerna dah beranak-pinak.
Tomonggong Djaja Negara atau Tamanggung Ambo (ejaan Dayak Ngaju) adalah seorang Kepala suku Dayak yang memimpin Pulau Petak Ulu (dan Pulau Telo), yang kemudian dilantik sebagai Distriktshoofd van Kwala-Kapoeas (Kepala Distrik Kuala Kapuas).
Dia diangkat oleh Belanda untuk memimpin benteng di Ujung Murung pada tahun 1860. Dia adalah tokoh Dayak Ngaju. Dia membangun rumah betang di Hampatung pada tahun 1863. Sayangnya, dia termasuk pihak yang membantu Belanda dalam memerangi Tumenggung Surapati dalam Perang Barito.
berijut merupakan Lukisan dari Tamanggung Ambo Nikodemus yang dibuat oleh kolonial Hindia Belanda. #sejarah #kalimantantengah
Kisah Perseteruan Majapahit Timur dan Majapahit Barat Dipicu Stempel dari Kaisar China
________________________________________________
Kerajaan Majapahit menjalin hubungan dengan Kekaisaran China semasa Raja Hayam Wuruk berkuasa. Hubungan bilateral ini terus berjalan saat Majapahit terbelah menjadi dua timur dan barat. Di Kerajaan Majapahit barat Wikramawardhana tampil sebagai raja masih meneruskan tradisi hubungan baik dengan Kekaisaran China itu. Ketika Cheng Tsu naik tahta sebagai kaisar baru di China juga memberitahukan kepada Raja Wikramawardhana.
Sang Kaisar yang bergelar Yung Lo ini juga sering mengirimkan utusan ke Kerajaan Majapahit. Pada awal masa pemerintahan Kaisar Yung Lo inilah menugaskan Laksamana Cheng Ho yang sangat terkenal dan berulang kali dikirim ke Majapahit. Kaisar Yung Lo memerintah dari tahun 1403 hingga 1424.
Bahkan secara khusus Yung Lo sebagaimana dikisahkan pada "Pemugaran Persada Sejarah Leluhur Majapahit" ia mengirimkan utusan penobatannya sebagai kaisar baru pada 1403 yang disambut dengan pengiriman utusan balasan oleh Wikramawardhana. Utusan balasan ini untuk mengucapkan selamat atas terpilihnya sang kaisar memimpin wilayah Kekaisaran China. Hubungan antara negeri China dan Majapahit makin hari bertambah rapat, lebih-lebih setelah Raja Majapahit Wikramawardhana menerima stempel perak berlapis emas dari Kaisar. Sebagai tanda terima kasih Wikramawardhana mengirim utusan ke negeri China dengan membawa upeti.
Tetapi rupanya kiriman stempel perak berlapis emas itu membangkitkan niat Raja Kerajaan Majapahit bagian Timur untuk juga mengirim utusan ke negeri China dengan membawa upeti. Namun maksud utama pengiriman utusan itu ialah untuk minta stempel sebagai tanda pengakuan resmi dari pihak kaisar. Ternyata permintaan itu dikabulkan, pemberian stempel itu membuktikan bahwa Kaisar Yung Lo memperlakukan Kerajaan Timur sejajar dengan Kerajaan Barat, atau Kerajaan Majapahit utama, sekaligus merupakan pengakuan resmi Kaisar kepada Kerajaan Timur lepas dari kekuasaan Kerajaan Barat.
Hal itu pasti membangkitkan ketidaksenangan pihak Kerajaan Barat. Kemudian timbul ketegangan antara Kerajaan Majapahit Barat dan Kerajaan Majapahit Timur. Sejarah Dinasti Ming menyatakan bahwa raja Kerajaan Majapahit Timur itu bernama Put-ling-ta-ha. Nama itu kiranya ialah transliterasi Cina dari gelar asli Bhre (ng) Daha; suatu bukti bahwa Bhre Wirabhumi benar bergelar Bhre Daha sejak tahun 1371 sepeninggal Bhre Daha Dyah Wiyat Sri Rajadewi. Apa yang dilakukan oleh Kaisar Yung Lo terhadap Kerajaan Timur, sama tepat dengan apa yang dilakukan Kaisar Hung Wu terhadap Suwarnabhumi pada tahun 1376. Tindakan itu merugikan kesatuan Kerajaan Majapahit, karena tindakan itu memecah-belah kesatuan negara Majapahit. Demikianlah bagi Majapahit hubungan dengan China kala itu lebih banyak merugikan daripada menguntungkan.
DAFTAR PRASASTI YANG MENYEBUT MEDANG DAN JAWA DILUAR NEGERI pada Abad 7 Masehi.
Priode abad 7 Masehi
Vietnam :
1. Prasasti Po nagar
2. Prasasti Champa
3. Prasasti Samrong
4. Prasasti Yan Tikuh
Kamboja :
1. Prasasti Sdok ka thom
2. Prasasti Khmer
3. Prasasti Sri Maharaja Zabag
Filipina :
1. Prasasti Tembaga Laguna
Perpaduan Borobudur dan Prambanan.
Fakta" silpin-silpin Jawa melahirkan Karya Seni arsitektur Nusantara, Dan Tipologi bangunan di pakai sampai belahan ASIA TENGGARA.
●Borobudur dibangun tahun 770 Masehi Dan Menurut prasasti Siwagrha, candi pramabanan dibangun pada tahun 850 masehi oleh Rakai Pikatan, dan terus dikembangkan dan diperluas oleh Balitung Maha Sambu, pada masa Kerajaan Medang Mataram.
●Candi Kamboja dibangun pada 881 Masehi oleh Indrawarman I, raja Kamboja.
Bakong adalah salah salah satu generasi candi pertama Kamboja yang terletak di Hariharalaya (sekarang Rulous), ibukota pertama kerajaan Kamboja.
Kenapa sebuah candi yang terletak jauh dari Jawa terpengaruh arsitektur candi Jawa? Untuk menjawabnya, kita perlu melihat prasasti Sdok Kok Thom.
Prasasti Sdok Kok Thom yang ditemukan di Kamboja bahwa Jayawarman II, pendiri dinasti Angkor Kamboja, dulunya besar dan dididik di Jawa, sebelum ia kembali ke Kamboja. Kerajaan Jawa yang berkuasa saat itu adalah Mataram Kuno yang kekuasannya membentang dari pesisir Kamboja di Barat hingga selatan Filipina di timur (lihat prasasti Manila Bay di Filipina).
Dua prajurit TNI dari front Semarang menjadi perhatian khalayak. Di latar belakang tampak pamflet "Ati-ati Telinga Mata Musuh"
Dok. Indonesia zaman dulu
Sumber.
📷 Hugo Wilmar. Spaarnestad Photo
Waktu/tempat. Yogyakarta, Desember 1947
Peristiwa.
#sejarah #tawanan #pejuang #agresimiliter #semarang #yogyakarta #divisisiliwangi #gerilya #militer #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat
Misteri Makam Keramat Sepanjang 7 Meter di Hutan Angker Alas Purwo.
Alas Purwo di Banyuwangi disebut sebagai tempat terangk
Kalau melihat dengan kedua mata biasa, Alas Purwo memang terlihat seperti hutan pada umumnya. Akan tetapi, bagi pemilik mata batin mereka akan melihat ada sebuah kerajaan jin yang besar dan megah di hutan ini.
Ada yang mengatakan jika seseorang memiliki niat jahat saat masuk ke Alas Purwo, maka orang tersebut tidak akan pernah bisa menemukan jalan keluar, orang-orang yang tersesat di Alas Purwo ini sudah diculik oleh bangsa jin. Kalaupun ada yang kembali karena bisa menemukan jalan keluar, orang tersebut akan mengalami gangguan jiwa alias gila. Sejumlah orang yang dinyatakan hilang di Alas Purwo tidak pernah ditemukan jasadnya.
Misteri makam sepanjang 7 meter di Alas Purwo, ukuran makam pada umumnya adalah 1×2 meter. Panjang makam rata-rata tidak lebih dari 3 meter. Namun di Alas Purwo ada sebuah makam dengan panjang 7 meter. Makam yang diberi nama Makam "Mbah Dowo" ini dikramatkan oleh masyarakat sekitar.
Makam dengan panjang 7 meter ini menjadi salah satu misteri Alas Purwo. Konon, yang dikubur di makan ini bukanlah jasad manusia, melainkan tombak pusaka milik Mpu Barada yang dititipkan pada Suryo Bojonegoro untuk diberikan kepada Raja Klungkung (Bali). Tombak sakti ini nantinya akan digunakan oleh Raja Klungkung untuk melawan seorang wanita dengan ilmu hitam yang tinggi.
Sayangnya, Suryo Bojonegoro melanggar amanah yang dipercayakan kepadanya dengan membuka tempat tombak pusaka tersebut sebelum ia sampai di Kerajaan Klungkung. Secara ajaib, tombak ajaib tersebut kembali ke dalam tanah dan tidak bisa diambil oleh siapapun. Akhirnya, Suryo Bojonegoro mengabdikan seluruh hidupnya untuk menjaga benda pusaka yang terkubur di dalam tanah itu.
Saat ini, Makam Mbah Dowo dianggap sebagai salah satu tempat dengan aura positif di Alas Purwo. Penjaga makam ini berwujud sosok tak kasat mata yang menyerupai senopati, tetapi bukan sosok Suryo Bojonegoro. Komplek makam dijaga oleh prajurit tak kasat mata, sehingga aura di sekitar makam ini positif dan kontras sekali dengan aura di luar komplek makam yang sarat dengan aura negatif.
Jaka Umbaran, Anak "Yang Terlantar" Menjadi Penasehat Kerajaan Mataram
Jaka Umbaran merupakan putra dari Sutawijaya (Panembahan Senopati). Kisah berawal saat Ki Ageng Pemanahan, ayah dari Sutawijaya, menjodohkan Sutawijaya dengan Niken Purwasari atau Rara Lembayung, putri dari Ki Ageng Giring III. Namun, Sutawijaya tidak memiliki ketertarikan pada Niken Purwasari.
Meski demikian, pernikahan tetap dilangsungkan di kediaman Ki Ageng Giring III, Beberapa minggu setelah pernikahan tersebut, Danang Sutawijaya memutuskan untuk kembali ke Pajang dan meninggalkan Niken Purwasari dengan sebuah keris tanpa sarung.
Sebuah benda yang kelak akan menjadi simbol bukti dirinya sebagai ayah dari anak yang akan lahir dari Niken Purwasari. Tak lama setelah itu, Niken Purwasari melahirkan seorang putra yang diberi nama "Jaka Umbaran" yang artinya "anak laki laki yang ditelantarkan", yang kemudian diasuh dan dibesarkan oleh sang ibu dan kakeknya, Ki Ageng Giring III.
Dalam asuhan keluarga besar Giring, Jaka Umbaran tumbuh menjadi sosok yang ingin tahu akan identitas ayahnya. Ketika Jaka Umbaran beranjak dewasa, ia mulai mempertanyakan asal-usulnya dan menanyakan sosok ayahnya kepada sang ibu. Meski enggan menceritakan, Niken Purwasari akhirnya mengakui bahwa ayah Jaka Umbaran adalah seorang bangsawan besar di Kotagede.
Berbekal keris tanpa sarung yang dulu ditinggalkan oleh ayahnya, Jaka Umbaran berangkat ke Kotagede untuk mencari sosok ayahnya.
Setibanya di Kotagede, Jaka Umbaran berhasil bertemu dengan Sutawijaya, yang saat itu telah menjadi Raja Mataram bergelar Panembahan Senopati. Jaka Umbaran meminta kepada Panembahan senopati supaya diakui sebagai anaknha. Namun, Panembahan Senopati sebagai ayah enggan menerima Jaka Umbaran begitu saja sebagai putranya.
Setelah melalui perjuangan yang berat, Jaka Umbaran akhirnya berhasil mendapat pengakuan sebagai putra Mataram dengan gelar "Pangeran Purbaya".
Di Keraton Mataram, Pangeran Purbaya menerima pendidikan keras dalam seni bela diri, ilmu agama, dan berbagai ilmu kehidupan lainnya. Ia dikenal sebagai sosok pemberani dan terampil di medan perang, bahkan beberapa kali terlibat dalam berbagai pertempuran.
Salah satu pertempuran besar yang ia ikuti adalah melawan penguasa Madiun, Pangeran Timur, yang dikenal dengan sebutan “Bedhah Madiun.” Perang tersebut menandai ketangguhan Pangeran Purbaya sebagai ksatria yang mewarisi semangat perjuangan ayahnya.
Pangeran Purbaya bukanlah putra mahkota, Posisi putra mahkota jatuh kepada Raden Mas Jolang yang bergelar Panembahan Hanyakrawati.
Naskah babad mengisahkan putra Panembahan Senopati yang paling sakti ada dua. Yang pertama adalah Raden Rangga yang mati muda, sedangkan yang kedua adalah Purbaya. Ia merupakan pelindung takhta Mataram saat dipimpin keponakannya, yaitu Sultan Agung (1613-1645).
Pangeran Purbaya sangat berjasa dalam membantu Sultan Agung, raja Mataram Islam terbesar, membangun kerajaan yang besar dan kuat. Sultan Agung sendiri merupakan keponakan Pangeran Purbaya
Pangeran Purbaya hidup sampai zaman pemerintahan Amangkurat I putra Sultan Agung. Ia hampir saja menjadi korban ketika Amangkurat I menumpas tokoh-tokoh senior yang tidak sesuai dengan kebijakan politiknya. Untungnya, Purbaya saat itu mendapat perlindungan dari ibu suri (janda Sultan Agung).
Pangeran Purbaya meninggal dunia bulan Oktober 1676 saat ikut serta menghadapi pemberontakan Trunajaya. Amangkurat I mengirim pasukan besar yang dipimpin Adipati Anom, putranya, untuk menghancurkan desa Demung (dekat Besuki) yang merupakan markas orang-orang Makasar sekutu Trunajaya. Perang besar terjadi di desa Gogodog. Pangeran Purbaya yang sudah lanjut usia gugur dalam pertempuran tersebut sebagai seorang yang telah mengabdi kepada tiga generasi Mataram.
* Abror Subhi, Dikutip Dan Disusun Kembali Dari Berbagai Sumber
CANDI TERTUA SE-PULAU JAWA DAN SE-INDONESIA ADA DI TENGAH -TENGAH MASYARAKAT BETAWI.
Para ahli sejarah di Indonesia telah sekian lama meneliti candi ini. Meskipun ukuran candinya tidak besar, tapi ternyata usianya beberapa abad lebih tua jika dibandingkan dengan Candi Borobudur.
Para ahli juga sangat meyakini jika di area ini masih sangat banyak candi yang terkubur. Belum terungkap. Masih misteri. Candi Borobudur yang berasal dari abad ke -8 saja, terkubur tanah saat pertama kali ditemukan oleh peneliti Belanda. Apalagi candi di wilayah ini yang usianya beberapa abad lebih tua dari Borobudur.
Bahkan ada sumber berita yang mengatakan jika semua candi itu berhasil tergali, maka Indonesia akan punya komplek percandian yang sangat luas seperti yang ada di Bagan Myanmar.
Ini adalah komplek percandian Batujaya yang terletak di Kabupaten Karawang, Jawa Barat. Tidak jauh juga dari perbatasan Kabupaten Bekasi.
Candi ini adalah peninggalan kerajaan Tarumanagara. Kerajaan Hindu pertama dan tertua di Pulau Jawa. Kemunculanya hampir 1000 tahun lebih dulu dari Kerajaan Majapahit yang ada di Jawa Bagian Timur.
Tarumanagara dianggap sebagai kerajaan tertua di Jawa, karena merujuk pada prasasti kerajaan yang ditemukan memiliki angka lebih tua daripada prasasti-prasasti kerajaan lainya di Pulau Jawa.
Memang kerajaan ini bercorak India. Akan tetapi bukan berarti penghuni mula-mula pulau Jawa (Yavadvipa), khususnya Jawa Bagian Barat yang kini dihuni salah satunya oleh Orang Betawi adalah Orang India.
Di bagian Barat Pulau Jawa terdapat Piramida Gunung Padang yang disinyalir usianya lebih tua dari Piramida Mesir Kuno. Ini merupakan salah satu bukti yang menunjukan sudah adanya kehidupan manusia sebelum Tarumanagara. Bukti lainya adalah masyarakat lokal di wilayah Pulau Jawa, khususnya Jawa Bagian Barat sudah memiliki keyakinan agama sendiri sebelum adanya agama Hindu dan Budha yang dibawa oleh Orang India. Ini terlihat dari ditemukanya banyak tempat-tempat pemujaan. Sampai sekarang pun agama-agama tua itu masih bisa kita lihat seperti agama Sunda Wiwitan, dan beragam agama kebatinan lainya.
Tapi, karena kesepakatan para ahli sejarah yang menentukan awal mula dimulainya era sejarah itu setelah adanya peninggalan tulisan, dan karena prasasti adalah salah satu bentuk tulisan, maka Tarumanagara lah yang diakui sebagai awal permulaan era sejarah di pulau Jawa (Yavadvipa / Pulau kaya beras).
Bangsa India membawa agama Hindu dan Budha. Selain itu juga membawa sistem kerajaan, budaya menulis prasasti, dan kebiasaan membangun Candi di Yavadvipa. Mereka berinteraksi dengan masyarakat lokal yang sudah ada di Nusantara. Memberi warna dalam perjalanan sejarah bagi Bangsa Indonesia.
Masyarakat Betawi patut berbangga. Karena, meskipun candi-candi yang ada di area ini bukanlah peninggalan orang-orang Betawi, tapi orang Betawi punya andil dalam menjaga situs kekayaan sejarah bangsa Indonesia yang ada di sini. Situs percandian ini berada di tengah area masyarakat Betawi (dan juga masyarakat Sunda) di Karawang yang telah saling berbaur. Corak budaya kehidupan masyarakat di sekitar candi yang menjadi aura daya tarik tersendiri dari tempat ini.
Tidak ada salahnya kita mempromosikan wisata sejarah candi ini. Agar semakin banyak orang yang tahu dan mendapat banyak sudut pandang soal perjalanan sejarah kehidupan bangsa. Selain itu agar semakin banyak orang datang mengenal ke lingkungan masyarakat Betawi Karawang yang ada di sekitar Candi.
Kerajaan Kediri bisa dihancurkan oleh tiga gabungan pasukan Mongol, pasukan Raden Wijaya, dan Arya Wiraraja, dari Madura. Langkah selanjutnya yakni bagaimana caranya mengusir tentara Mongol dari Pulau Jawa. Sekali lagi Raden Wijaya dan Arya Wiraraja menggunakan strategi licik dan cerdik.
Kemenangan peperangan melawan Kediri ini konon membuat pasukan Tartar Mongol begitu senang. Selayaknya kemenangan perang, maka diadakanlah pesta yang melibatkan seluruh pasukan Mongol, Raden Wijaya, dan Arya Wiraraja. Tapi menariknya di sela-sela pesta itu Raden Wijaya dan pasukannya pamit pulang.
Alasannya mereka kembali ke Desa Tarik, untuk mempersiapkan diri menyerahkan dirinya ke tentara Mongol. Dikisahkan pada "Sandyakala di Timur Jawa (1042 - 1527 M) : Kejayaan dan Keruntuhan Kerajaan Hindu dari Mataram Kuno II hingga Majapahit" pulangnya Raden Wijaya dan pasukannya ke Tarik disetujui oleh pimpinan pasukan Mongol.
Bahkan pimpinan pasukan Mongol secara khusus mengutus sekitar ratusan pasukannya untuk mengawal kepulangan rombongan Majapahit ini. Pengawalan ini sebagai bentuk bagian dari skema penyerahan diri yang disepakati antara Raden Wijaya dengan pasukan dari Kekaisaran Mongol dari Cina.
Sejarah Cina kemudian mencatat bahwa sebulan kemudian setelah penaklukan itu, Raden Wijaya yang kembali ke Tarik membunuh 200 orang prajurit Mongol yang mengawalnya ke Majapahit. Penumpasan pertama rombongan Mongol itu dilakukan oleh Sora dan Ranggalawe, dua panglima perang Majapahit yang merupakan paman dan keponakan tersebut.
Setelah rombongan yang jadi penghalang itu telah habis, Raden Wijaya dan para panglimanya menyusun rencana lanjutan, yaitu untuk menyerang balik pasukan Mongol yang sedang dilanda 'mabuk kemenangan'. Dengan membawa pasukan yang lebih besar, Raden Wijaya menggerakkan pasukannya menuju markas utama pasukan Mongol dan melancarkan serangan tiba-tiba.
Pasukan Mongol yang masih larut dalam pesta pora usai menang perang tak menyangka bakal menerima serangan balasan, dari pasukan yang turut serta berperang melawan Kediri di Daha. Alhasil serangan gabungan Majapahit dan pasukan Madura dari Arya Wiraraja ini mampu membunuh banyak prajurit Mongol di markas utama.
Sisanya berusaha untuk lari ke kapal mereka. Tapi mereka terus dikejar oleh pasukan gabungan Jawa-Madura.
Setelah mencapai sebuah candi, tentara Mongol disergap oleh tentara Jawa yang telah menunggu. Raden Wijaya tidak menyerang Mongol secara langsung, sebaliknya ia menggunakan semua taktik yang memungkinkan untuk mengacaukan dan mengurangi pasukan musuh sedikit demi sedikit.
Selama pelarian itulah pasukan Mongol juga kehilangan semua rampasan perang yang ditangkap sebelum dari Kediri. Mereka terpaksa harus memikirkan nyawa masing-masing agar bisa selamat kembali ke kapal, dan cabut dari tanah Jawa.
Sumber: Okezone
#fyp #viral #viralkan #trending #foto #tokodunia #sorotan #motivasi
#pramoedyaanantatoer #seabadpramoedyaanantatoer #quotes #kutipantokoh #sastra #sastrawan #tetralogiburu #bumimanusia #anaksemuabangsa #jejaklangkah #rumahkaca #buku #novel #bukusastra #singgasanakata
Gerbang Amsterdam atau Amsterdamsche Poort adalah pintu masuk Kastil Batavia bagian selatan, yang kini sudah lenyap. Bentuk Gerbang Amsterdam mirip Arc de Triomphe, monumen kemenangan berbentuk pelengkung di Paris, Perancis. Gerbang Amsterdam, yang eksis sejak abad ke-17, sempat direnovasi dan berdiri megah, tetapi akhirnya digempur untuk pembuatan jalur trem. Sisa-sisa gerbang ini lenyap sepenuhnya pada sekitar tahun 1950-an.
📸 Koleksi Perpustakaan Library
#bangunanlondo #gerbangamsterdam #amsterdamschepoort #kastilbatavia #jakarta
PERTEMPURAN DI KANDANGHAUR (INDRAMAYU)
Pada tanggal 8 Desember 1816 sekitar empat bulan setelah Jawa diserahkan kembali dari Britania kepada Belanda, beredar kabar bahwa sekitar 2500 orang penduduk yang berasal dari Karawang, Ciasem dan Pamanukan dengan bersenjata lengkap berusaha mengadakan perlawanan terhadap Belanda.
Kelompok perlawanan rakyat tersebut dipimpin oleh seorang pemuda berusia 16 tahun yang bernama Bagus Jabin, Bagus Jabin merupakan keponakan dari Bagus Rangin yang telah dihukum mati oleh pemerintah kolonial Britania pada tanggal 12 Juli 1812 di wilayah Karang Sambung.Kelompok Bagus Jabin berkumpul di Lohbener dan berniat untuk menyerang Kandang Haur, alasan penyerangan adalah untuk menggulingkan kepala daerah yang bekerjasama dengan Belanda, menuntut Belanda menghentikan sistem upeti dan mengurangi pajak.
Pada tanggal 9 Desember 1816 kelompok Bagus Jabin berhasil menduduki Kandang Haur, mendengar berita pendudukan Kandang Haur, Residen Belanda untuk Cirebon yaitu Willem Nicolaas Servatius segera mengepung wilayah Kandang Haur selama sepuluh hari, Residen Willem Nicolaas Servatius kemudian memberikan peringatan agar Bagus Jabin segera menyerahkan diri namun peringatan Residen Willem Nicolaas Servatius tidak ditanggapi, maka pada tanggal 20 Desember 1816 Residen segera menyerang Kandang Haur dari arah Losarang (timur), serangan Residen Willem Nicolaas Servatius dapat ditahan oleh kelompok Bagus Jabin.
Residen Priyangan Gerrit Willem Casimir van Motman turut mengirim pasukannya yang berangkat melalui Wanayasa, pasukan Residen Priyangan Gerrit Willem Casimir van Motman diperkuat oleh pasukan Belanda yang dipimpin oleh Raden Adipati Adiwijaya (putera bupati Sumedang Pangeran Kusumahdinata IX) yang juga merupakan bupati Limbangan sejak 1813 (sekarang bagian dari kabupaten Garut).
Pasukan keduanya kemudian berkumpul di Losarang, selain dari Priyangan dan pasukan Raden Adipati Adiwijaya, Belanda juga turut mengirim pasukan dari Semarang sebanyak 160 orang serta pasukan dari Bengawan Wetan (Palimanan) yang dipimpin oleh Raden Tumenggung Nitidiningrat, besarnya pasukan bantuan Belanda membuat kelompok Bagus Jabin terdesak, anggota kelompok Bagus Jabin yang hendak menyelamatkan diri menyebrangi Cimanuk di sebelah selatan dan timur harus berhadapan dengan pasukan Belanda yang datang dari arah Cirebon, dari peristiwa pertempuran Kandang Haur hanya dua puluh lima orang kelompok Bagus Jabin yang berhasil menyelamatkan diri, sementara 500 orang lainnya berhasil ditangkap, 100 orang mengalami luka berat dan 60 orang tewas dalam pertempuran tersebut, sementara dari pihak Belanda 15 orang tewas, termasuk didalamnya 4 orang asing dan 11 orang pribumi. Kelompok Bagus Jabin yang berhasil ditawan kemudian dibawa ke Cianjur untuk diadili.
CC : @Sejarah Cirebon
NASIB TRAGIS AMANGKURAT III, RAJA JAWA YANG ANTI BELANDA
Amangkurat III yang mempunyai nama asli Raden Mas Sutikna adalah Sultan Kesunanan Kartasura Mataram yang memerintah seumur jagung. Pendeknya masa pemerintahannya dikarenakan terlibat konflik dengan Belanda, beliau wafat karena dibuang ke Srilangka pada 1734 selepas Kesultanan yang dipimpinnya ditaklukan oleh Belanda.
Menurut Babad Tanah Jawi, Raden Mas Sutikna adalah anak satu-satunya Amangkurat II, istri yang lain dari Amangkut II diguna-guna oleh ibu Raden Mas Sutikna sehingga tidak ada satupun yang memiliki keturunan. Raden Mas Sutikna ketika masih muda dijuluki dengan nama Pangeran Kencet, dijuluki demikian karena ia menderita cacat (kencet) dibagian tumitnya sejak kecil.
Watak Amangkurat III dikisahkan mirip dengan kakeknya (Amangkurat I), ia berwatak buruk, mudah marah dan cemburu bila ada pria lain yang lebih tampan darinya, ia juga dikenal sebagai Raja yang gegabah dalam mengambil keputusan.
Sebelum menjadi Raja Kasunanan Kartasura, Raden Mas Sutikna menjabat sebagai Adipati Anom, ia memperistri sepupunya sendiri yang bernama Raden Ayu Lembah, anak Pangeran Puger. Namun pernikahannya dengan Ayu Lembah tidak bertahan lama, sebab istrinya berselingkuh dengan Raden Sukra, putra Patih Sindareja.
Tragedi perselingkuhan itu kemudian menyebabkan Raden Sukra dijatuhi hukuman mati, sementara Ayu Lembah sendiri rupanya bernasib sama, Amangkurat III memaksa pamannya Pangeran Puger untuk membunuh Ayu Lembah, putrinya sendiri.
Selepas peristiwa itu, Amangkurat III menikah lagi dengan Raden Ayu Himpun, adik dari Ayu Lembah, akan tetapi lagi-lagi pernikahan ini kandas ditengah jalan. Amangkurat III menceriakan Ayu Himpun karena waktu itu Pangeran Puger dianggap melakukan pembangkangan pada Amangkurat III.
Amangkurat III kemudian mengangkat Permaisuri baru, kali ini ia mengawini wanita desa yang masih gadis wanita itu dikisahkan diambil dari Desa Onje.
Tingkah laku Amangkurat III yang sewenang-wenang dan gegabah dalam mengambil keputusan membuat sebagian pejabat Istana tidak lagi suka kepada Rajanya. Diam-diam mereka mendukung Pangeran Puger untuk menjadi Raja di Kertasura, dukungan ini kemudian ditanggapi oleh Raden Surya Kusumo yang tak lain merupakan putra Pangeran Puger untuk melakukan pemberontakan.
Belum juga terlaksana, upaya pemberontakan yang dilancarkan keluarga Pangeran Puger tercium oleh Amangkurat III, oleh karena itu, Raja kemudian mengirim utusan untuk membunuh Pangeran Puger beserta seluruh keluarganya, akan tetapi upaya pembunuhan gagal. Sebab sebelum dibunuh Pangeran Puger telah mengetahui rencana pembunuhan keluarga dan dirinya. Dalam rangka menghindari upaya pembunuhan, Pangeran Puger dan seluruh anggota keluarganya melarikan diri ke Semarang.
Di Semarang Pangeran Puger diliputi kegelisahan karena merasa jiwanya terancam, ia takut suatu waktu keponakannya menyerbu Semarang, oleh karena itu Pangeran Puger kemudian mengadakan persekutuan dengan VOC Belanda, ia mengiming-imingi VOC dengan keuntungan yang besar bila bersedia membantunya melengserkan keponakannya dari tahta. Kerjasama antara Pangeran Puger dan VOC kemudian terbina.
Pada tahun 1705 Pangeran Puger dengan dibantu VOC bergerak ke Kartasura untuk melakukan serangan, di sisi lain Amangkurat III membangun pertahannya di Unggaran. Pertahanan dikepalai oleh Arya Mataram. Akan tetapi dikemudian hari Arya Mataram membelot ia bergabung dengan pasukan Pangeran Puger.
Pada Tahun 1706 gabungan pasukan Pangeran Puger, Arya Mataram dan VOC Belanda berhasil merebut keraton Kertasura setelah terlibat peperangan yang sengit dengan pihak Kesultanan. Biarpun demikian Amangkurat III berhasil melarikan diri ke Ponorogo.
Sesampainya di Ponorogo bukannya berbaik-baik dengan Adipati-nya, Amangkurat III justru merasa curiga terhaap kesetiaan rakyat dan Adipati Ponorogo. Ia pun menyiksa Adipati dan beberapa pejabat tinggi Keadipatian.
Melihat Adipatinya disiksa Rakyat Ponorogo berontak, mereka melakukan pengepungan, tujuannya menangkap Amangkurat III, akan tetapi Amangkurat III berhasil melarikan diri ke Madiun. Dari Madiun Amangkurat III kemudian bertolak ke Kediri, untuk bergabung dengan Untung Suropati yang kala itu sedang bereprang melawan VOC Belanda.
Pangeran Puger yang masih belum puas kerena belum berhasil meringkus keponakannya akhirnya melancarkan serangan ke Kediri, ia mencoba memberantas pasukan Amangkurat III yang kala itu sudah bergabung dengan Untung Suropati.
Pada Tahun 1708 Pangeran Puger berhasil merebut Kediri, Amangkurat III tertangkap, sementara Untung Suropati berhasil melarikan diri. Setelah tertangkap Amangkurat III dikirim ke Batavia dan selanjutnya di buang ke Srilangka. Amangkurat III wafat pada tahun 1734 di tempat pembuangannya.
Amangkurat III menjabat sebagai Sultan Kesunanan Kartasura dari tahun 1703 hingga 1705, ini berarti ia hanya memerintah seumur jagung saja, yaitu hanya memerintah selama 2 tahun lebih sedikit. Kekalahan Amangkurat III kemudian mengantarkan Pangeran Puger menjadi Raja Kartasura selanjutnya, adapun gelar yang disematkan kepada Pangeran Puger adalah Pakubwana I.
Rombongan dari indonesia tiba di Singapura,10 Oktober 1985, utk mengikuti festival lagu pop tingkat asia, Asian Broadcasting Union( ABU)..
Vina Panduwinata ( tengah) yg menjadi peserta dari Indonesia membawakan lagu Satu Dalam Nada Cinta karya Bartje VH...
FESTIVAL itu salah satu dari 3 festival lagu pop yg akan diikuti Vina Panduwinata setelah dia berhasil menjadi juara dlm Festival lagu pop Indonesia ,22 Agustus 1985..
Festival berikutnya adalah tingkat Asean ( ASEAN Pop Song Festival) di Kuala Lumpur..
Dan tingkat dunia World Pop Song Festival di Tokyo..
Ada yg kenal dgn rombongan yg bersama Vina dlm Poto di bawah..???
Ratu Kencana Wungu, Pemimpin Perempuan Majapahit
Sepanjang sejarah berdirinya Kerajaan Majapahit, terdapat dua pemimpin perempuan. Salah satunya adalah Tribhuwana Tunggadewi (1328-1350), putri dari Raden Wijaya, pendiri Kerajaan Majapahit.
Selain Tribhuwana Tunggadewi, terdapat satu perempuan yang kembali menempati posisi ratu, yaitu Dyah Suhita atau Ratu Kencana Wungu. Ratu Kencana Wungu pun menjadi pemimpin perempuan terakhir di Kerajaan Majapahit.
Dyah Suhita atau Kencana Wungu merupakan putri dari pasangan Wikramawardhana dan Bhre Daha II (putri Bhre Wirabhumi), Wikramawardhana adalah raja ke lima Majapahit (1389-1429). Dyah Suhita menikah dengan Aji Ratnapangkaja.
Jauh sebelum Kencana menjadi ratu Majapahit, di Majapahit terjadi perang paregreg. Usai meninggalnya Hayam Wuruk, kondisi Majapahit tidak baik-baik saja. Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi berebut kekuasaan. Baik Wikramawardhana maupun Bhre Wirabhumi masing-masing merasa lebih pantas melanjutkan kepemimpinan Raja Hayam Wuruk. Perselisihan itu meruncing hingga terjadi Perang Paregreg dengan tokoh utamanya Wikramawardhana dan Bhre Wirabhumi. Perang dimenangkan oleh Wikramawardhana, menantu Hayam Wuruk. Setelah Bhre Wirabhumi kalah dalam Perang Paregreg dan terbunuh, Wikramawardhana memimpin Majapahit hingga 1429.
Sepeninggal Wikramawardhana, terjadi kebingungan siapa yang berhak memimpin Kerajaan Majapahit.
Dalam Kitab Pararaton, disebutkan bahwa Wikramawardhana sempat menunjuk anaknya dari Kusumawardhani, yakni Rajakusuma atau Hyang Wekasing Putra, sebagai penerusnya. Namun, Hyang Wekasing Putra mati muda. Begitu pula dengan putra Wikramawardhana dari selirnya, Bhre Tumapel, yang juga meninggal.
Keturunan Wikramawardhana hanya tersisa Dyah Suhita dan Bhre Kertawijaya, yang sama-sama dari selir. Akhirnya, Dyah Suhita ditunjuk sebagai pemimpin Majapahit karena lebih tua dari Bhre Kertawijaya.
Dyah Suhita dilantik menjadi Ratu Majapahit pada 1429 ketika usianya baru 20 tahun.
Dyah Suhita atau Ratu Kencana Wungu menjadi pemimpin Majapahit keenam yang memerintah dari 1429 hingga 1447 bersama suaminya, Aji Ratnapangkaja, yang bergelar Bhatara Parameswara. Aji Ratnapangkaja adalah salah satu pimpinan militer yang turut berperan dalam Perang Paregreg (1404-1406) melawan Bhre Wirabhumi dari Blambangan.
Menurut Pararaton, Ibu Aji Ratnapangkaja bernama Surawardhani alias Bhre Kahuripan, adik Wikramawardhana. Ayahnya bernama Raden Sumirat yang menjadi Bhre Pandansalas, bergelar Ranamanggala.
Selama memimpin Kerajaan Majapahit, Dyah Suhita kembali menghidupkan kearifan lokal yang terabaikan karena polemik politik. Dyah Suhita juga mendirikan bangunan pemujaan di berbagai lereng gunung sebagai punden berundak, seperti di Gunung Penanggungan, Gunung Lawu, dan lain sebagainya.
Pada tahun 1433 Suhita menghukum mati Raden Gajah alias Bhra Narapati penguasa Djinggan karena Raden Gajah telah membunuh Bhre Wirabhumi, kakek Suhita.
Pada tahun 1437, suami Dyah Suhita, Bhatara Parameswara Ratnapangkaja meninggal dunia. Sepuluh tahun kemudian, yaitu tahun 1447 Suhita meninggal dunia. Pasangan suami istri itu dicandikan bersama di Singhajaya.
Sepeninggal Dyah Suhita, Kerajaan Majapahit dipimpin oleh adiknya, Bhre Kertawijaya. Hal itu karena Dyah Suhita dan Aji Ratnapangkaja tidak dikaruniai anak.
Nama Suhita juga muncul dalam kronik Tiongkok dari Kuil Sam Po Kong sebagai Su-king-ta, yaitu raja Majapahit yang mengangkat Gan Eng Cu sebagai pemimpin masyarakat Tionghoa di Tuban dengan pangkat A-lu-ya. Tokoh Gan Eng Cu ini identik dengan Arya Teja, kakek Sunan Kalijaga.
* Abror Subhi, Dikutip Dan Disusun Kembali Dari Berbagai Sumber
facebook.com/100001856336410/posts/28636364322675397/
God Bless saat tampil di "Pesta Musik Kemarau 75".
Konser musik ini diselenggarakan 31 Agustus 1975, mulai pukul 09.00 pagi di lapangan Gasibu, Bandung. Acara ini digagas oleh majalah Aktuil, majalah musik yang populer kala itu.
Selain God Bless, konser ini juga menampilkan 10 group musik rock lainnya. Mereka itu adalah : Blood Stone (Bogor), Voodoo Child (Semarang), Rhapsodia, Odalf, Famous, Giant Step (Bandung), Rawa Rontek (Banten), The Hands (Surabaya), Lizard, Brother Hood (Jakarta).
Formasi God Bless 1975 :
- Ahmad Albar
- Jockie Suryoprayogo
- Donny Fatah
- Teddy Sujaya
- Ian Antono
😱 Salfok sama sepatunya ahmad albar
Seorang prajurit KNIL dengan gelas ditangan dan di sebelahnya seorang gadis.Buitenzorg (Bogor) ca. Desember 1948.
Nationaal Archief
#sejarah #bogor #tempodulu
Sang kusuma bangsa. Potret lawas barisan pejuang berkumpul sebelum diberangkatkan. Bangil, Pasuruan pada tanggal 8 Februari 1948.
Indonesia zaman dulu
Sumber.
📷 Scheidema
#sejarah #tawanan #pejuang #agresimiliter #bangil #pasuruan #hijrahtni #gerilya #militer #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat
Perang Kuning adalah serangkaian perlawanan rakyat Lasem-Rembang dan sekitarnya terhadap kekuasaan VOC di Semarang (1741-1742) dan Lasem (1750). Konflik muncul sebagai dampak terjadinya peristiwa Geger Pacinan di Batavia pada tahun 1740.
Tokoh tokoh yang terlibat Perang Kuning:
Tan Kee Wie
Oei Ing Kiat
Panji Margono
Kyai Ali Badawi
Kwee An Say
Guo Liu Guan
Singseh
Pakubuwana II
Amangkurat V (POW)
Pangeran Sambernyawa
Bartholomeus Visscher
Gustaaf Willem baron van Imhoff
Johannes Thedens
Adriaan Valckenier
Cakraningrat IV
Citrasoma IV
Pakubuwana II
Berlokasi di depan stasiun Tegal milik SCS.
Ini adalah potret aktifitas pengiriman rol pemeras / gilingan tebu buatan N.V. Machinefabriek Braat ditarik oleh 2-3 pasang kerbau yang pengangkutannya akan diteruskan via jalur sepur SCS kepada pihak pabrik gula di sekitaran Tegal antara tahun 1916-1918.
Pabrikan mesin N.V. Braat sejatinya berdiri di Surabaya, awalnya tidak fokus / terkonsentrasi kepada pada industri gula saja. Mereka condong fokus ke pembuatan konstruksi pintu air. Malah kemudian ada model desain rancangan N.V. Braat yang dijadikan standar B.O.W (dinas PU era kolonial).
Untuk industri gula, Braat terlebih dahulu melayani reparasi mesin dan alat-alat dari pabrik gula sampai akhirnya berkembang cukup pesat mampu memproduksi peralatan-peralatan pabrik gula yang berkualitas secara mandiri. Produk-produk itulah yang kemudian melambungkan nama N.V. Braat dalam bidang permesinan. Dan sejak 1910 pelanggannya berdatangan pula dari pabrik-pabrik gula sekitaran wilayah pesisir utara Jawa di sisi barat Semarang.
Namun, tetaplah tidak ada yang sempurna.
Masalah muncul bukan dari kualitas barang bikinan Braat. Melainkan para pelanggan dari industri gula kawasan pantura Jawa Tengah itu mengeluh perihal lamanya waktu dan mahalnya biaya terkait proses pengiriman dari Surabaya.
Sebelum N.V. Braat, memang ada nama pabrikan terdekat yakni Harris & co di Semarang yang menopang kebutuhan pihak industri gula di pesisir barat Semarang. Hanya saja, seiring waktu pabrikan tsb dinilai tak sesuai lagi karena teknologi yang dipakai pada alat-alat produksinya sudah ketinggalan jaman.
Tidak mau kehilangan peluang, pada 1912 N.V Braat memutuskan untuk membuka pabrik cabang baru di Tegal sebagai langkah "jemput bola" atas keluhan pelanggan-pelanggan jauhnya itu.
Dikarenakan alasan seperti kesulitan mencari lokasi yang tepat, barulah pada tahun 1915 Braat menemukan lokasi yang dirasa cocok.
Lokasi N.V. Braat di Tegal adalah tempat dimana P.T. Barata Indonesia di Tegal berdiri yang beralamat di jl. Pemuda.
Lokasi tersebut dipandang strategis karena tidak jauh dengan pelabuhan, mudah diakses dari jalan raya pos dan dekat stasiun utama di Tegal milik SCS. Stasiun Tegal SCS kala itu ada beberapa meter di belakang pabrik, di sisi timurnya yang dipisahkan jl. Panggung Timur.
Perihal stasiun Tegal.
Bangunan stasiun Tegal SCS adalah bangunan baru tahun 1897, dibuka era jalur Tegal - Brebes diresmikan. Sebelumnya, bangunan stasiun Tegal merupakan tinggalan perusahaan JSM yang diakuisisi pada tahun 1895. Bangun stasiun JSM itu kemudian dirombak untuk dijadikan kantor pusat pertama bagi SCS. Letaknya bersebelahan dengan stasiun Tegal kedua buatan SCS.
Seperti yang umumnya diketahui, sejak 1914 - 1918 SCS merelokasi keseluruhan pusat kegiatannya ke selatan, dimana stasiun Tegal sekarang masih aktif berdiri. Seperti perumahan dinas lalu kantor pusat rancangan arsitek H.M. Pont yang ternyata adalah menantu dari J. Th. Gerlings, petinggi di sejumlah perusahaan sister company (SJS, OJS, SCS,SDS). Hal ini berkenaan dengan proyek peningkatan kecepatan, menyingkat durasi tempuh dan memperpendek panjang lintasan Semarang - Cirebon.
Kembali pada N.V. Braat, selain alasan penunjang yang telah disebutkan. Dipilihnya Tegal oleh Braat juga karena jalur sepur tersambung hingga ke selatan Jawa, yang memperbesar peluang N.V. Braat menjaring pelanggan dari kawasan karesidenan Banyumas.
Pabrik Braat di Tegal mulai digunakan sejak awal tahun 1916. Mulanya beroperasi dengan sokongan daya listrik mandiri dari PLTD yang dimiliki oleh Braat sendiri di area pabrik. Setelahnya mereka mendapat pasokan listrik dari PLTA di Lebaksiu.
Berbanding terbalik dengan para Pejuang Republik yang sangat terbatas dan sederhana. Inilah psukan didikan belanda saat pelantikan kesatuan baru polisi bersjata, yang terdiri dari warga lokal yang setia kepada Belanda, di benteng Willem I di Ambarawa, Semarang, JawaTengah, Indonesia pada tanggal 1 Maret 1948.
Indonesia zaman dulu
Sumber.
📷 Th. van de Burgt. Het Nationaal Archief
#sejarah #tawanan #pejuang #agresimiliter #polisiistimewa #bentengwillem #ambarawa #semarang #gerilya #militer #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat
Potret lawas Ali Sadikin (tengah) saat masih muda lengkap dengan seragam TNI angkatan Laut. (1926-2008). Dok. Sejarah Indonesia.
Indonesia zaman dulu
Sumber.
📷 Tempo/ M Taufan Rengganis. Koleksi keluarga
#sejarah #tawanan #pejuang #agresimiliter #alisadikin #KKO #Al #gerilya #militer #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat
Akhir persaudaraan Mataram - Pati
Ki Ageng Panjawi mempunya putra bernama Wasis Jayakusuma. Ki Ageng Pemanahan mempunyai putra bernama Sutawijaya.
Wasis Jayakusuma menjadi Adipati Kadipaten Pati, bergelar 'Adipati Pragola I'. Sutawijaya menjadi Raja Mataram bergelar 'Panembahan Senopati'.
Panembahan Senopati menikah dengan kakak perempuan Adipati Pragola I dan memiliki anak bernama Mas Jolang. Kemudian Mas Jolang menjadi raja Mataram ke-2 bergelar Panembahan Hanyakrawati. (jadi, Hanyakrawati adalah Keponakan Adipati Pragola I).
Sultan Hanyakrawati mempunyai anak bernama Sultan Agung, raja Mataram ke-3.
Adipati Pragola I wafat, kadipaten Pati dipimpin oleh Adipati Pragola II (putra Adipati Pragola I)
Adipati Pragola II menikah dengan adik Sultan Agung yang bernama 'Ratu Sekar'. (jadi, Adipati Pragola II adalah adik ipar Sultan Agung).
Akhir dari hubungan persaudaraan Mataram - Pati, adalah dengan meletusnya perang ketika Mataram menyerbu Kadipaten Pati.
Pada hari Jum’at Wage, tanggal 4 Oktober 1627 M, Adipati Pragola II wafat setelah tertusuk tombak Kyai Baru milik Sultan Agung, yang diserahkan pada Lurah Kapedak, Naya Derma.
Sang Adipati meninggal dan dikebumikan di Sendang Sani.
Adipati Pragola II rela berkorban hingga titik darah penghabisan, Adipati gugur di medan perang untuk mempertahankan wilayah dan kedaulatan negeri Pati
GUNDIK BELANDA DI ACEH
Catatan mengenai wanita Aceh yang dijadikan Gundik oleh para Perwira Belanda tercatat dalam buku Karya Zentgraf yang berjudul " De Atjeh", dalam bukunya ia mencatat, bahwa ketika hubungan Sosial Belanda dan Pribumi Aceh kian meningkat seiring ekspedisi Belanda yang menjangkau pedalaman untuk menumpas para Grilyawan, para Perwira Belanda banyak menjadikan wanita Aceh sebagai Gundiknya.
Menariknya, dalam buku tersebut juga dikisahkan mengenai tujuan mereka menjadikan wanita Aceh sebagai Gundiknya, adapun tujuannya salah satunya adalah "Mempelajari Bahasa dan Budaya Aceh" sementara tujuan puncak dari Praktek Pergundikan.
Gundik Asal Aceh yang paling terkenal dalam sejarah Aceh adalah wanita yang disebut sebagai Istri "Panglima Ulee Lheu Mugoe", ketika suaminya berjuang menjadi Grilyawan, wanita tersebut dijadikan sebagai Gundik Perwira Belanda, mirisnya Gundik Aceh itu kemudian membocorkan persembunyian suaminya kepada Kekasih Belandanya, sehingga dari peristiwa tersebut Suami sahnya dapat ditangkap oleh Belanda.
Zuftazani dalam De Atjeh Oorlog (hlm, 438) menyebutkan "Seorang Perwira Belanda yang mempunyai Gundik dari Wanita Aceh, yang mana Gundik itu tidak berkurang hormatnya pada tuannya walaupun tuannya adalah seorang Kafir, ini adalah sebuah kenyataan bahwa Aceh mempunyai lembaran hitam dalam sejarah menentang penjajahan Belanda, Wanita Aceh yang menjadi Gundik Belanda itu tidak hanya menjual kehormatannya melainkan juga menjual Agamanya".
Tidak dapat dipungkiri, bahwa hasil Pergundikan antara Perwira Belanda dan Wanita Aceh sisa-sisanya masih dapat dilihat sampai sekarang dari sebaran penduduk Aceh yang mempunyai darah keturunan Belanda, mereka umumnya bermata biru dan berkulit putih, hanya saja guna menutupi malu mereka terkadang menyebut sebagai keturunan Portugis yang dahulu pernah singgah di Aceh (Kapal Portugis Karam di Aceh) dan ada juga yang beralasan ketika Portugis menakluk Pasai pada Tahun 1521.
Alasan tersebut tentu tidak dapat dibenarkan sepenuhnya, mengingat rentang Kedatangan Portugis ke Aceh sangat jauh sekali (Aabad 16-17), sehingga jika keturunan Portugis itu kawain mengawin dengan penduduk lokal secara terus menerus selama beberapa genarsi akan hilang kekhasan darah dan ciri ke Eropannya, berbeda dengan Belanda yang baru datang ke Aceh pada abad 19, jelas keturunan hasil Perkawinan antara Perwira Belanda dan Gundik Acehnya itu secara genetik masih dapat dilihat di Abad 21 ini.
Orang-orang keturunan Eropa di Aceh biasanya disebut dengan Istilah "Bulek Lamno", umumnya mereka dianggap sebagai keturunan Portugis, tanpa sama sekali menyebut jika nenek moyang mereka merupakan hasil Kawin Campur antara Perwira Belanda dengan wanita Aceh yang dijadikan sebagai Gundik tuan Belandanya.
Sejarah Es Batu di Indonesia: Perjalanan Panjang Hingga Hadirnya Pabrik Pertama di indonesia
Kwa Wan Hong: Pelopor Produksi Es Batu di Indonesia
Es batu yang kini menjadi bahan pelengkap makanan sehari-hari, ternyata memiliki sejarah panjang sebelum akhirnya hadir di Indonesia. Pada masa kolonial Belanda, es batu hanya bisa dinikmati oleh kalangan elit Eropa. Harganya sangat mahal, mencapai 10 gulden untuk 500 gram, jumlah yang sangat tinggi pada waktu itu.
Masuknya Es Batu ke Hindia Belanda
Es batu balok pertama kali tiba di Indonesia pada tahun 1846 melalui pesanan perusahaan Roselie en Co. Es tersebut diimpor dari Boston, Amerika Serikat, dan dikirim ke Batavia (sekarang Jakarta). Catatan tentang pengiriman ini ditemukan dalam surat kabar Javasche Courant. Untuk menjaga es agar tidak mencair selama perjalanan, digunakan bahan pelindung seperti garam, amonia, dan kain wol khusus. Bahkan, perusahaan Djakarta Firms Voute en Gherin mulai memproduksi kain wol untuk keperluan ini.
Bagi penduduk pribumi, es batu adalah sesuatu yang aneh dan ajaib. Mereka menyebutnya "kristal ajaib" karena sifatnya yang dapat membuat air menjadi dingin atau membekukan tangan saat disentuh.
Kwa Wan Hong: Raja Es Indonesia
Kwa Wan Hong, seorang pengusaha Tionghoa kelahiran Semarang, menjadi tokoh penting dalam sejarah es batu di Indonesia. Ia mendirikan pabrik es balok pertama di Indonesia pada tahun 1885 dengan nama N.V. Ijs Fabriek Hoo Hien. Sebelum terjun ke bisnis es, Kwa Wan Hong lebih dulu menjalankan usaha kayu dan kapur.
Keberhasilan pabrik es ini membuatnya dijuluki “Raja Es”. Pada tahun 1910, ia memperluas usahanya dengan mendirikan pabrik limun serta tiga cabang pabrik es lainnya di Semarang, Tegal, dan Pekalongan. Melihat tingginya permintaan, ia kemudian membuka dua pabrik lagi di Surabaya pada tahun 1924 dan 1926.
Ekspansi ke Batavia
Kwa Wan Hong akhirnya pindah ke Batavia dan mendirikan pabrik es di Jatinegara, lengkap dengan peralatan modern yang diimpor dari luar negeri. Hingga kini, beberapa lokasi bekas pabrik es tersebut masih dikenang melalui nama tempat di daerah tersebut.
Kwa Wan Hong tidak hanya menjadi pelopor, tetapi juga menginspirasi perkembangan industri es batu di Indonesia, menjadikannya bagian penting dalam sejarah ekonomi dan budaya Indonesia.
Sumber: Catatan Sejarah Industri Es di Indonesia
Hubungan Gelap Residen Belanda dengan Putri Keraton Yogyakarta Bikin Pangeran Diponegoro Meradang
________________________________________________
Perang Jawa antara Pangeran Diponegoro dengan Belanda berawal dari Keraton Yogyakarta yang kehilangan taringnya. Saat itu memang Residen Belanda baru saja beralih jabatan dari Baron Van Salis ke Antonie Hendrik Smissaert, pada 1823. Residen baru itu disebutkan memiliki gaya hidup mewah dan suka berfoya-foya. Ia lebih sering berada di vilanya di tengah-tengah perkebunannya di Bedoyo daripada di lojinya. Bahkan, Smissaert juga memiliki rasa benci mendalam ke Pangeran Diponegoro, yang tidak diketahui alasannya. Ketiadaan pemimpin di Keraton Yogyakarta memperparah ulah Residen Smissaert.
Ia kerap bertindak sesukanya ke pejabat kesultanan. Mereka tidak lagi menghormati adat istiadat Jawa. Pada rapat-rapat resmi yang diadakan pada Senin dan Rabu, residen selalu duduk di kursi atau mahligai tempat raja duduk, yang disediakan untuk Sultan, yang oleh sementara bangsawan dinilai sebagai pencemaran atas kekuatan gaibnya. Dikutip dari buku "Sejarah Nasional Indonesia IV: Kemunculan Penjajahan di Indonesia" tingkat pejabat Belanda juga diperparah mudahnya memasuki area keraton, termasuk mengadakan hubungan gelap dengan beberapa putri keraton membuat Diponegoro prihatin.
Selain masalah moral, konflik pribadi antara Diponegoro dengan Smissaert semakin tajam, sesudah terjadi peristiwa saling mempermalukan di depan umum dalam suatu pesta di kediaman residen atau loji. Saat itu, Diponegoro terang-terangan menentang Smissaert. Pada suatu hari Smissaert dan Danurejo memerintahkan memasang anjir atau tiang pancang sebagai tanda akan dibuatnya jalan baru, yang sengaja melintasi tanah milik Diponegoro di Tegalrejo. Diponegoro memerintahkan anak buahnya untuk mencabuti pancang-pancang tersebut.
Bahkan Pangeran Diponegoro langsung mengeluarkan catatan, dan mencatat peristiwa ini berbunyi "sesudah salat asar saya keluar rumah melihat ada gerombolan orang. Saya bertanya kepada seorang pembantu saya Ki Soban namanya. Soban apa yang terjadi kok banyak orang bergerombol? Orang dari luar Gusti utusan Patih akan membuat jalan. Saya panggil pembantu yang lain Mangunharjo. Apa yang terjadi Mangunharjo? Kenapa tidak memberi tahu saya? Cabut semua pancang itu! Residen mendapat laporan bahwa pancang-pancang itu dicabut oleh pengikut Diponegoro.
Lalu, Danurejo memerintahkan untuk memasang kembali pancang-pancang, dengan dikawal oleh pasukan Macanan, pasukan pengawal Kepatihan. Sebaliknya, pengikut Diponegoro membalas mencabuti pancang-pancang yang baru ditanam. Oleh pengikut Diponegoro pancang tersebut diganti dengan tombak - tombak mereka. Insiden pancang ini membuat konflik antara Smissaert - Danurejo, dengan Pangeran Diponegoro kian tinggi hingga melibatkan kekuatan bersenjata.
ASAL USUL PATIH GAJAH MADA!!
Gajah Mada bisa jadi berasal dari Lamongan, Mojolangu, Bali, Bima, Lampung, Batak, atau bahkan Kalimantan sekalipun. Tergantung kepada siapa Anda bertanya. Sebagai tokoh besar yang ketenarannya sering jauh mengungguli raja-raja Majapahit junjungannya, nama besar dan kualitas kepemimpinannya masih laku hingga kini, masih dijadikan acuan tauladan oleh sebagian masyarakat Indonesia. Jadi jangan heran bila banyak kalangan saling berebut klaim.
Masyarakat merasa bangga memiliki identitas sebagai pewaris budaya yang hebat. Potensi historiografi masa lalu yang demikian ini memang diperlukan untuk memperteguh eksistensi identitas mereka.
Berikut ini 4 sumber tulis naskah sastra yang bisa mendukung interpretasi tentang asal-usul Gajah Mada:
NASKAH USANA JAWA
Menurut naskah ini, Gajah Mada dilahirkan di Pulau Bali.
Dikisahkan bahwa Gajah Mada lahir dengan cara memancar dari buah kelapa sebagai penjelmaan dari Sang Hyang Narayana (Visnu) sehingga Gajah Mada dipercaya lahir tanpa ayah dan ibu, namun ia lahir Karena kehendak dewa-dewi (Yamin 1977:13).
Naskah tradisional nusantara sering menegaskan legitimasi tentang kelebihan pada diri seseorang melalui mitos, sehingga tokoh yang dimaksud memang pantas dijunjung tinggi dan dihormati. Sang tokoh biasanya digambarkan sebagai anak seorang dewa atau bahkan penjelmaan dewa sendiri yang diturunkan ke dunia secara tidak lazim. Keajaiban demi keajaiban adi kodrati selalu mengiringi sejak hari kelahiran, masa kanak-kanak, dewasa, bahkan hingga hari kematiannya.
Penggambaran seperti ini umum berlaku pada sistim kepercayaan masyarakat Hindu/Buddha pada masa itu sehingga tafsir atau rasionalisasinya diperlukan agar isi naskah dapat dijadikan rujukan.
BABAD GAJAH MADA
Merupakan karya sastra Bali di masa selanjutnya. Diceritakan bahwa ada seorang pendeta muda bernama Mpu Sura Dharma Yogi yang memiliki istri bernama Patni Nari Ratih, istri yang diberikan oleh gurunya Mpu Raga Gunting atau yang dijuluki Mpu Sura Dharma Wiyasa.
Mpu Sura Darma Yogi membuat huma di sebelah selatan Lembah Tulis sedangkan Patni Nari Ratih tetap tinggal di pertamanan, hanya sesekali ia menengok sang suami di huma yang baru dibuat.
Dewa Brahma jatuh cinta kepada Patni Nari Ratih karena parasnya yang cantik. Hingga suatu ketika Nari Ratih diperkosa oleh Dewa Brahma di gubuk yang sepi.
Peristiwa tersebut Nari Ratih adukan kepada sang suami. Sehingga akhirnya mereka pergi mengembara selama berbulan-bulan lamanya. Ketika sang bayi yang ada dalam kadungan sudah waktunya untuk lahir, mereka tiba di desa Mada yang terletak di kaki Gunung Semeru.
Lahirlah sang bayi laki-laki dengan diiringi peristiwa alam yang menandakan bahwa sang bayi kelak akan menjadi tokoh penting. Bayi laki-lai tersebut diasuh oleh kepala Desa Mada, sedangkan kedua orangtuanya pergi bertapa di puncak Gunung Plambang untuk memohon keselamatan dan kejayaan bagi si bayi. Dewata mengabulkan permohonan tersebut dengan mengatakan bahwa kelak si bayi akan menjadi orang yang dikenal di seluruh nusantara.
Bertahun-tahun berlalu, Mahapatih Majapahit datang ke desa Mada dan mengajak anak kepala desa bernama Mada yang sekarang beranjak remaja untuk ikut ke Majapahit dan mengabdi kepada raja. Mahapatih Majapahit kemudian menikahkan Mada dengan putrinya yang bernama Ken Bebed, lalu membantu Mada untuk menggantikan kedudukannya sebagai Mahapatih Amangkubumi Majapahit. Berkat Mahapatih Amangkubumi Mada, Majapahit berhasil mengembangkan kekuasaannya hingga banyak raja dari luar Pulau Jawa yang tunduk kepada Raja Majapahit (Muljana 1983:175).
BABAD ARUNG BONDAN
Kitab Jawa Pertengahan Babad Arung Bondhan menawarkan penjelasan berbeda mengenai asal-usul Gajah Mada. Dalam kita tersebut dikisahkan bahwa Gajah Mada merupakan anak dari Patih Lugender (dikenal dengan nama Logender dalam cerita Damarwulan dan Menakjingga). Dalam cerita tersebut dinyatakan bahwa Logender menjadi Patih Ratu Majapahit bernama Ratu Kenya (Kencanawungu).
Terjemahan kitab adalah sebagai berikut:
“Telah lama sang raja (memerintah)
kedua orangtuanya telah meninggal
Patih Lugender dikemudian hari
dan Patih Udara
yang menggantikan kedudukannya
Patih Lugender setelah mangkat
putranya yang menggantikan
Gajah Mada namanya
disayangi oleh raja
pekerjaannya selalu cekatan
cukup lama tidak menikah
dengan manusia biasa
istrinya makhluk halus
oleh karena itu tidak menikahi manusia.
J.L.A. Brandes pernah mengatakan bahwa kisah Damarwulan dan Menakjingga terjadi dalam masa pemerintahan Ratu Suhita di tahta Majapahit. Menakjingga yang dimaksud dalam kisah tersebut setara dengan Bhre Wirabhumi, penguasa kedaton timur yang berperang melawan Majapahit.
Sehingga jika tafsiran ini diikuti maka Gajah Mada anak dari Patih Logender baru ada setelah Majapahit melewati masa kejayaannya. Sedangkan dalam berbagai prasasti dan Kakawin Nagarakrtagama sebagai bukti yang otentik disebutkan bahwa Gajah Mada berperan dalam masa awal dan masa kejayaan Majapahit dalam periode kekuasaan Hayam Wuruk.
Ilustrasi Gajah Mada pada Sampul Buku Muhammad Yamin kekunoan.com
Share
Ilustrasi Gajah Mada pada Sampul Buku Muhammad Yamin
Ilustrasi Gajah Mada pada buku Agus Aris Munandar kekunoan.com
Share
Ilustrasi Gajah Mada pada buku Agus Aris Munandar
Hal yang paling menarik dalam kitab Babad Arung Bondan dan dapat dijadikan interpretasi lebih lanjut adalah pernyataan bahwa Gajah Mada merupakan anak dari seorang Mahapatih. Adapun nama patih yang menjadi ayah Gajah Mada masih belum akurat, sebab dalam kisah-kisah tradisional nama tokoh sering berganti karena diceritakan secara berulang-ulang dalam kurun waktu yang berbeda.
PARARATON
Krtarajasa Jayawardhana, atau dalam Pararaton dikenal dengan Raden Wijaya disebutkan memiliki beberapa pengikut yang setia. Merekalah yang mengiringi Raden Wijaya dalam pengungsian dan kemudian membuka hutan Trik sebagai cikal bakal Majapahit. Pengikut-pengikut tersebut diantaranya adalah Lembusora, Nambi, Ranggalawe, Gajah Pagon, Pedang Dangdi, dan lainnya.
Baca Napak tilas pelarian Raden Wijaya ke Madura
Dikisahkan bahwa salah satu pengiring Raden Wijaya bernama Gajah Pagon, terluka karena terkena tombak di pahanya ketika berperang melawan pengikut Jayakatwang dari Kadiri. Namun walaupun dalam kondisi terluka, Gajah Pagon tetap mampu berkelahi melawan orang-orang dari Kadiri yang mengejar-ngejar rombongan Raden Wijaya.
Setelah tentara Kadiri dapat dihalau, rombongan Raden Wijaya memasuki hutan di daerah Talaga Pager. Setelah itu mereka memutuskan untuk menuju ke Desa Pandakan dan disambut oleh kepala desa bernama Macan Kuping. Di desa ini, Raden Wijaya disuguhi kelapa muda yang setelah dibuka berisi nasi putih. Kemudian perjalanan berlanjut menuju Pulau Madura dan meminta bantuan kepada Arya Wiraraja. Namun, karena luka yang diterimanya, Gajah Pagon harus ditinggalkan di Desa Pandakan (Hardjowardojo 1956:39-40).
Mengenai tokoh Gajah Pagon Kitab Pararaton menyatakan:
“Gajah Pagon tidak dapat berjalan, berkata Raden Wijaya: ‘Penghulu Desa Pandakan saya titip seorang teman, Gajah Pagon tak dapat berjalan, agar ia tinggal di sini’.
Berkatalah orang Pandakan: ‘Hal itu akan membuat buruk taunku, juka Gajah Pagon ditemukan di sini, sebaiknya jangan ada pengikut tuanku yang diam di Pandakan. Seyogyanya ia berdiam di tengah kebun, di tempat orang menyabit rumput ilalang, di tengah-tengahnya dibuat sebuah ruangan terbuka dan dibuatkan gubuk, sepi taka da orang yang tahu, orang-orang Pandakan membawakan makanannya setiap hari’.
Gajah Pagon lalu ditinggalkan di situ….” (Hardjowardojo 1965:40).
Gajah Pagon tidak diceritakan lebih lanjut oleh Kitab Pararaton, namun dapat ditafsirkan bahwa keadaan Gajah Pagon berangsur-angsur membaik dan sembuh dari lukanya. Kemungkinan lain yang terjadi adalah ia dinikahkan dengan anak perempuan dari Macan Kuping.
Setelah kepala desa Desa Pandakan meninggal dunia, Gajah Pagon menggantikan tugasnya sebagai kepala desa. Selain itu, Majapahit dapat didirikan dengan menunjuk Raden Wijaya sebagai raja. Saat itulah para pengikut setia Raden Wijaya masing-masing diberikan kedudukannya, walaupun dalam berbagai sumber menyatakan bahwa ada yang tidak puas dengan kedudukan yang diberikan. Namun, Gajah Pagon tetap menjadi kepala desa Desa Pandakan.
Tafsiran selanjutnya yang terjadi adalah Gajah Pagon memiliki putra dari perkawinannya dengan anak Macan Kuping. Anak lelaki yang tumbuh gagah seperti ayahnya yang diberi nama Gajah Mada.
Gajah Mada dilahirkan dan dibesarkan di Desa Pandakan. Kemudian, ia mendapat pendidikan kewiraan oleh ayahnya. Nama desa Pandakan sendiri mungkin berlokasi di wilayah Pandakan sekarang, salah satu kecamatan di utara Malang. Apabila hal ini benar adanya, maka dapat disimpulkan bahwa Gajah Mada lahir di Jawa Timur, di dataran tinggi Malang, sebagai daerah awal mengalirnya Sungai Brantas.
Diawal berdirinya Majapahit, orang yang cukup disegani dan menggunakan nama “Gajah” hanya Gajah Pagon. Jika sang ayah, Gajah Pagon dikenal pada masa pemerintahan Raden Wijaya, maka Gajah Mada mulai dikenal pada masa pemerintahan Raja Jayanegara.
Butuh rujukan dan referensi...🛑
Silahkan Sampaikan Referensi dan Pendapat masing-masing..
Wallahu a'lam
Semoga bermanfaat
Wassalam.....🙏🏻