05 February 2024

Orang Jawa awalnya tidak menyebut waktu dengan sebutan jam dan angka. Tetapi berdasarkan kondisi perubahan alam dan memberi sebutan atasnya. Jadi mereka tidak menyebut jam sekian (angka), alih2 mereka akan menyebut - misal "ngasar", yaitu saat bayangan ranting sama panjang dan srengéngé telah condong mengulon. Hampir setiap perubahan keadaan alam, ada sebutannya. Nah anda boleh berkunjung ke facebook @sejarahjogya untuk artikel sebutan titi wektu sehari2 orang Jawa sebelum mengenal jam ala eropa. Di Hindia Belanda, orang eropa membawa tradisi jam saku pada abad ke-17 dan kemudian satu abad kemudian jam rantai (saat itu belum ada jam tangan) setelah pada tahun 1800-an Pangeran Albert , permaisuri Ratu Victoria , memperkenalkan aksesori 'rantai Albert', yang dirancang untuk mengamankan jam saku ke pakaian luar pria melalui klip. Para raja Nusantara mengadopsi sebagai tambahan aksesori pakaian kebesaran raja pada tahun-tahun selanjutnya. Sehingga jam rantai makin populer termasuk bagaimana membaca jam. Dengan makin populernya jam ala eropa ini maka seringkali Belanda membangun tugu berisi jam sebagai sarana umum. Termasuk tugu "stadsklok" (state clock) atau jam kota yg awalnya terletak di halaman residenhuis yang membentang hingga gereja dan gedung Hamzah Batik sekarang (saat itu belum ada akses jalan Reksobayan ke Ngupasan). Jam ini dibangun pada 1916 menandai satu abad kembalinya pemerintahan Hindia Belanda (Dutch Indies) sekitar 1816 setelah sejak 1811 jatuh ke tangan Inggris. Foto Ngejaman di Ngupasan, Kemantren Gondomanan ini telah diwarnai dengan bantuan AI menggambarkan suasana Marga Mulya (saat itu disebut Petjinan) dengan Pasar Gedhe Beringhardjo di kejauhan. Sekitar 1920 - 1940an.

 Orang Jawa awalnya tidak menyebut waktu dengan sebutan jam dan angka. Tetapi berdasarkan kondisi perubahan alam dan memberi sebutan atasnya. 


Jadi mereka tidak menyebut jam sekian (angka), alih2 mereka akan menyebut - misal "ngasar", yaitu saat bayangan ranting sama panjang dan srengéngé telah condong mengulon. Hampir setiap perubahan keadaan alam, ada sebutannya.




Nah anda boleh berkunjung ke facebook @sejarahjogya untuk artikel sebutan titi wektu sehari2 orang Jawa sebelum mengenal jam ala eropa. 


Di Hindia Belanda, orang eropa membawa tradisi jam saku pada abad ke-17 dan kemudian satu abad kemudian jam rantai (saat itu belum ada jam tangan) setelah pada tahun 1800-an Pangeran Albert , permaisuri Ratu Victoria , memperkenalkan aksesori 'rantai Albert', yang dirancang untuk mengamankan jam saku ke pakaian luar pria melalui klip. Para raja Nusantara mengadopsi sebagai tambahan aksesori pakaian kebesaran raja pada tahun-tahun selanjutnya. Sehingga jam rantai makin populer termasuk bagaimana membaca jam.


Dengan makin populernya jam ala eropa ini maka seringkali Belanda membangun tugu berisi jam sebagai sarana umum. Termasuk tugu "stadsklok" (state clock) atau jam kota yg awalnya terletak di halaman residenhuis yang membentang hingga gereja dan gedung Hamzah Batik sekarang (saat itu belum ada akses jalan Reksobayan ke Ngupasan). 


Jam ini dibangun pada 1916 menandai satu abad kembalinya pemerintahan Hindia Belanda (Dutch Indies) sekitar 1816 setelah sejak 1811 jatuh ke tangan Inggris. 


Foto Ngejaman di Ngupasan, Kemantren Gondomanan ini telah diwarnai dengan bantuan AI menggambarkan suasana Marga Mulya (saat itu disebut Petjinan) dengan Pasar Gedhe Beringhardjo di kejauhan. Sekitar 1920 - 1940an.

No comments:

Post a Comment