Parade Jarik di Pasar Pahingan
Oleh : Ida Fitri
Saya senang membayangkan ketika tua nanti masih bisa jalan bareng dengan para bestie seperti ini. Mungkin ke pengajian, pameran seni rupa, diskusi buku dan film, nonton teater dan tari, mendengarkan pembacaan puisi, seminar, atau apa saja.
Seusai jalan pagi, saya mampir ke Pasar Pahingan dan melihat pemandangan indah ini. Para perempuan sepuh itu hendak menghadiri pengajian di Masjid Agung (Kauman) Kota Magelang. Mereka mengenakan jarik (kain panjang), kebaya, kerudung dan menjinjing atau mencangklong tas. Bergaya sekali, dan jariknya apik-apik!
Sungguh mereka telah lihai mentransformasikan cara berpakaian dengan luwes. Jarik dan kebaya, hanya ditambah kerudung, sudah menjadi busana "Islami". Mereka tidak melepas tradisi berbusana mengenakan jarik dan kebaya, lalu menggantinya dengan gaya baru, gamis misalnya. Mereka keren!
Saya benar-benar menghentikan langkah dan memperhatikan para perempuan sepuh itu. Agak lama mereka memilih jajanan di salah satu lapak, agak heboh pula. Hahaha persis seperti saya dan teman-teman kalau menemukan jajanan yang enak. Tapi hal itu justru menampakkan kalau mereka bahagia dan sehat. Membuat saya diam-diam berdoa semoga saya dan para sahabat panjang umur dengan sehat dan bahagia. Sehingga bisa bergaya dan kemayu seperti mereka. Amin! 😃😃
Pasar Pahingan ini juga unik. Dinamai Pahingan karena hanya ada setiap hari Minggu Pahing dan akan berulang setiap selapan atau 35 hari kalender Jawa. Pasar tiban ini menyertai jadwal rutin pengajian Masjid Kauman sejak 1961. Tapi konon Pasar Pahingan mulai ada tahun 1967. Waktu itu para pedagang makanan dan minuman berdatangan untuk jualan sekaligus mendengarkan pengajian. Mereka berjualan di halaman masjid. Makin lama penjualnya makin banyak dengan barang dagangan yang kian beragam. Ada perlengkapan ibadah, baju, mainan, dan lain sebagainya. Sampai akhirnya area jualan melebar ke bahu jalan, sampai di alun-alun yang berada di seberang masjid.
Tahun 2016, pemerintah kota hendak merelokasi pasar ini demi ketertiban dan citra kota yang teratur. Namun banyak pihak, termasuk para pedagang dan pemerhati budaya, termasuk Danu Wiratmoko dan Bagus Priyana, mengajukan keberatan. #savepahingan rupanya berhasil menyelamatkan pasar ini masih eksis hingga sekarang.
Bagaimanapun, pasar lebih dari sekadar perihal ekonomi, tetapi juga titik temu sosial dan budaya. Pasar Pahingan ini tak hanya melanggengkan perputaran ekonomi wong cilik, tapi juga menjaga interaksi sosial dan pertukaran budaya warga Magelang dengan orang-orang yang berdatangan dari wilayah sekitarnya. Temanggung, Bandongan, Kaliangkrik, Windusari, Ngablak, Grabag, Secang, dan lain sebagainya.
Kalau sudah tua nanti, jangan lupa ajak saya jalan-jalan ya, Bestie! Kita okupasi ruang dengan gaya jadul kita
No comments:
Post a Comment