11 November 2023

Pada Oktober 1945 Sri Sultan Hamengku Buwana IX mengeluarkan maklumat No.2 tentang ketentraman dan keamanan umum serta Maklumat No. 5 tanggal 26 Oktober 1945 tentang pembentukan Laskar Rakyat di Yogyakarta untuk membantu Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dalam mempertahankan kemerdekaan RI pada umumnya, serta DIY pada khususnya. Atas dasar maklumat tersebut serta dukungan dari para ulama (tokoh Islam) yang sebelumnya telah aktif dalam usaha melawan penjajah, maka secara sukarela rakyat Yogyakarta berbondong-bondong bergabung dengan laskar-laskar perjuangan di daerahnya masing-masing, tak terkecuali disambut baik oleh para tokoh Islam yang dengan rela berjuang di jalan Allah. Adapun beberapa organisasi kelaskaran yang lahir pada waktu itu antara lain, Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) daerah “Mataram” yang pada perkembangannya berganti nama menjadi Tentara Rakyat Mataram (TRM). Setelah terbentuknya TRM kemudian disusul dengan beberapa badan kelaskaran yaitu Laskar Segoroyoso dan Laskar Tirtonirmolo di Bantul, sedangkan di daerah Sleman tepatnya di Desa Brayut lahir Laskar Merah Putih. Sementara di Kulonprogo, Adikarto, serta Wonosari Gunungkidul lahir laskar dengan nama Laskar Bambu Runcing. Para ulama - dalam hal ini Muhammadiyah di Kauman - berniat untuk membentuk suatu badan perjuangan rakyat yang bernafaskan Islam, oleh karenanya dibentuklah Askar Perang Sabil dan Markas Ulama Askar Perang Sabil sebagai organisasi semi militer muslim yang ikut berjuang dalam membela tanah air khususnya di Yogyakarta. Bertepatan tanggal 17 Ramadhan 1367 H (1947), diadakan musyawarah yang dipimpin oleh Ki Bagus Hadikusumo di Kauman. Hasil dari musyawarah tersebut akhirnya diputuskan untuk membentuk badan kelaskaran di bawah pimpinan para ulama dengan nama Angkatan Perang Sabil, namun kemudian diubah menjadi Askar Perang Sabil (APS) agar tidak terjadi kekacauan dalam bentuk kesatuan yang ada dalam TNI, karena di dalam menjalankan tugasnya APS selalu berada di bawah komando TNI dalam melakukan perlawanan terhadap apapun yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan juga merupakan wadah perjuangan bagi pemuda-pemuda Islam di Yogyakarta, baik yang berasal dari pemuda-pemuda Islam bekas anggota Hizbullah maupun dari rakyat pada umumnya (hankamrata). Setelah musyawarah tersebut para ulama mengutus Ki Bagus Hadikusumo, K.H Mahfudz Siraj dan K.H. Ahmad Badawi untuk menyampaikan kebulatan tekad ulama Yogyakarta kehadapan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang pada saat itu menjabat pula sebagai mentri pertahanan. Hal ini disambut baik oleh beliau dengan mengeluarkan surat persetujuan dan memberikan doa restunya. Terjemahan kedalam bahasa Indonesia serat restu Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah sebagai berikut: ..Sudah menerima menghadap: Ki Bagus H. Hadikusumo, Kyai H. Mahfudz Siradj dan K.H. Ahmad Badawi sebagai wakil para ulama di Yogyakarta, yang menyampaikan permohonan para ulama di Yogyakarta setelah melaksanakan i’tikaf memohon kepada Allah SWT di masjid “Taqwa” Kampung Suronatan Yogyakarta pada hari malam tanggal 17 bulan puasa tahun 1879 Jawa atau tanggal 23 bulan Juli tahun 1947... Kemudian beliau menyuruh untuk menghadap Panglima Besar Jenderal Sudirman guna memberikan persetujuannya. Ternyata beliaupun menyambut baik gagasan tersebut dengan senang hati dan akan memberi pelatihan kepada anggota Askar Perang Sabil. Setelah dibentuk pada tanggal 23 Juli 1947 secara resmi didirikan pula Markas Ulama Askar Perang Sabil (MUAPS) yang merupakan wadah bagi organisasi pemimpinnya. Kenggotan APS terdiri dari dua macam : 1. Mantan anggota Sabilillah yang usia mereka rata-rata sudah lebih dari empat puluh tahun.Mereka sebagai motor penggerak, membina mental serta kemiliteran. 2. Mantan anggota Hizbullah yang juga tidak masuk dalam TNI ditambah dengan para pemuda Islam yang telah berusia tujuh belas tahun keatas. Lancarnya proses pembentukan laskar APS dikarenakan sejalan dengan adanya seruan dari Panglima Besar Jenderal Sudirman yang mengharapkan segenap lapisan masyarakat untuk ikut mempertahankan negara pada tanggal 21 Juli 1947. Peranan Askar Perang Sabil Dalam Membantu TNI di Medan pertempuran 1945-1949 : 1. Pelatihan militer di halaman Mesjid Besar Kauman dan di Alun-Alun Utara Yogyakarta. Pelatihan dilaksanakan dengan dibantu oleh pasukan TNI dan juga para mantan anggota Hizbullah yg dibentuk pada zaman Jepang. 2. Pelatihan militer yang diberikan meliputi latihan baris berbaris, latihan menembak, menyusun strategi perang dan lain sebagainya. 3. Agresi Militer Belanda I Pengiriman pasukan APS pertama kali ke kota Semarang tepatnya ke daerah Mranggen dan Srondol. Badan perjuangan MUAPS mengirimkan satu kompi pasukan APS ke daerah Mranggen dengan komandan kompi K.H. Juraimi dengan didampingi KH. Hadjid sebagai imam. 4. Selain ke Semarang, pasukan APS dikirim ke Kebumen hal tersebut dilakukan atas perintah Panglima Besar Jenderal Sudirman mealui surat perintah dari Jenderal Urip Sumohardjo. Selain karena perintah tersebut, APS juga diberi mandat oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX untuk bekerja sama dengan Angkatan Oemat Islam (AOI). 5. Setelah itu pada peristiwa pemberontakan PKI tahun 1948 APS mengirimkan satu Bataliyon pasukan ke medan pertempuran pada bulan September 1948 di bawah pimpinan Bachron Edrees. 6. etelah itu MUAPS kembali mengirim satu kompi pasukan yang dipimpin oleh M.Zaini menuju daerah kudus, disana mereka berhasil menggabungkan diri dengan kekuatan lainnya. 7. Ketika Belanda menyerang Yogyakarta, para ulama yang tergabung dalam MUAPS menyusun strategi pertempuran dan menyusun kekuatan untuk mengadakan perang gerilya. Adapun peranan APS sebagai organisasi semi militer dalam membantu TNI menghadapi pasukan Belanda ketika terjadinya Agresi Militer Belanda II di berbagai daerah Yogyakarta. Rujukan Arsip Keraton Arsip Museum Vredeburg, berupa buku saku anggota Hizbullah milik K.H Hadjid,1944. Suratmin, Askar Perang Sabil sebagai kekuatan sosio religius dalam masa revolusi fisik di Daerah Istimewa Yogyakarta 1945-1949 Elsa Nurul Fatimah, Askar Perang Sabil : Studi Politik dan Militer Religius Masa Perang Kemerdekaan di Yogyakarta. Skripsi UNY 2017 Gambar : askar perang sabil memasuki Jalan Pangurakan ke arah titik nol km 1947

 Pada Oktober 1945 Sri Sultan Hamengku Buwana IX mengeluarkan maklumat No.2  tentang ketentraman dan keamanan umum serta Maklumat No. 5 tanggal 26 Oktober 1945 tentang pembentukan Laskar Rakyat di Yogyakarta untuk membantu Tentara Keamanan Rakyat (TKR) dalam mempertahankan kemerdekaan RI pada umumnya, serta DIY pada khususnya. 


Atas dasar maklumat tersebut serta dukungan dari para ulama (tokoh Islam) yang sebelumnya telah aktif dalam usaha melawan penjajah, maka secara sukarela rakyat Yogyakarta berbondong-bondong bergabung dengan laskar-laskar perjuangan di daerahnya masing-masing, tak terkecuali disambut baik oleh para tokoh Islam yang dengan rela berjuang di jalan Allah. 


Adapun beberapa organisasi kelaskaran yang lahir pada waktu itu antara lain, Barisan Pemberontak Rakyat Indonesia (BPRI) daerah “Mataram” yang pada perkembangannya 

berganti nama menjadi Tentara Rakyat Mataram (TRM). 


Setelah terbentuknya TRM kemudian disusul dengan beberapa badan kelaskaran yaitu Laskar Segoroyoso dan Laskar Tirtonirmolo di Bantul, sedangkan di daerah Sleman tepatnya di Desa Brayut lahir Laskar Merah Putih. Sementara di Kulonprogo, Adikarto, serta Wonosari Gunungkidul lahir laskar dengan nama Laskar Bambu Runcing. 


Para ulama - dalam hal ini Muhammadiyah di Kauman - berniat untuk membentuk suatu badan perjuangan rakyat yang bernafaskan Islam, oleh karenanya dibentuklah Askar Perang Sabil dan Markas Ulama Askar Perang Sabil sebagai organisasi semi militer muslim yang ikut berjuang dalam membela tanah air khususnya di Yogyakarta.


Bertepatan tanggal 17 Ramadhan 1367 H (1947), diadakan musyawarah yang dipimpin oleh Ki Bagus Hadikusumo di Kauman. 


Hasil dari musyawarah tersebut akhirnya diputuskan untuk membentuk badan kelaskaran di bawah pimpinan para ulama dengan nama Angkatan Perang Sabil, namun kemudian diubah menjadi Askar Perang Sabil (APS) agar tidak terjadi kekacauan dalam bentuk kesatuan yang ada dalam TNI, karena di dalam menjalankan tugasnya APS selalu berada di bawah komando TNI dalam melakukan perlawanan terhadap apapun yang membahayakan keutuhan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) dan juga merupakan wadah perjuangan bagi pemuda-pemuda Islam di Yogyakarta, baik yang berasal dari pemuda-pemuda Islam bekas anggota Hizbullah maupun dari rakyat pada umumnya (hankamrata).


Setelah musyawarah tersebut para ulama mengutus Ki Bagus Hadikusumo, K.H Mahfudz Siraj dan K.H. Ahmad Badawi untuk menyampaikan kebulatan tekad ulama Yogyakarta kehadapan Sri Sultan Hamengku Buwono IX yang pada saat itu menjabat pula 

sebagai mentri pertahanan.


Hal ini disambut baik oleh beliau dengan mengeluarkan surat persetujuan dan memberikan doa restunya.


Terjemahan kedalam bahasa Indonesia serat restu Sri Sultan Hamengku Buwono IX adalah sebagai berikut:


 ..Sudah menerima menghadap: Ki Bagus H. Hadikusumo, Kyai H. Mahfudz Siradj dan K.H. Ahmad Badawi sebagai wakil para ulama di Yogyakarta, yang menyampaikan permohonan para ulama di Yogyakarta setelah 

melaksanakan i’tikaf memohon kepada Allah SWT di masjid “Taqwa” Kampung Suronatan Yogyakarta pada hari malam tanggal 17 bulan puasa tahun 1879 Jawa atau tanggal 23 bulan Juli tahun 1947...


Kemudian beliau menyuruh untuk menghadap Panglima Besar Jenderal  Sudirman guna memberikan persetujuannya.


Ternyata beliaupun menyambut baik gagasan tersebut dengan senang hati dan akan memberi pelatihan kepada anggota Askar Perang Sabil. 


Setelah dibentuk pada tanggal 23 Juli 1947 secara resmi didirikan pula Markas Ulama Askar Perang Sabil (MUAPS) yang merupakan wadah bagi organisasi pemimpinnya.


Kenggotan APS terdiri dari dua macam :


1. Mantan anggota Sabilillah yang usia mereka rata-rata sudah lebih dari empat puluh tahun.Mereka sebagai motor penggerak, membina mental serta kemiliteran. 


2. Mantan anggota Hizbullah yang juga tidak masuk dalam TNI 


ditambah dengan para pemuda Islam yang telah berusia tujuh belas tahun keatas.


Lancarnya proses pembentukan laskar APS dikarenakan sejalan dengan adanya seruan dari Panglima Besar Jenderal Sudirman yang mengharapkan segenap lapisan masyarakat untuk ikut mempertahankan negara pada tanggal 21 Juli 1947.


Peranan Askar Perang Sabil Dalam Membantu TNI di Medan pertempuran 1945-1949 :


1. Pelatihan militer di halaman Mesjid Besar 

Kauman dan di Alun-Alun Utara Yogyakarta. Pelatihan dilaksanakan dengan dibantu oleh pasukan TNI dan juga para mantan anggota Hizbullah yg dibentuk pada zaman Jepang.


2. Pelatihan militer yang diberikan meliputi latihan baris berbaris, latihan menembak, menyusun strategi perang dan lain sebagainya. 


3. Agresi Militer Belanda I Pengiriman pasukan APS pertama kali ke kota Semarang tepatnya ke daerah Mranggen dan Srondol. Badan perjuangan MUAPS mengirimkan satu kompi pasukan APS ke daerah Mranggen 

dengan komandan kompi K.H. Juraimi dengan didampingi KH. Hadjid sebagai imam. 


4. Selain ke Semarang, pasukan APS dikirim ke Kebumen hal tersebut dilakukan atas perintah Panglima Besar Jenderal Sudirman mealui surat perintah dari Jenderal Urip Sumohardjo. Selain karena perintah tersebut, APS juga diberi mandat oleh Sri Sultan Hamengku Buwana IX untuk bekerja sama dengan Angkatan Oemat Islam (AOI).


5. Setelah itu pada peristiwa pemberontakan PKI tahun 1948 APS mengirimkan satu Bataliyon pasukan ke medan 

pertempuran pada bulan September 1948 di bawah pimpinan Bachron Edrees. 


6. etelah itu MUAPS kembali mengirim satu kompi pasukan yang dipimpin oleh M.Zaini menuju daerah kudus, disana mereka berhasil menggabungkan diri dengan kekuatan lainnya. 


7. Ketika Belanda menyerang Yogyakarta, para ulama yang tergabung dalam MUAPS menyusun strategi pertempuran dan menyusun kekuatan untuk mengadakan perang gerilya. 


Adapun peranan APS sebagai organisasi semi militer dalam membantu TNI menghadapi pasukan Belanda ketika terjadinya Agresi 

Militer Belanda II di berbagai daerah Yogyakarta.


Rujukan


Arsip Keraton


Arsip Museum Vredeburg, berupa buku saku anggota Hizbullah milik K.H Hadjid,1944.


Suratmin, Askar Perang Sabil sebagai kekuatan sosio religius dalam masa revolusi fisik di Daerah Istimewa Yogyakarta 1945-1949


Elsa Nurul Fatimah, Askar Perang Sabil : Studi Politik dan Militer Religius Masa Perang Kemerdekaan di Yogyakarta. Skripsi UNY 2017





Gambar : askar perang sabil memasuki Jalan Pangurakan ke arah titik nol km 1947

No comments:

Post a Comment