Didi Kempot memberikan sebuah kalung emas sebagai hadiah kepada kekasihnya.
Tiba2 warna emas yang kuning itu menjadi biru.
Tahu sudah Didi Kempot bahwa kekasihnya telah mengkhianatinya.
Hatinya ambyar....
Hidupnya merana....
Tiba2 warna emas yang kuning itu menjadi biru.
Tahu sudah Didi Kempot bahwa kekasihnya telah mengkhianatinya.
Hatinya ambyar....
Hidupnya merana....
Kisah itu bisa kita baca dalam teks lagu "Kalung Emas" ciptaan Didi Kempot.
Memang kalau cinta sudah dikhianati, rasanya kiamat dunia ini.
Ke mana2 rasanya sumpek.
Pada tahun 60-an di Magelang kita kadang2 mendengar ada orang nglalu. Nglalu itu dari bahasa Jawa yang artinya bunuh diri.
Bunuh diri karena cinta bisa terjadi saat itu sebab saat itu belum ada media sosial untuk melarikan hati yang sedih.
Kalau sekarang orang dengan gampang mencurahkan isi hati bahkan omelan , bahkan makian dimediasi sosial yang dia punya.
Mungkin Instagram, WhatsApp ataupun Facebook.
Tapi kala itu ?
Paling pol bercerita pada teman dekat atau saudara yang dirasa dekat.
Bersurat-suratan adalah juga cara yang efektif untuk mengungkapkan isi hati.
Tapi itu makan waktu lama. Paling sedikit tiga hari surat baru diterima. Dan untuk menunggu balasan juga menunggu tiga hari yang sama.
Alhasil, untuk mengungkapkan perasaan yang gundah-gulana memerlukan waktu satu Minggu.
Satu Minggu adalah waktu yang terasa lama agar seseorang merasa isi hatinya didengar.
Mau telpon ?
Handphone belum ada.
Yang ada hanya telpon PSTN yang tidak semua orang punya.
Jangan harap ada telpon umum.
Sebab tahun 60-an di Magelang pemilik pesawat telpon hanyalah perkantoran dan pribadi2 yang mampu saja.
Kalau toh kita punya telpon, belum tentu orang yang kita tuju juga mempunyainya.
Jadi saat itu, hanya pribadi2 yang tangguh saja yang bisa melewati masa2 sulit seperti itu.
Sebab bagi orang lain biasa, tapi yang bersangkutan dunia serasa runtuh didepan mata.
Tak heran dikala itu, lagu2 melankolis yang dibawakan Rahmat Kartolo laris manis menjadi pilihan untuk didengar.
Bahkan dalam siaran pilihan pendengar radio, lagu2 semacam itu dikirimkan langsung kepada si dia yang dimaksud untuk mengemukakan isi hati.
Orang2 Magelang yang hidup di tahun 60-an kebanyakan tergembleng menjadi pribadi yang tangguh.
Sebab mereka pintar mengolah rasa dan mencari jalan keluar yang baik untuk persoalan semacam itu.
Sedangkan yang berhati lemah, ya itu tadi : nglalu....
Memang kalau cinta sudah dikhianati, rasanya kiamat dunia ini.
Ke mana2 rasanya sumpek.
Pada tahun 60-an di Magelang kita kadang2 mendengar ada orang nglalu. Nglalu itu dari bahasa Jawa yang artinya bunuh diri.
Bunuh diri karena cinta bisa terjadi saat itu sebab saat itu belum ada media sosial untuk melarikan hati yang sedih.
Kalau sekarang orang dengan gampang mencurahkan isi hati bahkan omelan , bahkan makian dimediasi sosial yang dia punya.
Mungkin Instagram, WhatsApp ataupun Facebook.
Tapi kala itu ?
Paling pol bercerita pada teman dekat atau saudara yang dirasa dekat.
Bersurat-suratan adalah juga cara yang efektif untuk mengungkapkan isi hati.
Tapi itu makan waktu lama. Paling sedikit tiga hari surat baru diterima. Dan untuk menunggu balasan juga menunggu tiga hari yang sama.
Alhasil, untuk mengungkapkan perasaan yang gundah-gulana memerlukan waktu satu Minggu.
Satu Minggu adalah waktu yang terasa lama agar seseorang merasa isi hatinya didengar.
Mau telpon ?
Handphone belum ada.
Yang ada hanya telpon PSTN yang tidak semua orang punya.
Jangan harap ada telpon umum.
Sebab tahun 60-an di Magelang pemilik pesawat telpon hanyalah perkantoran dan pribadi2 yang mampu saja.
Kalau toh kita punya telpon, belum tentu orang yang kita tuju juga mempunyainya.
Jadi saat itu, hanya pribadi2 yang tangguh saja yang bisa melewati masa2 sulit seperti itu.
Sebab bagi orang lain biasa, tapi yang bersangkutan dunia serasa runtuh didepan mata.
Tak heran dikala itu, lagu2 melankolis yang dibawakan Rahmat Kartolo laris manis menjadi pilihan untuk didengar.
Bahkan dalam siaran pilihan pendengar radio, lagu2 semacam itu dikirimkan langsung kepada si dia yang dimaksud untuk mengemukakan isi hati.
Orang2 Magelang yang hidup di tahun 60-an kebanyakan tergembleng menjadi pribadi yang tangguh.
Sebab mereka pintar mengolah rasa dan mencari jalan keluar yang baik untuk persoalan semacam itu.
Sedangkan yang berhati lemah, ya itu tadi : nglalu....
No comments:
Post a Comment