23 November 2024

Apa Tujuan Bangsa Belanda Menjajah Indonesia? Melansir laman resmi Perpusnas, tujuan Belanda datang ke Indonesia adalah mencari kekayaan, monopoli perdagangan, dan mencari daerah jajahan. Pada saat pertama mendarat di Indonesia tahun 1596, Belanda datang dengan dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Saat itu, Belanda mendarat di Pelabuhan Banten, namun kedatangan mereka diusir penduduk karena mereka bersikap kasar dan sombong. Dua tahun kemudian, Belanda datang lagi ke Indonesia dengan dipimpin Jacob van Heck yakni pada tahun 1598. Baru pada tanggal 20 Maret tahun 1602, Belanda mendirikan kongsi dagang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), dengan tujuan menghilangkan persaingan yang merugikan para pedagang Belanda. Tujuan lainnya yaitu menyatukan tenaga untuk menghadapi persaingan dengan bangsa Portugis dan pedagang-pedagang lainnya di Indonesia. Selain itu, Belanda juga memiliki tujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol. #sejarah #Belanda #cornelius #Kolonial #VOC Sumber: detikedu

 Apa Tujuan Bangsa Belanda Menjajah Indonesia?

Melansir laman resmi Perpusnas, tujuan Belanda datang ke Indonesia adalah mencari kekayaan, monopoli perdagangan, dan mencari daerah jajahan.



Pada saat pertama mendarat di Indonesia tahun 1596, Belanda datang dengan dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Saat itu, Belanda mendarat di Pelabuhan Banten, namun kedatangan mereka diusir penduduk karena mereka bersikap kasar dan sombong.


Dua tahun kemudian, Belanda datang lagi ke Indonesia dengan dipimpin Jacob van Heck yakni pada tahun 1598.


Baru pada tanggal 20 Maret tahun 1602, Belanda mendirikan kongsi dagang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), dengan tujuan menghilangkan persaingan yang merugikan para pedagang Belanda.


Tujuan lainnya yaitu menyatukan tenaga untuk menghadapi persaingan dengan bangsa Portugis dan pedagang-pedagang lainnya di Indonesia. Selain itu, Belanda juga memiliki tujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol.


#sejarah #Belanda #cornelius #Kolonial #VOC


Sumber: detikedu

HUTANG MAJAPAHIT KEPADA CINA GAGAL BAYAR Pada puncak Perang Paregreg, meskipun Majapahit berhasil menumpas Kedaton Pamotan yang Brontak dan memenggal kepala Rajanya (Bre Wirabhumi), Majapahit selepas ini hilang wibawanya didepan negeri-negeri taklukannya. Sebabnya adalah karena Kekaisaran Cina Dinasti Ming menghancurkan wibawa Majapahit. Pada saat Majapahit Menyerbu Pamotan, di Pamotan sedang ada Tamu utusan Kekaisaran Dinasti Ming, mereka Para Tamu-Tamu itu jumlahnya yang tewas terbilang banyak, yaitu 150 Orang. Atas Peristiwa itu Kekaisaran Cina menuntut Ganti Rugi sebanyak 60.000 Tahil Emas (Setara Satu triliun enam ratus sembilan belas milyar tiga ratus limapuluh dua juta) sebagai ganti Duta mereka yang terbunuh. Jika tidak Majapahit akan berperang dengan Ming. Menyadari kondisi kekuatan Militer telah merosot akibat imbas perang sebelumnya Majapahit akhirnya menyanggupi Ganti Rugi, namun pernyataan kesanggupan ini juga meleset dari Perjanjian, selama 2 Tahun Majapahit hanya mampu mengangsur 10.000 Tahil Emas saja (16,67%). Kondisi semacam itu terjadi akibat Ekonomi di Majapahit belum pulih Pasca Perang Paregreg. Sebagai bentuk keprihatinan akhirnya Ming, membebaskan Majapahit dari hutang. Walaupun masalah dengan Cina selesai, Dimata negeri taklukannya Majapahit tidak lagi sehebat dahulu, karena tunduk dibawah Kekaisaran Cina Dinasti Ming, karenanya selepas peristiwa ini negeri-negeri Taklukan Majapahit utamanya di Sumatra memberontak, mereka lebih memilih mengirimkan Upeti ke Dinasti Ming dibanding Majapahit untuk menjaga wilayah mereka. Kisah ini dapat dijumpai pada tulisan Ma-Huan yang berjudul Yingyai Shenglan.

 HUTANG MAJAPAHIT KEPADA CINA GAGAL BAYAR


Pada puncak Perang Paregreg, meskipun Majapahit berhasil menumpas Kedaton Pamotan yang Brontak dan memenggal kepala Rajanya (Bre Wirabhumi), Majapahit selepas ini hilang wibawanya didepan negeri-negeri taklukannya. Sebabnya adalah karena Kekaisaran Cina Dinasti Ming menghancurkan wibawa Majapahit. 



Pada saat Majapahit Menyerbu Pamotan, di Pamotan sedang ada Tamu utusan Kekaisaran Dinasti Ming, mereka Para Tamu-Tamu itu jumlahnya yang tewas terbilang banyak, yaitu 150 Orang. 


Atas Peristiwa itu Kekaisaran Cina menuntut Ganti Rugi sebanyak 60.000 Tahil Emas (Setara Satu triliun enam ratus sembilan belas milyar tiga ratus limapuluh dua juta) sebagai ganti Duta mereka yang terbunuh. Jika tidak Majapahit akan berperang dengan Ming. 


Menyadari kondisi kekuatan Militer telah merosot akibat imbas perang sebelumnya Majapahit akhirnya menyanggupi Ganti Rugi, namun pernyataan kesanggupan ini juga meleset dari Perjanjian, selama 2 Tahun Majapahit hanya mampu mengangsur  10.000 Tahil Emas saja (16,67%). Kondisi semacam itu terjadi akibat Ekonomi di Majapahit belum pulih Pasca Perang Paregreg. Sebagai bentuk keprihatinan akhirnya Ming, membebaskan Majapahit dari hutang. 


Walaupun masalah dengan Cina selesai, Dimata negeri taklukannya Majapahit tidak lagi sehebat dahulu, karena tunduk dibawah Kekaisaran Cina Dinasti Ming, karenanya selepas peristiwa ini negeri-negeri Taklukan Majapahit utamanya di Sumatra memberontak, mereka lebih memilih mengirimkan Upeti ke Dinasti Ming dibanding Majapahit untuk menjaga wilayah mereka. 


Kisah ini dapat dijumpai pada  tulisan Ma-Huan yang berjudul Yingyai Shenglan.

18 November 2024

SEJARAH LAHIRNYA AKSARA. Gambar ini adalah bagan perbandingan yang menunjukkan evolusi dari abjad modern selama rentang 7.000+ tahun di berbagai budaya dan sistem penulisan di seluruh dunia. Ini melacak perkembangan huruf individu dari hieroglif Mesir kuno dan naskah Semitik melalui Fenisia, Yunani, dan sistem penulisan menengah lainnya, yang berpuncak pada abjad Latin modern. Setiap kolom mewakili tahap dalam evolusi penulisan, menunjukkan bagaimana setiap huruf telah berubah selama ribuan tahun dalam naskah yang berbeda, seperti Hieroglif, Proto-Sinaitik, Fenisia, Yunani, dan Arab, antara lain. Bagan ini merupakan representasi visual dari kontinuitas dan adaptasi karakter saat mereka bertransisi dari satu budaya ke budaya lainnya, menunjukkan warisan bersama dan keterhubungan komunikasi tertulis lintas peradaban. Pencipta grafik ini adalah Rich Ameninhat, seperti yang disebutkan di bagian bawah gambar. sumber: scient explorist.

 SEJARAH LAHIRNYA AKSARA. 


Gambar ini adalah bagan perbandingan yang menunjukkan evolusi dari abjad modern selama rentang 7.000+ tahun di berbagai budaya dan sistem penulisan di seluruh dunia.



Ini melacak perkembangan huruf individu dari hieroglif Mesir kuno dan naskah Semitik melalui Fenisia, Yunani, dan sistem penulisan menengah lainnya, yang berpuncak pada abjad Latin modern.


Setiap kolom mewakili tahap dalam evolusi penulisan, menunjukkan bagaimana setiap huruf telah berubah selama ribuan tahun dalam naskah yang berbeda, seperti Hieroglif, Proto-Sinaitik, Fenisia, Yunani, dan Arab, antara lain. 


Bagan ini merupakan representasi visual dari kontinuitas dan adaptasi karakter saat mereka bertransisi dari satu budaya ke budaya lainnya, menunjukkan warisan bersama dan keterhubungan komunikasi tertulis lintas peradaban.


Pencipta grafik ini adalah Rich Ameninhat, seperti yang disebutkan di bagian bawah gambar. 


sumber: scient explorist.

16 November 2024

SKETSA ASLI PANGERAN DIPONEGORO Di atas adalah (semacam) kop surat resmi yang di bawahnya tertera catatan tangan yang bertiti mangsa 1870 (15 tahun setelah Diponegoro wafat): "Kandjeng Soeltan Abdoel Hamid Heroetjokro Kabiril Moekminnin Sajidin Panatagama Djawi Senopati Hingalogo Sabiloolah Chalifat Rasulillah Hingkang Hagomo Islam" Kop surat ini berupa foto litograf Pangeran Arijo (PA) Diponegoro, dan secara verbatim tertulis begini: "Pangeran Ario Diponegoro, aanvoerder in de Java Oorlog van 1825-1830" (Pangeran Ario Diponegoro, pemimpin Perang Jawa tahun 1825-1830) Foto litograf PA Diponegoro tersebut tersebut berasal dari gambar yang diproduksi oleh Mayor H. de Stuers pada tahun 1830, artinya digambar saat PA Diponegoro masih hidup pasca tertangkap. Foto litograf yang merekam busana PA Diponegoro yang kearab-araban ini bersesuaian dengan glasnegatief (film negatif) nomor indeks G-699 ruang 1.41.35, dan sesuai dengan cetakan litograf bernomor indeks 36C-373 di Leiden University Libraries (akses juga bisa didapatkan melalui KITLV). Melalui pendidikan pesantren, banyak ilmu yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro dengan membaca banyak karangan-karangan ulama Islam terkemuka. Menurut Peter Carey dalam (Ma'ruf, 2018), di antara karangan ulama yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro adalah sebagai berikut: (1) Kitab Tuhfah, berisi ajaran sufisme tentang "tujuh tahap eksistensi" dalam pencarian Tuhan, sering dikaji juga oleh masyarakat Islam Jawa. (2) Kitab tentang Usul dan Tasawuf. (3) Suluk, berupa syair mistik Jawa. (4) Sejarah para Nabi (Serat Anbiya) dan Tafsir Quran. (5) Kitab Sirat as-salatin dan Taj as Salatin, berisi tentang pembelajaran filsafat politik Islam. (6) Kitab Taqrib, Lubab al Fiqh dan Muharor, berisikan tentang hukum-hukum Islam. Sumber : https://www.kontenislam.com/2024/07/busana-asli-pangeran-diponegoro.html

 SKETSA ASLI PANGERAN DIPONEGORO

Di atas adalah (semacam) kop surat resmi yang di bawahnya tertera catatan tangan yang bertiti mangsa 1870 (15 tahun setelah Diponegoro wafat):

"Kandjeng Soeltan Abdoel Hamid Heroetjokro Kabiril Moekminnin Sajidin Panatagama Djawi Senopati Hingalogo Sabiloolah Chalifat Rasulillah Hingkang Hagomo Islam"



Kop surat ini berupa foto litograf Pangeran Arijo (PA) Diponegoro, dan secara verbatim tertulis begini:

"Pangeran Ario Diponegoro, aanvoerder in de Java Oorlog van 1825-1830"

(Pangeran Ario Diponegoro, pemimpin Perang Jawa tahun 1825-1830)

Foto litograf PA Diponegoro tersebut tersebut berasal dari gambar yang diproduksi oleh Mayor H. de Stuers pada tahun 1830, artinya digambar saat PA Diponegoro masih hidup pasca tertangkap.

Foto litograf yang merekam busana PA Diponegoro yang kearab-araban ini bersesuaian dengan glasnegatief (film negatif) nomor indeks G-699 ruang 1.41.35, dan sesuai dengan cetakan litograf bernomor indeks 36C-373 di Leiden University Libraries (akses juga bisa didapatkan melalui KITLV).

Melalui pendidikan pesantren, banyak ilmu yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro dengan membaca banyak karangan-karangan ulama Islam terkemuka. Menurut Peter Carey dalam (Ma'ruf, 2018), di antara karangan ulama yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro adalah sebagai berikut:

(1) Kitab Tuhfah, berisi ajaran sufisme tentang "tujuh tahap eksistensi" dalam pencarian Tuhan, sering dikaji juga oleh masyarakat Islam Jawa.

(2) Kitab tentang Usul dan Tasawuf.

(3) Suluk, berupa syair mistik Jawa.

(4) Sejarah para Nabi (Serat Anbiya) dan Tafsir Quran.

(5) Kitab Sirat as-salatin dan Taj as Salatin, berisi tentang pembelajaran filsafat politik Islam.

(6) Kitab Taqrib, Lubab al Fiqh dan Muharor, berisikan tentang hukum-hukum Islam.

Sumber : https://www.kontenislam.com/2024/07/busana-asli-pangeran-diponegoro.html


11 November 2024

Suku Alifuru Maluku Megaliptik 1200 SM Sebelum mengalami Perkawinan campur dengan Suku Ras Bangsa dari Timur Tengah & Eropa, yang mana kita tahu Pernah masuk ke Maluku untuk Tujuan Perdagangan, Penyiaran Agama maupun untuk Menjajah. A r a b masuk di Maluku Ternate Tahun 1257 Portugis masuk di Maluku Ambon Tgl 16 Februari Thn 1497 Spanyol masuk di Maluku / Tidore 1521 Belanda masuk di Maluku Tahun 1605 Doc : Moluks Historisch Museum

 Suku  Alifuru   Maluku  Megaliptik  1200 SM

Sebelum mengalami Perkawinan campur dengan Suku Ras  Bangsa dari Timur Tengah & Eropa, yang  mana kita tahu  Pernah masuk  ke Maluku  untuk Tujuan  Perdagangan, Penyiaran Agama maupun  untuk  Menjajah.

A r a b  masuk di Maluku Ternate  Tahun  1257

Portugis masuk di Maluku  Ambon Tgl 16 Februari   Thn    1497

Spanyol  masuk di Maluku / Tidore  1521

Belanda  masuk di Maluku  Tahun    1605



Doc  :

Moluks  Historisch  Museum

03 November 2024

Hotel Baraboedoer di Barat Laut Candi Borobudur 1912

 Hotel Baraboedoer di Barat Laut Candi Borobudur 1912



01 November 2024

Manusia PENAKLUK PETIR.. "Kisah kiageng selo" Sang Penangkap Petir. Makamnya ada di Daerah Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah, Yg sekarang Wilayah itu juga bernama Selo. Ia terkenal dengan kisah legendanya, menangkap petir. Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Ia moyang (cikal bakal-) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta). Dalam Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), diceritakan,1 Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dinikahkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo. Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet atau Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak. Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram menggantikan Pajang. Kisah menangkap petir" Kisah mrenangkap petir terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun. Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak. Kanjeng Sunan Demak makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air. Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng. Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.

 Manusia PENAKLUK PETIR..


"Kisah kiageng selo" Sang Penangkap Petir.

Makamnya ada di Daerah Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah,  Yg sekarang Wilayah itu juga bernama Selo. Ia terkenal dengan kisah legendanya, menangkap petir.



Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Ia moyang (cikal bakal-) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).


Dalam Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), diceritakan,1 Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dinikahkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan.


Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo.


Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet atau Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.


Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram menggantikan Pajang.

Kisah menangkap petir"


Kisah mrenangkap petir terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun.


Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo.


Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak.


Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak.


Kanjeng Sunan Demak makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air.


Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo.


Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.


Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir.


Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.

30 October 2024


Sejarah Loano Purworejo: Pertempuran Simbarjoyo & Simalodra




Loano merupakan wilayah di utara Purworejo yang penuh kisah dan memiliki sejarah panjang sejak masa kerajaan. Berawal dari nama Kadipaten Singgelopuro hingga menjadi tempat yang dikenal dengan sebutan Loano saat ini.

Salah satu wilayah Kadipaten Singgelo (Loano) adalah desa Mudalrejo. Desa Mudalrejo adalah sebuah desa yang aman dan tentram karena mempunyai sesepuh atau penasehat desa yang bijak bernama Ki Hanggabaya.

Ki Hanggabaya mempunyai saudara yang dikenal sakti yang bernama Ki Simbarjoyo. Ki Simbarjoyo mempunyai sebuah padepokan yang berada di wilayah Geger Menjangan.

Di sebuah daerah di gunung Tidar (sekarang wilayah Magelang), hiduplah gerombolan perampok yang dipimpin oleh Simalodra. Simalodra adalah seorang kepala perampok yang dikenal sakti mandraguna pilih tanding. Namun, dia mempunyai watak yang kejam dan gemar menghabisi korban rampokan.

Mendengar tentang kekayaan Kadipaten Singgelo, Simalodra berniat untuk mengadakan rampasan di sebuah desa pinggiran wilayah Kadipaten Singgelo. Dengan perencanaan yang matang, akhirnya gerombolan perampok dari Tidar ini berhasil menjarah harta kekayaan desa tersebut.

* Perang tanding antara Tumenggung Handakara dan Simalodra.

Berita tentang Simalodra didengar oleh Adipati Singgelo sehingga membuat suasan Kadipaten Singgelo menjadi resah dan tak aman. Lalu, Adipati Singgelo sowan ke Kerajaan Majapahit dan melaporkan kejadian tersebut. Prabu Brawijaya mengutus Tumenggung Handakara untuk membasmi perampok Tidar.

Namun, berita rencana penyerangan tersebut telah didengar oleh Simalodra. Dengan taktik cerdas, Simalodra pun menyongsong kedatangan para prajurit Majapahit dengan mengadakan pengepungan di hutan Margoyoso dan terjadilah perang antara prajurit Majapahit dengan gerombolan berandal Tidar.

Prajurit Majapahit ternyata tidak menandingi kekuatan pasukan berandal Tidar sehingga mengalami kekalahan. Saat itu pula, terjadi perang tanding antara Tumenggung Handakara dengan Simalodra. Pada awal mula, perang tanding antara kedua orang sakti tersebut seimbang kekuatan. Di akhir pertempuran Simalodra berhasil membunuh Tumenggung Handakara.

Jenasah Tumenggung Handakara dibawa ke Kadipaten Singgelo dan dimakam di pekuburan Danyangan, letaknya berada di dekat PDAM Mudalrejo.

* Ki Hanggabaya melawan Simalodra.

Berita tewasnya Tumenggung Handakara membuat Ki Hanggabaya ingin menumpas gerombolan perampok Tidar. Saat Simalodra sedang menikmati hasil rampokan. Tiba-tiba, datang seorang anak buah yang memberitakan adanya pasukan dari Kadipaten Singgelo menuju Tidar. Lalu, dikumpulkan anak buah Simalodra dan menentukan taktik perang dengan mengepung barisan prajurit Kadipaten Singgelo di hutan Margayasa.

Ketika pasukan Hanggabaya sampai ditujuan, gerombolan Simalodra datang dari segala arah, mengepung pasukan Hanggabaya. Namun, lagi-lagi kekuatan gerombolan Tidar berada di atas kekuatan prajurit Singgelo.

Simalodra berhadapan langsung dengan Ki Hanggabaya, Kondisi fisik Simalodra memang sangat kuat sehingga Ki Hanggabaya terdesak mundur dan di saat lengah Ki Hanggabaya berhasil dibunuh oleh Simalodra, maka tewaslah seorang sesepuh desa Mudalrejo.

Jenazah Ki Hanggabaya dimakamkan di desa Mudalrejo dukuh Onggopaten, sebelah selatan PDAM Mudalrejo.

* Ki Simbarjoyo Dikalahkan Simalodra

Berita kematian Ki Hanggabaya sampai ke wilayah Geger Menjangan dan membuat marah saudaranya, yaitu Ki Simbarjoyo. Dengan bersenjata tombak, Ki Simbarjoyo sangat optimis dapat menghabisi Simalodra. dia mendatangi gerombolan perampok Tidar seorang diri, tanpa mau dibantu oleh murid-muridnya. Terjadilah pertempuran di hutan Margoyoso, perbatasan antara Kadipaten Singgelo dan Tidar.

Meskipun dikeroyok, Ki Simbarjoyo tidak mundur bahkan banyak anak buah Simalodra yang tewas. Ki Simbarjoyo langsung berhadapan dengan Simalodra. Kedua pihak sama-sama sakti, namun, tombak Ki Simbarjoyo patah terkena sabetan pedang Simalodra. Dengan keadaan lengah, tendangan Simalodra mendarat ke dada sehingga Simbarjoyo terpelanting jauh masuk jurang, dan akhirnya jatuh ke sebuah air terjun di hutan Margoyoso, di aliran sungai Bogowonto.

* Kematian Simalodra

Salah satu saudara Ki Simbarjoyo, adalah Ki Honggopati. Honggopati merasa sudah saatnya untuk turun gunung dan menumpas perampok Tidar. Kemudian, Ki Honggopati memanggil para cantrik dan murid-muridnya untuk menemani saat perang melawan Simalodra. Para murid dan cantrik sangat setuju dan mendukung perjuangan Ki Honggopati, dan bersiap-siap menuju lembah gunung Tidar.

Singkat cerita, belum sampai ke Margoyoso, para peramp0k ternyata sudah berada di loano. dan bertemulah kedua pasukan tersebut di sebelah utara Loano sehingga terjadi perang. Tombak trisula Honggopaten yang dipegang Ki Honggopati berhasil membuat luka dan menghabisi banyak kawanan perampok. Melihat kejadian itu, Simalodra segera melompat dan menghadang sepak terjang Honggopati, terjadilan perang tanding.

Antara Honggopati dan Simalodra sama-sama kuat dan seimbang. Keduanya sama-sama lincah dan saling menangkis serangan. Namun, kelincahan Simalodra berada di bawah ketrampilan perang Honggopati. Sebuah tusukan trisula honggopaten berhasil menusuk perut Simalodra, sehingga terburai dan keluar usus Simalodra. Tewaslah sudah kepala perampok yang sakti itu. semua anak buah Simalodra dibunuh semua.

Sorak-sorai prajurit Honggopaten menyerukan suara kemenangan. Lalu, mayat para perampok di kuburkan dalam satu lobang, atau di kalong sehingga tempat tersebut sekarang bernama dukuh Kalongan. Dukuh Kalongan berada di sebelah timur PDAM Mudalrejo, di pinggir kali Kodil.

* Kembali Ke Ki Simbarjoyo

Setelah mengalami kekalahan dan dengan keadaan terluka, Ki Simbarjoyo berusaha pulang ke desa Mudalrejo. Lalu pergi ke kaki gunung Sumbing untuk bertapa. Selang beberapa tahun berlalu, Ki Simbarjoyo pulang ke Mudalrejo. Saat pulang, beliau menemukan sumber mata air yang memancar sangat jernih. Kemudian, beliau berkata pada murid-muridnya bahwa mata air tersebut diberi nama mata air Mudal. Sedangkan dukuhnya diberi nama dukuh Simbarjoyo.

Setelah wafat, Ki Simbarjoyo dimakamkan dekat mata air, tepatnya sebelah utara.

Oleh pemerintah Hindia Belanda, mata air Simbarjoyo dirubah menjadipemandian Simbarjoyo. Maka, semakin gemah ripah loh jinawi keadaan dukuh Simbarjoyo dengan adanya mata air dan pemandian Simbarjoyo. pada sekitar tahun 1980, pemandian Simbarjoyo dirubah menjadi PDAM yang bisa menyediakan air ke beberapa desa di Purworejo.

.

* https://wiyonggoputih.blogspot.com/2021/11/sekilas-sejarah-mudalrejo-loano.html

Loano merupakan wilayah di utara Purworejo yang penuh kisah dan memiliki sejarah panjang sejak masa kerajaan. Berawal dari nama Kadipaten Singgelopuro hingga menjadi tempat yang dikenal dengan sebutan Loano saat ini.

Salah satu wilayah Kadipaten Singgelo (Loano) adalah desa Mudalrejo. Desa Mudalrejo adalah sebuah desa yang aman dan tentram karena mempunyai sesepuh atau penasehat desa yang bijak bernama Ki Hanggabaya.

Ki Hanggabaya mempunyai saudara yang dikenal sakti yang bernama Ki Simbarjoyo. Ki Simbarjoyo mempunyai sebuah padepokan yang berada di wilayah Geger Menjangan.

Di sebuah daerah di gunung Tidar (sekarang wilayah Magelang), hiduplah gerombolan perampok yang dipimpin oleh Simalodra. Simalodra adalah seorang kepala perampok yang dikenal sakti mandraguna pilih tanding. Namun, dia mempunyai watak yang kejam dan gemar menghabisi korban rampokan.

Mendengar tentang kekayaan Kadipaten Singgelo, Simalodra berniat untuk mengadakan rampasan di sebuah desa pinggiran wilayah Kadipaten Singgelo. Dengan perencanaan yang matang, akhirnya gerombolan perampok dari Tidar ini berhasil menjarah harta kekayaan desa tersebut.

* Perang tanding antara Tumenggung Handakara dan Simalodra.

Berita tentang Simalodra didengar oleh Adipati Singgelo sehingga membuat suasan Kadipaten Singgelo menjadi resah dan tak aman. Lalu, Adipati Singgelo sowan ke Kerajaan Majapahit dan melaporkan kejadian tersebut. Prabu Brawijaya mengutus Tumenggung Handakara untuk membasmi perampok Tidar.

Namun, berita rencana penyerangan tersebut telah didengar oleh Simalodra. Dengan taktik cerdas, Simalodra pun menyongsong kedatangan para prajurit Majapahit dengan mengadakan pengepungan di hutan Margoyoso dan terjadilah perang antara prajurit Majapahit dengan gerombolan berandal Tidar.

Prajurit Majapahit ternyata tidak menandingi kekuatan pasukan berandal Tidar sehingga mengalami kekalahan. Saat itu pula, terjadi perang tanding antara Tumenggung Handakara dengan Simalodra. Pada awal mula, perang tanding antara kedua orang sakti tersebut seimbang kekuatan. Di akhir pertempuran Simalodra berhasil membunuh Tumenggung Handakara.

Jenasah Tumenggung Handakara dibawa ke Kadipaten Singgelo dan dimakam di pekuburan Danyangan, letaknya berada di dekat PDAM Mudalrejo.

* Ki Hanggabaya melawan Simalodra.

Berita tewasnya Tumenggung Handakara membuat Ki Hanggabaya ingin menumpas gerombolan perampok Tidar. Saat Simalodra sedang menikmati hasil rampokan. Tiba-tiba, datang seorang anak buah yang memberitakan adanya pasukan dari Kadipaten Singgelo menuju Tidar. Lalu, dikumpulkan anak buah Simalodra dan menentukan taktik perang dengan mengepung barisan prajurit Kadipaten Singgelo di hutan Margayasa.

Ketika pasukan Hanggabaya sampai ditujuan, gerombolan Simalodra datang dari segala arah, mengepung pasukan Hanggabaya. Namun, lagi-lagi kekuatan gerombolan Tidar berada di atas kekuatan prajurit Singgelo.

Simalodra berhadapan langsung dengan Ki Hanggabaya, Kondisi fisik Simalodra memang sangat kuat sehingga Ki Hanggabaya terdesak mundur dan di saat lengah Ki Hanggabaya berhasil dibunuh oleh Simalodra, maka tewaslah seorang sesepuh desa Mudalrejo.

Jenazah Ki Hanggabaya dimakamkan di desa Mudalrejo dukuh Onggopaten, sebelah selatan PDAM Mudalrejo.

* Ki Simbarjoyo Dikalahkan Simalodra

Berita kematian Ki Hanggabaya sampai ke wilayah Geger Menjangan dan membuat marah saudaranya, yaitu Ki Simbarjoyo. Dengan bersenjata tombak, Ki Simbarjoyo sangat optimis dapat menghabisi Simalodra. dia mendatangi gerombolan perampok Tidar seorang diri, tanpa mau dibantu oleh murid-muridnya. Terjadilah pertempuran di hutan Margoyoso, perbatasan antara Kadipaten Singgelo dan Tidar.

Meskipun dikeroyok, Ki Simbarjoyo tidak mundur bahkan banyak anak buah Simalodra yang tewas. Ki Simbarjoyo langsung berhadapan dengan Simalodra. Kedua pihak sama-sama sakti, namun, tombak Ki Simbarjoyo patah terkena sabetan pedang Simalodra. Dengan keadaan lengah, tendangan Simalodra mendarat ke dada sehingga Simbarjoyo terpelanting jauh masuk jurang, dan akhirnya jatuh ke sebuah air terjun di hutan Margoyoso, di aliran sungai Bogowonto.

* Kematian Simalodra

Salah satu saudara Ki Simbarjoyo, adalah Ki Honggopati. Honggopati merasa sudah saatnya untuk turun gunung dan menumpas perampok Tidar. Kemudian, Ki Honggopati memanggil para cantrik dan murid-muridnya untuk menemani saat perang melawan Simalodra. Para murid dan cantrik sangat setuju dan mendukung perjuangan Ki Honggopati, dan bersiap-siap menuju lembah gunung Tidar.

Singkat cerita, belum sampai ke Margoyoso, para peramp0k ternyata sudah berada di loano. dan bertemulah kedua pasukan tersebut di sebelah utara Loano sehingga terjadi perang. Tombak trisula Honggopaten yang dipegang Ki Honggopati berhasil membuat luka dan menghabisi banyak kawanan perampok. Melihat kejadian itu, Simalodra segera melompat dan menghadang sepak terjang Honggopati, terjadilan perang tanding.

Antara Honggopati dan Simalodra sama-sama kuat dan seimbang. Keduanya sama-sama lincah dan saling menangkis serangan. Namun, kelincahan Simalodra berada di bawah ketrampilan perang Honggopati. Sebuah tusukan trisula honggopaten berhasil menusuk perut Simalodra, sehingga terburai dan keluar usus Simalodra. Tewaslah sudah kepala perampok yang sakti itu. semua anak buah Simalodra dibunuh semua.

Sorak-sorai prajurit Honggopaten menyerukan suara kemenangan. Lalu, mayat para perampok di kuburkan dalam satu lobang, atau di kalong sehingga tempat tersebut sekarang bernama dukuh Kalongan. Dukuh Kalongan berada di sebelah timur PDAM Mudalrejo, di pinggir kali Kodil.

* Kembali Ke Ki Simbarjoyo

Setelah mengalami kekalahan dan dengan keadaan terluka, Ki Simbarjoyo berusaha pulang ke desa Mudalrejo. Lalu pergi ke kaki gunung Sumbing untuk bertapa. Selang beberapa tahun berlalu, Ki Simbarjoyo pulang ke Mudalrejo. Saat pulang, beliau menemukan sumber mata air yang memancar sangat jernih. Kemudian, beliau berkata pada murid-muridnya bahwa mata air tersebut diberi nama mata air Mudal. Sedangkan dukuhnya diberi nama dukuh Simbarjoyo.

Setelah wafat, Ki Simbarjoyo dimakamkan dekat mata air, tepatnya sebelah utara.

Oleh pemerintah Hindia Belanda, mata air Simbarjoyo dirubah menjadipemandian Simbarjoyo. Maka, semakin gemah ripah loh jinawi keadaan dukuh Simbarjoyo dengan adanya mata air dan pemandian Simbarjoyo. pada sekitar tahun 1980, pemandian Simbarjoyo dirubah menjadi PDAM yang bisa menyediakan air ke beberapa desa di Purworejo.

.

* https://wiyonggoputih.blogspot.com/2021/11/sekilas-sejarah-mudalrejo-loano.html