Diponegoro Menikahi Maduretno, Bagaikan Dewa Wisnu dan Dewi Sri
________________________________________________
Sudah tiga tahun Hamengkubuwono III memerintah. Diponegoro menyebut Yogyakarta sudah makmur. Karenanya, Hamengkubuwono III pun menyarankan Diponegoro untuk segera menikah.
Diponegoro menceritakan kemeriahan pernikahannya di babad yang ia tulis. Ketika duduk di pelaminan, Diponegoro menggambarkan dirinya dan istrinya bagaikan Dewa Wisnu dan Dewi Sri.
Sebelum sampai di acara pernikahan, Hamengkubuwono III menyuruh Diponegoro meminta pendapat kepada sang nenek yang berada di keputren mengenai pernikahan itu. Saat masuk keputren, Diponegoro melihat sosok perempuan, yang ternyata Ratu Maduretno, yang sedang berdiri di pintu keluar keputren yang mengarah ke tempat semedi.
Lama Diponegoro melihatnya dari belakang, hingga akhirnya sosok perempuan itu menengok ke belakang. Keduanya saling bertatap. Diponegoro tertegun, malu, akhirnya hanya bisa duduk jongkok, bagai anak panah yang remuk sebelum mencapai sasaran.
“Di dunia ada wanita seperri ini, semua serba pantas tidak ada yang melebihi, siapakah yang mempunyai anak ini?” tanya Diponegoro dalam batin.
Diponegoro tertegun begitu lama, hampir lupa pada tugas dari ayahnya. Ia pun segera menemui neneknya.
“Nak, kau disuruh apa oleh ayahmu,” tanya nenek Diponegoro, yaitu istri dari Hamengkubuwono II.
Diponegoro pun segera menjelaskan pesan dari ayahnya mengenai pendapat pernikahan. Pulang dari keputren, Diponegoro terbayang-bayang pada sosok perempuan yang ia temui di keputren.
Ketika sudah berada di tegalrejo pun wajah sosok perempuan itu masih terbayang-bayang. “Walau keliling jagad, aku belum melihat ada cahaya wanita yang mirip seikit saja,” kata Diponegoro.
Membawa pesan Hamengkubuwono III, Ratu Kencono mengunjungi Tegalrejo. Ia menawari Diponegoro untuk bersedia dinikahkan.
Diponegoro mengiyakan, karena belum pernah melihat perempuan seperti yang ia lihat di keputren. Ratu Kencono pun tersenyum mendengar jawaban Diponegoro.
Hamengkubuwono III senang mendengar jawaban Diponegoro. “Benar anakmu. Walau aku belum melihat wanita yang dimaksud itu beserta ibunya, memang betul Si Thole, Yogyakarta adalah tempat kedua sifat, yang pembawaannya sopan santun dan pantas,” kata Hamengkubuwono III kepada istrinya, Ratu Kencono.
Pada hari Senin, Diponegoro dipanggil Hamengkubuwono III. Diponegoro diterima di puri, bersama kerabat kerajaan, para ulama dan adipati.
Diponegoro dinikahkan dengan Maduretno. “Sudah beruntung anakku, diberi oleh Allah jodoh pilihan Tanah Jawa. Tugas Ratu Maduretno melahirkan, andaikan ayah dan ibunya sempat menyaksikan,” kata Hamengkubuwono III di dalam hati.
“Kanjeng Sultan sudah duduk dibangsal kencana, dihadap semua abdi. Sang retno segera dipanggil keluar dari Prabayaksa, Kanjeng Ratu Bendoro yang mengiringi. Bersama semua ratu dan juga para putrid, sang retno diiirng sang kusuma bagai wanita turun dari surga yang diisiringi semua bidadarai. Dewi Uma yang memimpin,” tulis Diponegoro mengenai prosesi pernikahannya di dalam babad yang ia tulis.
Sang pengantin duduk di bawah tenda pelaminan. “Kanjeng Sultan bagai Sang Hyang Jagadnata yang pantas duduk di kahyangan Jonggring Saloka,” lanjut Diponegoro.
Hamengkubuwono III lalu memerintah agar Diponegoro segera dihadirkan di pelaminan. Diponegoro datang diiring oleh semua abdi dalem.
Setelah tiba di hadapan Hamengkubuwono III, Diponegoro diminta duduk bersama pengantin perempuan. “Sudah berdampingan bagaikan Dewa Wisnu dan Dewi Sri. Banyak wanita yang teroana menyaksikan keduanya,” tulis Diponegoro.
No comments:
Post a Comment