Basah Ngabdullatip Kerto Pengalasan
( Kromowijoyo/ Kramawijaya/ Kerta Pengalasan )
Lahir : tahun 1795 M
Senopati Pangeran Diponegoro.
Kepala desa di Desa Tanjung, Nanggulan, Kulon Progo.
Perjuangan : 1825 - 28 Maret 1830 M
Wafat : tahun 1866 M
Makam : 7F38+FQQ, Kalimati, Tirtomartani, Kec. Kalasan, Kabupaten Sleman, Daerah Istimewa Yogyakarta 55571.
Keterangan :
Basah Kerto Pengalasan merupakan salah satu tokoh yang berperan penting dalam Perang Jawa (1825-1830). Namun namanya sering terlupakan dalam sejarah Indonesia. Konon Basah Kerto Pengalasan adalah orang suruhan Pangeran Diponegoro untuk menawarkan negosiasi perang kepada Belanda.
Ia adalah orang suruhan Diponegoro berpura-pura menyerah pada Belanda. Namun pasukan Belanda tak serta merta mempercayai sikap tersebut. Cleerens sang panglima perang kolonial khawatir gerakan ini menjadi jebakan bagi pihaknya.
Kendati begitu, Pengalasan diperlakukan seperti kaki tangan Belanda untuk memata-matai gerakan Diponegoro. Cleerens mencoba untuk menjebak ulang orang suruhan Diponegoro dengan cara mengetahui rahasia-rahasia Diponegoro.
Perannya yang misterius membuat Basah Kerto Pengalasan selamat dari berbagai risiko penangkapan di akhir perang Jawa.
Ia tidak tertangkap oleh Belanda ketika peristiwa Perang Jawa perlahan-lahan mulai menunjukan kekalahannya. Begitupun ketika Pangeran Diponegoro dijebak oleh Jenderal Belanda De Kock, Basah Kerto Pengalasan sama sekali tak kena dampaknya.
Pengalasan malah tinggal di Semarang dengan tenang tanpa khawatir Belanda akan menjemput paksa karena terlibat dalam Perang Jawa. Namun di sisi lain Pengalasan masih menjalin komunikasi yang baik dengan Diponegoro. Hal ini menimbulkan pertanyaan, siapakah sebenarnya Basah Kerto Pengalasan? Berikut ulasannya.
Basah Kerto Pengalasan Menjadi Pengikut Diponegoro
Menurut Peter Carey dalam buku berjudul, “Sisi Lain Diponegoro: Babad Kedung Kebo dan Historiografi Perang Jawa” (2018), Pengalasan pertama kali bergabung dengan gerakan Pangeran Diponegoro pada tahun 1825. Masa perang Jawa menunjukkan eksistensi awal.
Basah Kerto Pengalasan merupakan keturunan Mataram yang membenci kolonial sama seperti Pangeran Diponegoro. Gerakan Pengalasan memusuhi Belanda terjadi secara masif dengan mengomandoi beberapa pasukan yang dipimpin secara langsung oleh Pangeran Diponegoro.
Menurut Carey, Basah Kerto Pengalasan memiliki visi misi yang sama dengan Diponegoro. Mereka ingin menjadi orang-orang berpengaruh di negeri Mataram. Namun, politik gelap kerajaan telah menyingkirkan mereka menjadi pemberontak.
Bagi Pengalasan dan Diponegoro, Belanda merupakan cikal-bakal Mataram menjadi kerajaan yang membelot dari ajaran leluhur.
Gerakan Pangeran Diponegoro yang di dalamnya ada Basah Kerto Pengalasan ternyata mendapat dukungan yang besar dari rakyat Jawa. Mereka yang teraniaya oleh sistem imperialisme-kolonialisme membuat kekuatannya terkumpul dalam satu arus koagulan sebagai rakyat yang tertindas.
Bagi rakyat Jawa, Pangeran Diponegoro dan Basah Kerto Pengalasan adalah keturunan Mataram yang baik dan memihak cita-cita rakyat.
Sebab mereka merupakan keturunan Mataram yang membelot dari saudara-saudaranya di Keraton. Kerabat Mataram yang berada di Keraton kala itu pro pada Belanda, rakyat kecewa dan memihak gerakan Diponegoro.
Pada masa Perang Jawa awal (1825) pasukan Basah Kerto Pengalasan berhasil memimpin pasukan Diponegoro menyerang basis Belanda di sisi Barat sungai Progo (saat ini Wates).
Pasukan mereka sukses menghancurkan markas inti Belanda, hal ini mengakibatkan pemerintah kolonial semakin serius menghadapi gerombolan Diponegoro.
Menyamar dan Pura-pura Menyerah Pada Belanda
Perang Jawa merupakan gerakan pemberontakan rakyat Mataram yang memakan waktu lumayan panjang. Kurang lebih perang ini melewati 6 tahun menyebab persediaan pangan dan senjata semakin berkurang,
Beberapa faktor lain seperti banyaknya pasukan yang gugur mempengaruhi kesuksesan Perang Jawa. Akhirnya Diponegoro menciptakan strategi penjebakan untuk Belanda dengan mengutus orangnya kepercayaannya agar pura-pura menyerah pada mereka.
Orang yang diutus oleh Belanda pura-pura menyerah pada Belanda tidak lain adalah Basah Kerto Pengalasan. Menurut Peter Carey, dalam babad Kedung Kebo, menyerahnya Pengalasan terjadi pada 17 September 1829.
Pengalasan pura-pura menyerah pada Belanda dengan cara mengirim surat kepada kerabat Mataramnya yang pro pada pemerintah kolonial.
Ia adalah Tumenggung Cokrorejo, pejabat Mataram yang amat sangat lengket dengan orang-orang berkulit putih penghianat rakyat Jawa. Dalam surat itu, Pengalasan meminta bantuan Cokrorejo menyampaikan penyerahan dirinya pada Belanda.
Tak lama kemudian surat itu tembus pada Belanda. Pengalasan menyerahkan diri kepada Cokro dan Belanda di satu tempat yang sakral, di Benteng Bubutan yang terletak di desa Bagelen. Perbatasan antara Kulon Progo dan Purworedjo, Jawa Tengah pada 11 November 1829.
Adapun perwakilan Belanda yang menemui Basah Kerto Pengalasan adalah komandan yang mengurus perang Diponegoro di Kedung Kebo, sisi Timur sungai Bogowonto bernama, Cleerens. Namun ia mencurigai niat Pengalasan menyerah dan ikut bergabung dengan Belanda adalah jebakan Diponegoro.
Meskipun demikian, Cleerens mencoba menerima permintaan Pengalasan tersebut. Ia memperlakukan Pengalasan sebagai orang yang istimewa, konon ini dilakukan untuk meluluhkan hati Pengalasan jika benar ia adalah utusan Diponegoro dengan misi penjebakan perang.
Belanda Tak Mempercayai Basah Kerto Pengalasan
Semakin lama Pengalasan berada di pihak Belanda, Cleerens semakin curiga pada tesis awalnya: Basah Kerto Pengalasan pengkhianat –orang suruhan Diponegoro. Belanda semakin hati-hati dengan tingkahnya yang menunjukan kejanggalan.
Salah satu tingkah Pengalasan yang kontroversial adalah ketika Pengalasan menunjukan hidup mewah dengan meminum-minuman beralkohol seperti anggur dan hobi menghisap candu. Menurut Belanda ini adalah strategi Diponegoro supaya orang suruhannya benar-benar dipercaya pro pada mereka.
Adapun tingkah lain yang paling menonjolkan Pengalasan sebagai orang suruhan Diponegoro adalah ketika ia secara terang-terangan meminta jabatan pada pemerintah kolonial. Di sela-sela permintaan itu Pengalasan membawa surat dari Diponegoro. Isinya ajakan damai (diplomasi perang).
Cleerens juga memanfaatkan surat itu untuk menjebak Diponegoro. Meskipun ia berpandangan buruk pada Pengalasan, akan tetapi ternyata ia punya sumbangsih yang besar untuk kemenangan Belanda.
Cleerens dan De Kock menjebak Diponegoro dengan cara pura-pura menyetujui diplomasi. Namun dibalik persetujuannya itu terdapat misi penangkapan yang terjadi pada tanggal 28 Maret 1830 di Magelang, Jawa Tengah.
Dari peristiwa itulah kemudian Basah Kerto Pengalasan memiliki keistimewaan dari Belanda. Ia tak ditangkap oleh Belanda, Pengalasan hidup tenang di Semarang dan diizinkan berkomunikasi dengan Diponegoro. Tempat Pengalasan di Semarang kini diabadikan dengan nama Basahan.
No comments:
Post a Comment