18 November 2024

SEJARAH LAHIRNYA AKSARA. Gambar ini adalah bagan perbandingan yang menunjukkan evolusi dari abjad modern selama rentang 7.000+ tahun di berbagai budaya dan sistem penulisan di seluruh dunia. Ini melacak perkembangan huruf individu dari hieroglif Mesir kuno dan naskah Semitik melalui Fenisia, Yunani, dan sistem penulisan menengah lainnya, yang berpuncak pada abjad Latin modern. Setiap kolom mewakili tahap dalam evolusi penulisan, menunjukkan bagaimana setiap huruf telah berubah selama ribuan tahun dalam naskah yang berbeda, seperti Hieroglif, Proto-Sinaitik, Fenisia, Yunani, dan Arab, antara lain. Bagan ini merupakan representasi visual dari kontinuitas dan adaptasi karakter saat mereka bertransisi dari satu budaya ke budaya lainnya, menunjukkan warisan bersama dan keterhubungan komunikasi tertulis lintas peradaban. Pencipta grafik ini adalah Rich Ameninhat, seperti yang disebutkan di bagian bawah gambar. sumber: scient explorist.

 SEJARAH LAHIRNYA AKSARA. 


Gambar ini adalah bagan perbandingan yang menunjukkan evolusi dari abjad modern selama rentang 7.000+ tahun di berbagai budaya dan sistem penulisan di seluruh dunia.



Ini melacak perkembangan huruf individu dari hieroglif Mesir kuno dan naskah Semitik melalui Fenisia, Yunani, dan sistem penulisan menengah lainnya, yang berpuncak pada abjad Latin modern.


Setiap kolom mewakili tahap dalam evolusi penulisan, menunjukkan bagaimana setiap huruf telah berubah selama ribuan tahun dalam naskah yang berbeda, seperti Hieroglif, Proto-Sinaitik, Fenisia, Yunani, dan Arab, antara lain. 


Bagan ini merupakan representasi visual dari kontinuitas dan adaptasi karakter saat mereka bertransisi dari satu budaya ke budaya lainnya, menunjukkan warisan bersama dan keterhubungan komunikasi tertulis lintas peradaban.


Pencipta grafik ini adalah Rich Ameninhat, seperti yang disebutkan di bagian bawah gambar. 


sumber: scient explorist.

16 November 2024

SKETSA ASLI PANGERAN DIPONEGORO Di atas adalah (semacam) kop surat resmi yang di bawahnya tertera catatan tangan yang bertiti mangsa 1870 (15 tahun setelah Diponegoro wafat): "Kandjeng Soeltan Abdoel Hamid Heroetjokro Kabiril Moekminnin Sajidin Panatagama Djawi Senopati Hingalogo Sabiloolah Chalifat Rasulillah Hingkang Hagomo Islam" Kop surat ini berupa foto litograf Pangeran Arijo (PA) Diponegoro, dan secara verbatim tertulis begini: "Pangeran Ario Diponegoro, aanvoerder in de Java Oorlog van 1825-1830" (Pangeran Ario Diponegoro, pemimpin Perang Jawa tahun 1825-1830) Foto litograf PA Diponegoro tersebut tersebut berasal dari gambar yang diproduksi oleh Mayor H. de Stuers pada tahun 1830, artinya digambar saat PA Diponegoro masih hidup pasca tertangkap. Foto litograf yang merekam busana PA Diponegoro yang kearab-araban ini bersesuaian dengan glasnegatief (film negatif) nomor indeks G-699 ruang 1.41.35, dan sesuai dengan cetakan litograf bernomor indeks 36C-373 di Leiden University Libraries (akses juga bisa didapatkan melalui KITLV). Melalui pendidikan pesantren, banyak ilmu yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro dengan membaca banyak karangan-karangan ulama Islam terkemuka. Menurut Peter Carey dalam (Ma'ruf, 2018), di antara karangan ulama yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro adalah sebagai berikut: (1) Kitab Tuhfah, berisi ajaran sufisme tentang "tujuh tahap eksistensi" dalam pencarian Tuhan, sering dikaji juga oleh masyarakat Islam Jawa. (2) Kitab tentang Usul dan Tasawuf. (3) Suluk, berupa syair mistik Jawa. (4) Sejarah para Nabi (Serat Anbiya) dan Tafsir Quran. (5) Kitab Sirat as-salatin dan Taj as Salatin, berisi tentang pembelajaran filsafat politik Islam. (6) Kitab Taqrib, Lubab al Fiqh dan Muharor, berisikan tentang hukum-hukum Islam. Sumber : https://www.kontenislam.com/2024/07/busana-asli-pangeran-diponegoro.html

 SKETSA ASLI PANGERAN DIPONEGORO

Di atas adalah (semacam) kop surat resmi yang di bawahnya tertera catatan tangan yang bertiti mangsa 1870 (15 tahun setelah Diponegoro wafat):

"Kandjeng Soeltan Abdoel Hamid Heroetjokro Kabiril Moekminnin Sajidin Panatagama Djawi Senopati Hingalogo Sabiloolah Chalifat Rasulillah Hingkang Hagomo Islam"



Kop surat ini berupa foto litograf Pangeran Arijo (PA) Diponegoro, dan secara verbatim tertulis begini:

"Pangeran Ario Diponegoro, aanvoerder in de Java Oorlog van 1825-1830"

(Pangeran Ario Diponegoro, pemimpin Perang Jawa tahun 1825-1830)

Foto litograf PA Diponegoro tersebut tersebut berasal dari gambar yang diproduksi oleh Mayor H. de Stuers pada tahun 1830, artinya digambar saat PA Diponegoro masih hidup pasca tertangkap.

Foto litograf yang merekam busana PA Diponegoro yang kearab-araban ini bersesuaian dengan glasnegatief (film negatif) nomor indeks G-699 ruang 1.41.35, dan sesuai dengan cetakan litograf bernomor indeks 36C-373 di Leiden University Libraries (akses juga bisa didapatkan melalui KITLV).

Melalui pendidikan pesantren, banyak ilmu yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro dengan membaca banyak karangan-karangan ulama Islam terkemuka. Menurut Peter Carey dalam (Ma'ruf, 2018), di antara karangan ulama yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro adalah sebagai berikut:

(1) Kitab Tuhfah, berisi ajaran sufisme tentang "tujuh tahap eksistensi" dalam pencarian Tuhan, sering dikaji juga oleh masyarakat Islam Jawa.

(2) Kitab tentang Usul dan Tasawuf.

(3) Suluk, berupa syair mistik Jawa.

(4) Sejarah para Nabi (Serat Anbiya) dan Tafsir Quran.

(5) Kitab Sirat as-salatin dan Taj as Salatin, berisi tentang pembelajaran filsafat politik Islam.

(6) Kitab Taqrib, Lubab al Fiqh dan Muharor, berisikan tentang hukum-hukum Islam.

Sumber : https://www.kontenislam.com/2024/07/busana-asli-pangeran-diponegoro.html


11 November 2024

Suku Alifuru Maluku Megaliptik 1200 SM Sebelum mengalami Perkawinan campur dengan Suku Ras Bangsa dari Timur Tengah & Eropa, yang mana kita tahu Pernah masuk ke Maluku untuk Tujuan Perdagangan, Penyiaran Agama maupun untuk Menjajah. A r a b masuk di Maluku Ternate Tahun 1257 Portugis masuk di Maluku Ambon Tgl 16 Februari Thn 1497 Spanyol masuk di Maluku / Tidore 1521 Belanda masuk di Maluku Tahun 1605 Doc : Moluks Historisch Museum

 Suku  Alifuru   Maluku  Megaliptik  1200 SM

Sebelum mengalami Perkawinan campur dengan Suku Ras  Bangsa dari Timur Tengah & Eropa, yang  mana kita tahu  Pernah masuk  ke Maluku  untuk Tujuan  Perdagangan, Penyiaran Agama maupun  untuk  Menjajah.

A r a b  masuk di Maluku Ternate  Tahun  1257

Portugis masuk di Maluku  Ambon Tgl 16 Februari   Thn    1497

Spanyol  masuk di Maluku / Tidore  1521

Belanda  masuk di Maluku  Tahun    1605



Doc  :

Moluks  Historisch  Museum

03 November 2024

Hotel Baraboedoer di Barat Laut Candi Borobudur 1912

 Hotel Baraboedoer di Barat Laut Candi Borobudur 1912



01 November 2024

Manusia PENAKLUK PETIR.. "Kisah kiageng selo" Sang Penangkap Petir. Makamnya ada di Daerah Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah, Yg sekarang Wilayah itu juga bernama Selo. Ia terkenal dengan kisah legendanya, menangkap petir. Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Ia moyang (cikal bakal-) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta). Dalam Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), diceritakan,1 Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dinikahkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo. Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet atau Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak. Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram menggantikan Pajang. Kisah menangkap petir" Kisah mrenangkap petir terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun. Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak. Kanjeng Sunan Demak makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air. Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng. Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.

 Manusia PENAKLUK PETIR..


"Kisah kiageng selo" Sang Penangkap Petir.

Makamnya ada di Daerah Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah,  Yg sekarang Wilayah itu juga bernama Selo. Ia terkenal dengan kisah legendanya, menangkap petir.



Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Ia moyang (cikal bakal-) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).


Dalam Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), diceritakan,1 Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dinikahkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan.


Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo.


Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet atau Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.


Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram menggantikan Pajang.

Kisah menangkap petir"


Kisah mrenangkap petir terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun.


Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo.


Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak.


Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak.


Kanjeng Sunan Demak makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air.


Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo.


Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.


Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir.


Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.