30 November 2024

Puputan Margarana 20 November 1946 meletus perang besar di Bali. Komandan TKR Bali I Gusti Ngurah Rai dan prajurit TKR berjuang habis-habisan menolak kembalinya kontrol Belanda. Tanpa banyak diketahui, Ngurah hapal beberapa wilayah perjuangan di Yogyakarta dan Jawa Tengah saat harus perang dan gerilya masa Ibukota pindah Yogyakarta. Lahir pada 30 Januari 1917 di desa Carang Sari Badung, Ngurah dikenal sebagai perwira progresif. Setamat HIS Denpasar (1926-1933), melanjutkan ke MULO Malang baru sampai kelas 2 karena ayah meninggal pada 1935. Pada 1936 ikut pendidikan calon perwira di Officer’s Opleiding Corps Prayoda, Gianyar. Pada 1941 masuk pendidikan artileri di Lucthdeel Artelerie Magelang. Selepas Magelang karier militer Ngurah menanjak. Ikut PETA sampai TKR dan jadi perwira penghubung Jawa Bali saat ibukota pindah Yogyakarta. Dia dilantik sebagai Komandan TKR Sunda Kecil oleh Kastaf TKR Oerip Sumohardjo berpangkat Letkol. Nyali tempurnya jangan ditanya. Dia ahli strategi perang. Bersama pasukan andalan Ciung Wanara, Ngurah berulang kali merepotkan Belanda di beberapa front. Ciung berarti burung beo lambang kepintaran, sedangkan Wanara identik dengan tokoh Hanoman, pemberani dan pembela kebenaran. Ke-96 prajurit itu dia pilih melalui seleksi dari 70 prajurit dan dikukuhkan di Banjar Ole dengan syukuran. Demi menghindari korban sipil, Ngurah memilih lokasi persawahan Uma Kaang untuk perang penghabisan (puputan). Bersama 96 prajurit Ciung Wanara Ngurah gugur dalam Puputan Marga Rana. Puputan itu istilah bahasa Bali, yang merujuk pada pengorbanan total dalam perang. Seorang prajurit lebih memilih mati dari pada harus menyerah pada musuh. (puput berarti habis atau putus). Belanda harus menelan korban 400 prajurit. #kebudayaan #adat #tradisi #sejarah #kotalama #pariwisata #saujana #desa #desawisata #desabudaya #pariwisata #puputanmargarana #bali #igustingurahrai #ciungwanara

 Puputan Margarana

20 November 1946 meletus perang besar di Bali. Komandan TKR Bali I Gusti Ngurah Rai dan prajurit TKR berjuang habis-habisan menolak kembalinya kontrol Belanda. Tanpa banyak diketahui, Ngurah hapal beberapa wilayah perjuangan di Yogyakarta dan Jawa Tengah saat harus perang dan gerilya masa Ibukota pindah Yogyakarta.

Lahir pada 30 Januari 1917 di desa Carang Sari Badung, Ngurah dikenal sebagai perwira progresif. Setamat HIS Denpasar (1926-1933), melanjutkan ke MULO Malang baru sampai kelas 2 karena ayah meninggal pada 1935. Pada 1936 ikut pendidikan calon perwira di Officer’s Opleiding Corps Prayoda, Gianyar. Pada 1941 masuk pendidikan artileri di Lucthdeel Artelerie Magelang. Selepas Magelang karier militer Ngurah menanjak. Ikut PETA sampai TKR dan jadi perwira penghubung Jawa Bali saat ibukota pindah Yogyakarta.



Dia dilantik sebagai Komandan TKR Sunda Kecil oleh Kastaf TKR Oerip Sumohardjo berpangkat Letkol. Nyali tempurnya jangan ditanya. Dia ahli strategi perang. Bersama pasukan andalan Ciung Wanara, Ngurah berulang kali merepotkan Belanda di beberapa front. Ciung berarti burung beo lambang kepintaran, sedangkan Wanara identik dengan tokoh Hanoman, pemberani dan pembela kebenaran. Ke-96 prajurit itu dia pilih melalui seleksi dari 70 prajurit dan dikukuhkan di Banjar Ole dengan syukuran.

Demi menghindari korban sipil, Ngurah memilih lokasi persawahan Uma Kaang untuk perang penghabisan (puputan). Bersama 96 prajurit Ciung Wanara Ngurah gugur dalam Puputan Marga Rana. Puputan itu istilah bahasa Bali, yang merujuk pada pengorbanan total dalam perang. Seorang prajurit lebih memilih mati dari pada harus menyerah pada musuh. (puput berarti habis atau putus).  Belanda harus menelan korban 400 prajurit.

#kebudayaan #adat #tradisi #sejarah #kotalama #pariwisata #saujana #desa #desawisata #desabudaya #pariwisata #puputanmargarana #bali #igustingurahrai #ciungwanara

Potret seorang pejuang kemerdekaan yang ditangkap prajurit Belanda di Pulau Jawa, sekitar tahun 1947 📷 Nationaal Archief

 Potret seorang pejuang kemerdekaan yang ditangkap prajurit Belanda di Pulau Jawa, sekitar tahun 1947



📷 Nationaal Archief

29 November 2024

_-SEJARAH_ •Tuanku imam Bonjol. . Tuanku Imam Bonjol, atau nama aslinya Muhammad Shahab, adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang terkenal dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda di Sumatera Barat pada awal abad ke-19. Ia lahir sekitar tahun 1772 di Bonjol, Sumatera Barat, dan dikenal sebagai pemimpin utama dalam Perang Padri, yang berlangsung dari tahun 1803 hingga 1838. Perang Padri awalnya adalah konflik internal antara kaum Padri, yang ingin menerapkan nilai-nilai Islam yang lebih ketat, dan kaum adat yang mempertahankan tradisi lokal. Namun, ketika Belanda mulai campur tangan untuk memperluas pengaruhnya di Sumatera Barat, kaum Padri di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol dan kaum adat akhirnya bersatu melawan penjajah. Setelah perjuangan yang panjang dan heroik, Tuanku Imam Bonjol akhirnya ditangkap oleh Belanda pada tahun 1837 dan diasingkan ke beberapa tempat hingga akhir hayatnya di Manado pada tahun 1864. Perjuangan dan pengorbanannya telah menginspirasi banyak generasi, dan ia dikenang sebagai salah satu tokoh besar dalam sejarah perjuangan Indonesia. Kunjungi=> Kisah kramat Wali Wali Allah untuk mengetahui kisah Sejarah dan lainnya

 _-SEJARAH_

•Tuanku imam Bonjol.

.

Tuanku Imam Bonjol, atau nama aslinya Muhammad Shahab, adalah salah satu pahlawan nasional Indonesia yang terkenal dalam perjuangan melawan kolonialisme Belanda di Sumatera Barat pada awal abad ke-19. Ia lahir sekitar tahun 1772 di Bonjol, Sumatera Barat, dan dikenal sebagai pemimpin utama dalam Perang Padri, yang berlangsung dari tahun 1803 hingga 1838.



Perang Padri awalnya adalah konflik internal antara kaum Padri, yang ingin menerapkan nilai-nilai Islam yang lebih ketat, dan kaum adat yang mempertahankan tradisi lokal. Namun, ketika Belanda mulai campur tangan untuk memperluas pengaruhnya di Sumatera Barat, kaum Padri di bawah pimpinan Tuanku Imam Bonjol dan kaum adat akhirnya bersatu melawan penjajah.


Setelah perjuangan yang panjang dan heroik, Tuanku Imam Bonjol akhirnya ditangkap oleh Belanda pada tahun 1837 dan diasingkan ke beberapa tempat hingga akhir hayatnya di Manado pada tahun 1864. Perjuangan dan pengorbanannya telah menginspirasi banyak generasi, dan ia dikenang sebagai salah satu tokoh besar dalam sejarah perjuangan Indonesia.


Kunjungi=> Kisah kramat  Wali Wali Allah untuk mengetahui kisah Sejarah dan lainnya

28 November 2024

Potret lawas seorang prajurit lengkap dengan atribut dan sebilah p3 dang tempo dulu. Jawa, sekitar tahun 1890an Indonesia Sumber. #sejarah #prajurit #keraton #jawa #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat

 Potret lawas seorang prajurit lengkap dengan atribut dan sebilah p3 dang tempo dulu. 

Jawa, sekitar tahun 1890an

Indonesia 



Sumber.

#sejarah #prajurit #keraton #jawa #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat

Potret lawas seorang pejuang ter t4ng kap tentara walanda tempo dulu. Jawa sekitar tahun 1947 Indonesia Sumber. 📷 Wikimedia Commons #sejarah #penjajahan #tawanan #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat

 Potret lawas seorang pejuang ter t4ng kap tentara walanda tempo dulu. 

Jawa sekitar tahun 1947

Indonesia 



Sumber. 

📷 Wikimedia Commons

#sejarah #penjajahan #tawanan #indonesia #tempodulu #fotojadul #klepus @penggemar berat

Pangeran Adipati Ario Mangkoe Nagoro VI bersama staf legiunnya di Surakarta, sekitar tahun 1900 😁

 Pangeran Adipati Ario Mangkoe Nagoro VI bersama staf legiunnya di Surakarta, sekitar tahun 1900 



26 November 2024

KERAJAAN AROSBAYA Di masa lalu Madura berdiri banyak kerajaan-kerajaan kecil yang saling bersaing, diantaranya adalah Arosbaya, Blega, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Dari semua kerajaan, Kerajaan Arosbaya adalah kerajaan yang pertama kali memeluk Islam di pulau Madura. Kerajaan Arosbaya diperkirakan bediri pada abad ke-15. Berdirinya kerajaan ini ditandai dengan mulai bertahtanya Kiai Demang Plakaran di keraton Anyar. Kiai Demang Plakaran atau Pangeran Demang Plakaran memiliki beberapa anak laki-laki. Dua putra yang paling terkenal adalah Raden Adipati Pramono dan Kiai Pragalba alias Pangeran Arosbaya. Menurut catatan silsilah, Kiai Demang Plakaran merupakan keturunan dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya V dari jalur Ario Damar, penguasa Palembang. Ario Damar kemudian menurunkan Ario Menak Senoyo yang berkelana dan akhirnya menginjakkan kaki di pulau Madura dan kemudian mendirikan kraton di Proppo, Pamekasan. Menak Senoyo yang kemudian menurunkan Ario Kedut, Ario Timbul, Ario Pojok, hingga Kiai Demang Plakaran. Sumber lain menyatakan Kiai Demang Plakaran adalah trah dari Giri Kedaton dari garis keturunan Sunan Giri I (Sayyid Ainul Yaqin). Setelah Kiai Demang Plakaran wafat, Kerajaan Arosbaya dipimpin Kiai Pragalba yang kemudian dikenal dengan nama Pangeran Arosbaya. Pada masa pemerintahan Kiai Pragalba, pengaruh Jawa kawi masih begitu kental di Arosbaya, baik dari segi bahasa maupun adat istiadat. Kajian cagar budaya menyatakan, makam Pragalba di makam Komplek Makam Agung Arosbaya, Bangkalan, Madura, didominasi batu-batuan yang sejenis dengan batuan candi di pulau Jawa. Masa pemerintahan Pragalba juga jadi penanda masuknya pengaruh islam di Madura. Peran dari Sunan Kudus dan kebijaksanaan putra mahkota Raden Pratanu jadi faktor utama pesatnya perkembangan islam di Madura. Setelah ayahnya wafat, Raden Pratanu kemudian meneruskan estafet kepemimpinan Kerajaan Arosbaya dengan gelar Panembahan Lemah Duwur. Panembahan Lemah Duwur naik tahta sebagai Raja Arosbaya bersamaan dengan kenaikan tahta Sultan Trenggana di Kesultanan Demak. Namun kedua penguasa ini berbeda nasib, Sultan Trenggana tewas dibunuh oleh utusan Arya Penangsang. Menantu Trenggana, Joko Tingkir kemudian balas dendam membunuh Penangsang. Pusat kekuasaan Demak kemudian berpindah di Pajang yang dipimpin Joko Tingkir. Panembahan Lemah Duwur juga adalah pemimpin visioner di zamannya. Ia memindahkan pusat pemerintahan kraton yang semula di Plakaran ke suatu dataran tertinggi di sekitar Arosbaya. Kraton tersebut kemudian diberi nama Kraton Lemah Duwur. Pasca dipindahkannya pusat kraton, Jaringan islamisasi di pulau garam semakin meluas bahkan sampai ke pusat-pusat islam di Jawa Timur seperti Surabaya, Gresik dan Tuban. Pada masa pemerintahan Panembahan Lemah Duwur, kerajaan Arosbaya juga meluaskan daerah kekuasaannya hingga ke seluruh Madura Barat, termasuk Bangkalan, Sampang, dan Blega. Kerajaan yang dipimpin Lemah Duwur semakin maju dengan relasi perdagangan yang luas dengan pedagang muslim. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya perahu para pedagang yang bersandar di Arosbaya. Hubungan bilateral Kerajaan Arosbaya diperluas lagi dengan hubungan bilateralke Jawa Tengah melalui persekutuan dengan Kesultanan Pajang yang dipimpin Sultan Hadiwijaya alias Joko Tingkir. Catatan silsilah di Madura Barat menyatakan, Panembahan Lemah Duwur menikah dengan salah satu putri Joko Tingkir. Dari pernikahan tersebut lahir di antaranya Raden Koro alias Pangeran Tengah, pengganti Lemah Duwur. Pangeran Tengah kelak menurunkan petarung tangguh dari Madura yaitu Raden Trunojoyo. Dari ulasan diatas dapat diperoleh keterangan jika Kerajaan Arosbaya memiliki hubungan kekerabatan dengan Kesultanan Demak dan Kesultanan Pajang di Jawa Tengah sejak masa pemerintahan Panembahan Lemah Duwur. Hubungan ini sejatinya tidaklah mengherankan karena Demak, Pajang dan Madura adalah kerajaan-kerajaan yang didirikan dan dipimpin keturunan Kerajaan Majapahit. Panembahan Lemah Duwur memiliki putral bernama Raden Koro yang kemudian menjadi Raja Arosbaya berikutnya dengan gelar Pangeran Tengah (1592-1624). Pangeran Tengah adalah Raja Arosbaya terakhir. Kerajaan islam pertama di Madura ini pada akhirnya hancur akibat politik invasi Sultan Agung dari Kerajaan Mataram. Madura diserang bersamaan dalam invasi Mataram ke Surabaya pada 1624. Serangan pasukan Mataram ke Madura itu bisa ditemukan dalam beberapa sumber. Serat Kandha memberitakan Sultan Agung menunjuk Aria Jaya Puspita yang baru saja naik pangkat menjadi Adipati Sujanapura sebagai panglima ekspedisi militer ini. Serangan dari Mataram itu dibaca dengan seksama oleh penguasa Madura. Pangeran Madura bersama sekutunya yaitu Sumenep, Pamekasan, Balega, Pakacangan dan Surabaya, mengerahkan pasukan dalam jumlah besar dengan total 100.000 prajurit. Serat Kandha mengabarkan pertempuran antara Mataram dan Madura berlangsung sengit. Mataram membagi angkatan perang dalam empat formasi. Tentara dari Mancanegara ditempatkan di sebelah kiri dan sebelah kanan dikomando Pangeran Sumedang dan Adipati Pragola dari Pati. Berhari-hari pertempuran berlangsung Mataram belum juga berhasil mengalahkan Madura. Sebanyak 400 tentara terpilih dari Madura berhasil memasuki pondok peristirahatan pasukan Mataram dan membunuh banyak prajurit musuh. Panglima Mataram bertarung satu lawan satu dengan Adipati Pamekasan dengan hasil tanpa pemenang, keduanya meregang nyawa. Mulai letih dan banyak pasukan yang tewas, pasukan Mataram kemudian mengirim Pangeran Silarong untuk pulang menghadap Sultan Agung. Bantuan kemudian dikirim dari Mataram. Pasukan yang tewas digantikan oleh putra atau saudara mereka. Sultan Agung juga mengirimkan Juru Kiting, putra Adipati Mandaraka yang sudah wafat. Juru Kiting dikirim atas permintaan langsung dari Silarong. Menurut Babad Tanah Djawi, Juru Kiting pada waktu itu sudah berusia lanjut. Bahkan untuk ikut serta dalam pertempuran di Madura ia harus dipikul dengan tandu. Namun Juru Kiting sangat dihormati oleh petinggi dan pasukan Mataram yang terjun dalam peperangan. Selain keturunan dari tokoh besar, Juru Kiting juga adalah seorang petapa. Juru Kiting berhasil memberikan suntikan energi baru bagi pasukan Mataram yang terjun dalam perang besar di pulau garam. Juru Kiting yang sudah renta itu pantas disebut sebagai tokoh kunci kemenangan Mataram atas Madura. Di tengah-tengah peperangan, Juru Kiting menyuruh membuat nasi liwet yang pada akhirnya menjadi nasi ajaib . Nasi itu dibagikan rata oleh Juru Kiting kepada seluruh prajurit. Selanjutnya, Juru Kiting yang duduk diatas tandu dipikul mengelilingi pasukan tiga kali. Selanjutnya, pasukan Mataram diperintahkan melihat ke atas dan kemudian melihat ke bawah. Keajaiban benar-benar terjadi, pasukan Mataram menjadi lebih berani dan dalam pertempuran selanjutnya berhasil meraih kemenangan atas Madura. Politik invasi Mataram menguasai Madura berakhir mengerikan. Tak satupun raja-raja Madura yang hidup, seluruhnya tewas di tangan pasukan ekspedisi Mataram. Satu-satunya pangeran yang masih hidup adalah Raden Prasena dari Kerajaan Arosbaya. Penguasa Arosbaya yaitu Pangeran Tengah, ayah Raden Prasena, gugur dalam serangan ini. Di Pamekasan, gugur Panembahan Ronggosukowati, dan penggantinya. Sementara di Madura Timur atau Sumenep, gugur Pangeran Lor II dan Pangeran Cakranegara.

 KERAJAAN AROSBAYA


Di masa lalu Madura berdiri banyak kerajaan-kerajaan kecil yang saling bersaing, diantaranya adalah Arosbaya, Blega, Sampang, Pamekasan dan Sumenep. Dari semua kerajaan, Kerajaan Arosbaya adalah kerajaan yang pertama kali memeluk Islam di pulau Madura.



Kerajaan Arosbaya diperkirakan bediri pada abad ke-15. Berdirinya kerajaan ini ditandai dengan mulai bertahtanya Kiai Demang Plakaran di keraton Anyar. Kiai Demang Plakaran atau Pangeran Demang Plakaran memiliki beberapa anak laki-laki. Dua putra yang paling terkenal adalah Raden Adipati Pramono dan Kiai Pragalba alias Pangeran Arosbaya.


Menurut catatan silsilah, Kiai Demang Plakaran merupakan keturunan dari Raja Majapahit Prabu Brawijaya V dari jalur Ario Damar, penguasa Palembang. Ario Damar kemudian menurunkan Ario Menak Senoyo yang berkelana dan akhirnya menginjakkan kaki di pulau Madura dan kemudian mendirikan kraton di Proppo, Pamekasan.  Menak Senoyo yang kemudian menurunkan Ario Kedut, Ario Timbul, Ario Pojok, hingga Kiai Demang Plakaran. Sumber lain menyatakan Kiai Demang Plakaran adalah trah dari Giri Kedaton dari garis keturunan Sunan Giri I (Sayyid Ainul Yaqin).


Setelah Kiai Demang Plakaran wafat, Kerajaan Arosbaya dipimpin Kiai Pragalba yang kemudian dikenal dengan nama Pangeran Arosbaya. Pada masa pemerintahan Kiai Pragalba, pengaruh Jawa kawi masih begitu kental di Arosbaya, baik dari segi bahasa maupun adat istiadat. Kajian cagar budaya menyatakan, makam Pragalba di makam Komplek Makam Agung Arosbaya, Bangkalan, Madura, didominasi batu-batuan yang sejenis dengan batuan candi di pulau Jawa.


Masa pemerintahan Pragalba juga jadi penanda masuknya pengaruh islam di Madura. Peran dari  Sunan Kudus dan kebijaksanaan putra mahkota Raden Pratanu jadi faktor utama pesatnya perkembangan islam di Madura. Setelah ayahnya wafat, Raden Pratanu kemudian meneruskan estafet kepemimpinan Kerajaan Arosbaya dengan gelar Panembahan Lemah Duwur.


Panembahan Lemah Duwur naik tahta sebagai Raja Arosbaya bersamaan dengan kenaikan tahta Sultan Trenggana di Kesultanan Demak. Namun kedua penguasa ini berbeda nasib, Sultan Trenggana tewas dibunuh oleh utusan Arya Penangsang. Menantu Trenggana, Joko Tingkir kemudian balas dendam membunuh Penangsang. Pusat kekuasaan Demak kemudian berpindah di Pajang yang dipimpin Joko Tingkir.


Panembahan Lemah Duwur juga adalah pemimpin visioner di zamannya. Ia memindahkan pusat pemerintahan kraton yang semula di Plakaran ke suatu dataran tertinggi di sekitar Arosbaya. Kraton tersebut kemudian diberi nama Kraton Lemah Duwur. Pasca dipindahkannya pusat kraton, Jaringan islamisasi di pulau garam semakin meluas bahkan sampai ke pusat-pusat islam di Jawa Timur seperti Surabaya, Gresik dan Tuban.  Pada masa pemerintahan Panembahan Lemah Duwur, kerajaan Arosbaya juga meluaskan daerah kekuasaannya hingga ke seluruh Madura Barat, termasuk Bangkalan, Sampang, dan Blega.


Kerajaan yang dipimpin Lemah Duwur semakin maju dengan relasi perdagangan yang luas dengan pedagang muslim. Kemajuan ini ditandai dengan banyaknya perahu para pedagang yang bersandar di Arosbaya. Hubungan bilateral Kerajaan Arosbaya diperluas lagi dengan hubungan bilateralke Jawa Tengah melalui persekutuan dengan Kesultanan Pajang yang dipimpin Sultan Hadiwijaya alias Joko Tingkir.


Catatan silsilah di Madura Barat menyatakan, Panembahan Lemah Duwur menikah dengan salah satu putri Joko Tingkir. Dari pernikahan tersebut lahir di antaranya Raden Koro alias Pangeran Tengah, pengganti Lemah Duwur. Pangeran Tengah kelak menurunkan petarung tangguh dari Madura yaitu Raden Trunojoyo.


Dari ulasan diatas dapat diperoleh keterangan jika Kerajaan Arosbaya memiliki hubungan kekerabatan dengan Kesultanan Demak dan Kesultanan Pajang di Jawa Tengah sejak masa pemerintahan Panembahan Lemah Duwur. Hubungan ini sejatinya tidaklah mengherankan karena Demak, Pajang dan Madura adalah kerajaan-kerajaan yang didirikan dan dipimpin keturunan Kerajaan Majapahit.


Panembahan Lemah Duwur memiliki putral bernama  Raden Koro yang kemudian menjadi Raja Arosbaya berikutnya dengan gelar Pangeran Tengah (1592-1624). Pangeran Tengah adalah Raja Arosbaya terakhir. Kerajaan islam pertama di Madura ini pada akhirnya hancur akibat politik invasi Sultan Agung dari Kerajaan Mataram. Madura diserang bersamaan dalam invasi Mataram ke Surabaya pada 1624.


Serangan pasukan Mataram ke Madura itu bisa ditemukan dalam beberapa sumber. Serat Kandha memberitakan Sultan Agung menunjuk Aria Jaya Puspita yang baru saja naik pangkat menjadi Adipati Sujanapura sebagai panglima ekspedisi militer ini. 


Serangan dari Mataram itu dibaca dengan seksama oleh penguasa Madura. Pangeran Madura bersama sekutunya yaitu Sumenep, Pamekasan, Balega, Pakacangan dan Surabaya, mengerahkan pasukan dalam jumlah besar dengan total 100.000 prajurit. 


Serat Kandha mengabarkan pertempuran antara Mataram dan Madura berlangsung sengit. Mataram membagi angkatan perang dalam empat formasi. Tentara dari Mancanegara ditempatkan di sebelah kiri dan sebelah kanan dikomando Pangeran Sumedang dan Adipati Pragola dari Pati. 


Berhari-hari pertempuran berlangsung Mataram belum juga berhasil mengalahkan Madura. Sebanyak 400 tentara terpilih dari Madura berhasil memasuki pondok peristirahatan pasukan Mataram dan membunuh banyak prajurit musuh. Panglima Mataram bertarung satu lawan satu dengan Adipati Pamekasan dengan hasil tanpa pemenang, keduanya meregang nyawa.


Mulai letih dan banyak pasukan yang tewas, pasukan Mataram kemudian mengirim Pangeran Silarong untuk pulang menghadap Sultan Agung. Bantuan kemudian dikirim dari Mataram. Pasukan yang tewas digantikan oleh putra atau saudara mereka. Sultan Agung juga mengirimkan Juru Kiting, putra Adipati Mandaraka yang sudah wafat.  Juru Kiting dikirim atas permintaan langsung dari Silarong.


Menurut Babad Tanah Djawi, Juru Kiting pada waktu itu sudah berusia lanjut. Bahkan untuk ikut serta dalam pertempuran di Madura ia harus dipikul dengan tandu.  Namun Juru Kiting sangat dihormati oleh petinggi dan pasukan Mataram yang terjun dalam peperangan. Selain keturunan dari tokoh besar, Juru Kiting juga adalah seorang petapa. Juru Kiting berhasil memberikan suntikan energi baru bagi pasukan Mataram yang terjun dalam perang besar di pulau garam.


Juru Kiting yang sudah renta itu pantas disebut sebagai tokoh kunci kemenangan Mataram atas Madura. Di tengah-tengah peperangan, Juru Kiting menyuruh membuat nasi liwet yang pada akhirnya menjadi nasi ajaib . 


Nasi itu dibagikan rata oleh Juru Kiting kepada seluruh prajurit. Selanjutnya, Juru Kiting yang duduk diatas tandu dipikul mengelilingi pasukan tiga kali. Selanjutnya, pasukan Mataram diperintahkan melihat ke atas dan kemudian melihat ke bawah. Keajaiban benar-benar terjadi, pasukan Mataram menjadi lebih berani dan dalam pertempuran selanjutnya berhasil meraih kemenangan atas Madura.


Politik invasi Mataram menguasai Madura berakhir mengerikan. Tak satupun raja-raja Madura yang hidup, seluruhnya tewas di tangan pasukan ekspedisi Mataram. Satu-satunya pangeran yang masih hidup adalah Raden Prasena dari Kerajaan Arosbaya. Penguasa Arosbaya yaitu Pangeran Tengah, ayah Raden Prasena, gugur dalam serangan ini. Di Pamekasan, gugur Panembahan Ronggosukowati, dan penggantinya. Sementara di Madura Timur atau Sumenep, gugur Pangeran Lor II dan Pangeran Cakranegara.

Peta kuno dari tahun 1686: Jawa dan Sumatera di peta Kerajaan Siam Dokumen ini berjudul Carte du Royaume de Siam et des Pays Circonvoisins (Peta Kerajaan Siam dan negeri-negeri sekitarnya), tetapi sejatinya hanya sedikit menampilkan Siam dan justru banyak memperlihatkan "negeri-negeri sekitarnya" termasuk Sumatera dan Jawa, dan juga Madura, Bangka, dan Bintan (tanpa menyebut Singapura). Di Sumatera kita melihat a.l. ada Aceh, Pedir, Kampar (Canfer), Jambi, Palembang, Indrapura, Minangkabau (Menancabo), Pariaman; sementara di Jawa kita membaca a.l. Banten, Jakarta (Iacatra), Indramayu (Daramayo), Jepara, Tuban, Panarukan, Blambangan, dan Mataram (Materan) Juru kartografi: Pierre Du Val dan Augustin Dechaussé Tahun terbit: 1686 Tempat terbit: Paris

 Peta kuno dari tahun 1686: Jawa dan Sumatera di peta Kerajaan Siam


Dokumen ini berjudul Carte du Royaume de Siam et des Pays Circonvoisins (Peta Kerajaan Siam dan negeri-negeri sekitarnya), tetapi sejatinya hanya sedikit menampilkan Siam dan justru banyak memperlihatkan "negeri-negeri sekitarnya" termasuk Sumatera dan Jawa, dan juga Madura, Bangka, dan Bintan (tanpa menyebut Singapura). Di Sumatera kita melihat a.l. ada Aceh, Pedir, Kampar (Canfer), Jambi, Palembang, Indrapura, Minangkabau (Menancabo), Pariaman; sementara di Jawa kita membaca a.l. Banten, Jakarta (Iacatra), Indramayu (Daramayo), Jepara, Tuban, Panarukan, Blambangan, dan Mataram (Materan)



Juru kartografi: Pierre Du Val dan Augustin Dechaussé

Tahun terbit: 1686

Tempat terbit: Paris

Delapan Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno 1.Candi Borobudur. 2.Candi Prambanan. 3.Candi Sewu. 4.Candi Mendut. 5.Candi Pawon. 6.Prasasti Canggal. 7.Prasasti Sojomerto. 8.Arsitektur dan Seni Relief. Dan masih banyak peninggalan yg lainnya. #sejarah #sejarahmataram #mataramkuno

 Delapan Peninggalan Kerajaan Mataram Kuno 


1.Candi Borobudur.

2.Candi Prambanan.

3.Candi Sewu.

4.Candi Mendut.

5.Candi Pawon.

6.Prasasti Canggal.

7.Prasasti Sojomerto.

8.Arsitektur dan Seni Relief.



Dan masih banyak peninggalan yg lainnya.


#sejarah #sejarahmataram #mataramkuno

NAMA KUDA HITAM MILIK PANGERAN DIPONEGORO Kuda hitam dengan warna putih pada ujung keempat kakinya yang begitu kuat dan gesit bernama Kyai Gentayu. Kuda hitam tersebut dibeli dari pedagang Tiongkok yang biasa menjadi pemasok keperluan keraton sebagai hadiah untuk Pangeran Diponegoro ketika dikhitan. Pangeran Diponegoro juga terkenal dengan keterampilannya menunggang kuda. Di Tegalrejo, sebelum perang, ia memiliki lebih dari 60 kuda. Keterampilannya ini sangat membantu selama perang, terutama dalam menghindari pengejaran di medan yang sulit, seperti saat menyeberangi Kali Progo.

 NAMA KUDA HITAM MILIK PANGERAN DIPONEGORO 

Kuda hitam dengan warna putih pada ujung keempat kakinya yang begitu kuat dan gesit bernama Kyai Gentayu. Kuda hitam tersebut dibeli dari pedagang Tiongkok yang biasa menjadi pemasok keperluan keraton sebagai hadiah untuk Pangeran Diponegoro ketika dikhitan.



Pangeran Diponegoro juga terkenal dengan keterampilannya menunggang kuda. Di Tegalrejo, sebelum perang, ia memiliki lebih dari 60 kuda. Keterampilannya ini sangat membantu selama perang, terutama dalam menghindari pengejaran di medan yang sulit, seperti saat menyeberangi Kali Progo.

_-SEJARAH_ •Sultan Agung Hanyakrakusuma: Sang Sultan Besar Pengukir Sejarah Jawa Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1593-1645) adalah tokoh besar dalam sejarah Nusantara, yang memerintah Kesultanan Mataram dari tahun 1613 hingga 1645. Lahir di Kotagede, Sultan Agung dikenal sebagai seorang pemimpin visioner, panglima perang yang tangguh, sekaligus budayawan dan filsuf yang meletakkan dasar budaya Jawa, dikenal sebagai Kajawen. Membangun Kekuasaan Mataram Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram mengalami masa keemasan. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga hampir seluruh pulau Jawa, menjadikan Mataram sebagai kekuatan besar di Nusantara. Tidak hanya memperkuat teritorial, Sultan Agung juga membangun kekuatan militer yang tangguh untuk melawan penjajahan Belanda. Gelar dan Warisan Budaya Sebutan Susuhunan Agung atau "Yang Dipertuan Agung" mencerminkan penghormatan besar terhadap kepemimpinan dan warisannya. Selain sebagai raja dan pejuang, Sultan Agung adalah seorang pemikir yang berpengaruh dalam kerangka budaya Jawa. Ia menciptakan kalender Jawa yang merupakan perpaduan antara sistem Hijriyah Islam dan budaya Hindu-Buddha, sebagai simbol integrasi budaya dan agama di Nusantara. Pengaruh yang Abadi Sultan Agung tak hanya dikenang sebagai penguasa politik, tetapi juga sebagai simbol budaya yang memengaruhi pengetahuan kolektif masyarakat Jawa hingga kini. Ia menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati melibatkan kemampuan untuk menyatukan kekuatan militer, politik, dan budaya demi kemajuan bangsanya. Warisan Sultan Agung tetap hidup sebagai inspirasi dalam memahami nilai-nilai perjuangan, kearifan, dan kebudayaan Jawa yang mendalam. #SultanAgung #Mataram #SejarahJawa #Kajawen #Kepemimpinan #BudayaJawa #Nusantara

 _-SEJARAH_

•Sultan Agung Hanyakrakusuma: Sang Sultan Besar Pengukir Sejarah Jawa



Sultan Agung Adi Prabu Hanyakrakusuma (1593-1645) adalah tokoh besar dalam sejarah Nusantara, yang memerintah Kesultanan Mataram dari tahun 1613 hingga 1645. Lahir di Kotagede, Sultan Agung dikenal sebagai seorang pemimpin visioner, panglima perang yang tangguh, sekaligus budayawan dan filsuf yang meletakkan dasar budaya Jawa, dikenal sebagai Kajawen.


Membangun Kekuasaan Mataram


Di bawah kepemimpinan Sultan Agung, Mataram mengalami masa keemasan. Ia berhasil memperluas wilayah kekuasaannya hingga hampir seluruh pulau Jawa, menjadikan Mataram sebagai kekuatan besar di Nusantara. Tidak hanya memperkuat teritorial, Sultan Agung juga membangun kekuatan militer yang tangguh untuk melawan penjajahan Belanda.


Gelar dan Warisan Budaya


Sebutan Susuhunan Agung atau "Yang Dipertuan Agung" mencerminkan penghormatan besar terhadap kepemimpinan dan warisannya. Selain sebagai raja dan pejuang, Sultan Agung adalah seorang pemikir yang berpengaruh dalam kerangka budaya Jawa. Ia menciptakan kalender Jawa yang merupakan perpaduan antara sistem Hijriyah Islam dan budaya Hindu-Buddha, sebagai simbol integrasi budaya dan agama di Nusantara.


Pengaruh yang Abadi


Sultan Agung tak hanya dikenang sebagai penguasa politik, tetapi juga sebagai simbol budaya yang memengaruhi pengetahuan kolektif masyarakat Jawa hingga kini. Ia menunjukkan bahwa kepemimpinan sejati melibatkan kemampuan untuk menyatukan kekuatan militer, politik, dan budaya demi kemajuan bangsanya.


Warisan Sultan Agung tetap hidup sebagai inspirasi dalam memahami nilai-nilai perjuangan, kearifan, dan kebudayaan Jawa yang mendalam.


#SultanAgung #Mataram #SejarahJawa #Kajawen #Kepemimpinan #BudayaJawa #Nusantara

KERAJAAN MATARAM KUNO Kerajaan Mataram Kuno, juga dikenal sebagai Medang, merupakan kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada abad ke-8 hingga abad ke-10. Berikut adalah kronologi singkat dari awal hingga akhir Kerajaan Mataram Kuno: 1. AWAL BERDIRI (ABAD KE 8) Pendirinya adalah Sanjaya berdasarkan Prasasti Canggal (732 M), Sanjaya dianggap sebagai pendiri kerajaan. Dia memerintah di daerah sekitar Gunung Merapi dan Dieng. 2. KEKUASAAN WANGSA SANJAYA DAN WANGSA SYAILENDRA Mataram Kuno diperintah oleh dua dinasti, yaitu Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Kedua wangsa ini terkadang bersaing, tetapi juga saling berhubungan melalui pernikahan. 3. MASA KEEMASAN SYAILENDRA Pada masa ini, Wangsa Syailendra mendominasi dengan pembangunan Candi Borobudur sebagai bukti kebesaran mereka. Raja terkenal dari wangsa ini adalah Rakai Panangkaran. 4. PUNCAK KEJAYAAN (ABAD KE 9) 4.1 Rakai Pikatan (856 M) Dari Wangsa Sanjaya, Rakai Pikatan menikah dengan Pramodhawardhani dari Wangsa Syailendra, untuk mempererat hubungan kedua dinasti. Selama masa pemerintahannya, candi-candi besar seperti Prambanan didirikan. 5. PERIODE JAWA TIMUR Mpu Sindok (929 M) Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, diduga karena letusan Gunung Merapi atau alasan politik dan keamanan. Ia mendirikan Wangsa Isyana di Jawa Timur dan memulai dinasti baru. 6. MASA AKHIR (ABAD KE 10) 6.1 Dharmawangsa Teguh (991-1016 M) Dharmawangsa Teguh berusaha memperluas kekuasaan ke Bali dan Sumatera. Ia juga memerintahkan penyalinan ulang kitab Mahabharata. 6.2 Serangan Sriwijaya (1016 M) Pada tahun 1016, Mataram Kuno diserang oleh Sriwijaya. Serangan ini menyebabkan kehancuran besar, termasuk kematian Raja Dharmawangsa Teguh. Peristiwa ini dikenal sebagai **Pralaya** atau kehancuran. 7. MASA TRANSISI DAN AKHIR Airlangga (1019-1042 M) Airlangga, keponakan Dharmawangsa, berhasil menyelamatkan diri dan kemudian mendirikan Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur pada tahun 1019. Pemerintahannya dianggap sebagai kelanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno dengan nama baru. 8. PEMBAGIAN KERAJAAN (1045 M) Menjelang akhir pemerintahannya, Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua bagian untuk menghindari konflik suksesi, yaitu Kerajaan Janggala dan Kerajaan Panjalu (Kediri). 9. KESIMPULAN Kerajaan Mataram Kuno berkembang pesat dengan perpaduan budaya Hindu dan Buddha, meninggalkan warisan budaya yang kaya berupa candi-candi megah. Namun, perpecahan internal dan serangan dari luar menyebabkan keruntuhan kerajaan ini, yang kemudian dilanjutkan oleh dinasti-dinasti baru di Jawa Timur. Sumber : "Sejarah Nasional Indonesia", "History of Java" oleh Sir Thomas Stamford Raffles, "Negara dan Rakyat dalam Citra Prasasti: Kajian Epigrafis tentang Prasasti-Prasasti Jawa Kuno Abad IX-X" oleh Boechari. #sejarah #nusantara #mataramkuno

 KERAJAAN MATARAM KUNO


Kerajaan Mataram Kuno, juga dikenal sebagai Medang, merupakan kerajaan yang berdiri di Jawa Tengah dan Jawa Timur pada abad ke-8 hingga abad ke-10. Berikut adalah kronologi singkat dari awal hingga akhir Kerajaan Mataram Kuno:



1. AWAL BERDIRI (ABAD KE 8)

Pendirinya adalah Sanjaya berdasarkan Prasasti Canggal (732 M), Sanjaya dianggap sebagai pendiri kerajaan. Dia memerintah di daerah sekitar Gunung Merapi dan Dieng.


2. KEKUASAAN WANGSA SANJAYA DAN WANGSA SYAILENDRA

Mataram Kuno diperintah oleh dua dinasti, yaitu Wangsa Sanjaya yang beragama Hindu dan Wangsa Syailendra yang beragama Buddha. Kedua wangsa ini terkadang bersaing, tetapi juga saling berhubungan melalui pernikahan.


3. MASA KEEMASAN SYAILENDRA

Pada masa ini, Wangsa Syailendra mendominasi dengan pembangunan Candi Borobudur sebagai bukti kebesaran mereka. Raja terkenal dari wangsa ini adalah Rakai Panangkaran.


4. PUNCAK KEJAYAAN (ABAD KE 9) 

4.1 Rakai Pikatan (856 M)

Dari Wangsa Sanjaya, Rakai Pikatan menikah dengan Pramodhawardhani dari Wangsa Syailendra, untuk mempererat hubungan kedua dinasti. Selama masa pemerintahannya, candi-candi besar seperti Prambanan didirikan.


5. PERIODE JAWA TIMUR

Mpu Sindok (929 M)

Mpu Sindok memindahkan pusat kerajaan dari Jawa Tengah ke Jawa Timur, diduga karena letusan Gunung Merapi atau alasan politik dan keamanan. Ia mendirikan Wangsa Isyana di Jawa Timur dan memulai dinasti baru.


6. MASA AKHIR (ABAD KE 10)

6.1 Dharmawangsa Teguh (991-1016 M)

Dharmawangsa Teguh berusaha memperluas kekuasaan ke Bali dan Sumatera. Ia juga memerintahkan penyalinan ulang kitab Mahabharata.


6.2 Serangan Sriwijaya (1016 M)

Pada tahun 1016, Mataram Kuno diserang oleh Sriwijaya. Serangan ini menyebabkan kehancuran besar, termasuk kematian Raja Dharmawangsa Teguh. Peristiwa ini dikenal sebagai **Pralaya** atau kehancuran.


7. MASA TRANSISI DAN AKHIR

Airlangga (1019-1042 M)

Airlangga, keponakan Dharmawangsa, berhasil menyelamatkan diri dan kemudian mendirikan Kerajaan Kahuripan di Jawa Timur pada tahun 1019. Pemerintahannya dianggap sebagai kelanjutan dari Kerajaan Mataram Kuno dengan nama baru.


8. PEMBAGIAN KERAJAAN (1045 M)

Menjelang akhir pemerintahannya, Airlangga membagi kerajaannya menjadi dua bagian untuk menghindari konflik suksesi, yaitu Kerajaan Janggala dan Kerajaan Panjalu (Kediri).


9. KESIMPULAN

Kerajaan Mataram Kuno berkembang pesat dengan perpaduan budaya Hindu dan Buddha, meninggalkan warisan budaya yang kaya berupa candi-candi megah. Namun, perpecahan internal dan serangan dari luar menyebabkan keruntuhan kerajaan ini, yang kemudian dilanjutkan oleh dinasti-dinasti baru di Jawa Timur.


Sumber : 

"Sejarah Nasional Indonesia", "History of Java" oleh Sir Thomas Stamford Raffles, "Negara dan Rakyat dalam Citra Prasasti: Kajian Epigrafis tentang Prasasti-Prasasti Jawa Kuno Abad IX-X" oleh Boechari.


 #sejarah #nusantara #mataramkuno

Gerwani Mengingatkan Kita untuk Teguh pada Syariat Pada dekade 1960-an, Gerwani berusaha menanggalkan nilai-nilai syariat dengan membungkusnya dalam dalih "pelestarian budaya." Mereka memandang hijab sebagai simbol penindasan, sementara menggembar-gemborkan kebebasan berpakaian dan berperilaku. Dengan seni rakyat seperti tayub dan ronggeng, mereka menggambarkan perempuan tanpa hijab sebagai lambang kemajuan, sementara perempuan berhijab dianggap terbelakang. Namun, tujuan mereka lebih dari sekadar budaya: mereka berusaha menjauhkan perempuan Muslimah dari syariat Islam yang merupakan penjaga kemuliaan dan kehormatan. Namun, meski Gerwani atau paham serupa pernah berusaha menggoyahkan iman, perlawanan dari umat Islam, khususnya dari kaum perempuan, tetap tegar. Hijab tetap menjadi simbol pembebasan, bukan penindasan. Seruan untuk Muslimah di Jawa: Wahai Muslimah, tidak ada yang lebih indah daripada berjalan di jalan yang telah ditentukan Allah. Hijab Anda bukan sekadar penutup kepala, tetapi cermin kekuatan, kesucian, dan keteguhan iman. Jangan terpengaruh oleh arus yang mencoba menjauhkan Anda dari jalan-Nya. Mari kita teguhkan hati, bangkit dengan penuh keyakinan, dan terus jaga identitas Islam kita. Ingatlah bahwa setiap langkah kita di jalan Allah adalah langkah menuju kemenangan hakiki. Jangan biarkan propaganda apa pun meruntuhkan benteng yang telah dibangun oleh syariat.

 Gerwani Mengingatkan Kita untuk Teguh pada Syariat


Pada dekade 1960-an, Gerwani berusaha menanggalkan nilai-nilai syariat dengan membungkusnya dalam dalih "pelestarian budaya." Mereka memandang hijab sebagai simbol penindasan, sementara menggembar-gemborkan kebebasan berpakaian dan berperilaku. Dengan seni rakyat seperti tayub dan ronggeng, mereka menggambarkan perempuan tanpa hijab sebagai lambang kemajuan, sementara perempuan berhijab dianggap terbelakang. Namun, tujuan mereka lebih dari sekadar budaya: mereka berusaha menjauhkan perempuan Muslimah dari syariat Islam


yang merupakan penjaga kemuliaan dan kehormatan.


Namun, meski Gerwani atau paham serupa pernah berusaha menggoyahkan iman, perlawanan dari umat Islam, khususnya dari kaum perempuan, tetap tegar. Hijab tetap menjadi simbol pembebasan, bukan penindasan.


Seruan untuk Muslimah di Jawa:

Wahai Muslimah, tidak ada yang lebih indah daripada berjalan di jalan yang telah ditentukan Allah. Hijab Anda bukan sekadar penutup kepala, tetapi cermin kekuatan, kesucian, dan keteguhan iman. Jangan terpengaruh oleh arus yang mencoba menjauhkan Anda dari jalan-Nya.


Mari kita teguhkan hati, bangkit dengan penuh keyakinan, dan terus jaga identitas Islam kita. Ingatlah bahwa setiap langkah kita di jalan Allah adalah langkah menuju kemenangan hakiki. Jangan biarkan propaganda apa pun meruntuhkan benteng yang telah dibangun oleh syariat.

25 November 2024

Potongan peta Pulau Jawa yang digambar oleh letnan insinyur B. Sauerland. Peta tersebut dicetak atau digambar pada tahun 1822, tiga tahun sebelum Perang Jawa meletus. Dalam peta tersebut masih tampak wilayah-wilayah yang masih belum masuk kekuasaan pemerintah Hindia-Belanda, yang ditandai dengan tulisan "ONTGEMENTE LANDEN VAN DEN SULTAN EN KEIZER" yang merujuk pada wilayah-wilayah yang masih berada dalam kekuasaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Sayangya peta ini tidak menunjukkan dengan jelas mana batas wilayah yang mengikut Kasultanan Yogyakarta dan mana batas wilayah yang mengikuti Kasunanan Surakarta. Pembuat peta ini menandai gunung dan sungai yang berada dalam batas administrasi pemerintah kolonial, namun pembuat peta tidak menandai gunung yang ada di luar wilayah tersebut. Peta ini tampaknya dibuat untuk kepentingan kekuasaan militer dan administrasi Hindia-Belanda di Jawa sehingga wilayah-wilayah yang di luar kekuasaan tersebut sengaja tidak digambar.

 Potongan peta Pulau Jawa yang digambar oleh letnan insinyur B. Sauerland. Peta tersebut dicetak atau digambar pada tahun 1822, tiga tahun sebelum Perang Jawa meletus. Dalam peta tersebut masih tampak wilayah-wilayah yang masih belum masuk kekuasaan pemerintah Hindia-Belanda, yang ditandai dengan tulisan "ONTGEMENTE LANDEN VAN DEN SULTAN EN KEIZER" yang merujuk pada wilayah-wilayah yang masih berada dalam kekuasaan Kasultanan Yogyakarta dan Kasunanan Surakarta. Sayangya peta ini tidak menunjukkan dengan jelas mana batas wilayah yang mengikut Kasultanan Yogyakarta dan mana batas wilayah yang mengikuti Kasunanan Surakarta. Pembuat peta ini menandai gunung dan sungai yang berada dalam batas administrasi pemerintah kolonial, namun pembuat peta tidak menandai gunung yang ada di luar wilayah tersebut. Peta ini tampaknya dibuat untuk kepentingan kekuasaan militer dan administrasi Hindia-Belanda  di Jawa sehingga wilayah-wilayah yang di luar kekuasaan tersebut sengaja tidak digambar.

Penulis : Lengkong Sanggar Ginaris



Perempuan Madura yang karena jasanya pada Belanda dianugerahi Medali oleh Belanda. 1949.

 Perempuan Madura yang karena jasanya pada Belanda dianugerahi Medali oleh Belanda. 1949.



Hamengkubuwono VII, sultan of Yogyakarta, in court dress. Dutch East Indies (1885) Hamengkubuwono VII (also spelled Hamengkubuwana VII, 4 February 1839 – 30 December 1921) was the seventh sultan of Yogyakarta, reigning from 22 December 1877 to 29 January 1921. KITLV 🔴 LB ART 🔴 FOTO ZAMAN DULU

 Hamengkubuwono VII, sultan of Yogyakarta, in court dress. Dutch East Indies (1885) Hamengkubuwono VII (also spelled Hamengkubuwana VII, 4 February 1839 – 30 December 1921) was the seventh sultan of Yogyakarta, reigning from 22 December 1877 to 29 January 1921. KITLV



🔴 LB ART

🔴 FOTO ZAMAN DULU

Potret lawas seorang purnawirawan Sersan KNIL Mangondjojo, 78 tahun, terlihat Bintang Penghargaan selama 12,5 tahun Bakti Setia pada walanda. Tanggal: 10 Januari 1949. Blora, Jawa Tengah, Indonesia Sumber. 📷 Wikimedia

 Potret lawas seorang purnawirawan Sersan KNIL Mangondjojo, 78 tahun, terlihat Bintang Penghargaan selama 12,5 tahun Bakti Setia pada walanda. Tanggal: 10 Januari 1949. Blora, Jawa Tengah, Indonesia 



Sumber. 

📷 Wikimedia

23 November 2024

Mendarat dengan khidmat, patch emblem Kotapraja Magelang (Gemeentewapen van Magelang) edisi desain tahun 1926 - 1935 insyallah asli lawas. Logo desain ini pada kemudian hari diubah setelah Magelang diubah statusnya menjadi Stadsgemeente (Kota).

 Mendarat dengan khidmat, patch emblem Kotapraja Magelang (Gemeentewapen van Magelang) edisi desain tahun 1926 - 1935 insyallah asli lawas. Logo desain ini pada kemudian hari diubah setelah Magelang diubah statusnya menjadi Stadsgemeente (Kota).



Penulis / Sumbet : Chandra Gusta Wisnuwardhans

Apa Tujuan Bangsa Belanda Menjajah Indonesia? Melansir laman resmi Perpusnas, tujuan Belanda datang ke Indonesia adalah mencari kekayaan, monopoli perdagangan, dan mencari daerah jajahan. Pada saat pertama mendarat di Indonesia tahun 1596, Belanda datang dengan dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Saat itu, Belanda mendarat di Pelabuhan Banten, namun kedatangan mereka diusir penduduk karena mereka bersikap kasar dan sombong. Dua tahun kemudian, Belanda datang lagi ke Indonesia dengan dipimpin Jacob van Heck yakni pada tahun 1598. Baru pada tanggal 20 Maret tahun 1602, Belanda mendirikan kongsi dagang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), dengan tujuan menghilangkan persaingan yang merugikan para pedagang Belanda. Tujuan lainnya yaitu menyatukan tenaga untuk menghadapi persaingan dengan bangsa Portugis dan pedagang-pedagang lainnya di Indonesia. Selain itu, Belanda juga memiliki tujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol. #sejarah #Belanda #cornelius #Kolonial #VOC Sumber: detikedu

 Apa Tujuan Bangsa Belanda Menjajah Indonesia?

Melansir laman resmi Perpusnas, tujuan Belanda datang ke Indonesia adalah mencari kekayaan, monopoli perdagangan, dan mencari daerah jajahan.



Pada saat pertama mendarat di Indonesia tahun 1596, Belanda datang dengan dipimpin oleh Cornelis de Houtman. Saat itu, Belanda mendarat di Pelabuhan Banten, namun kedatangan mereka diusir penduduk karena mereka bersikap kasar dan sombong.


Dua tahun kemudian, Belanda datang lagi ke Indonesia dengan dipimpin Jacob van Heck yakni pada tahun 1598.


Baru pada tanggal 20 Maret tahun 1602, Belanda mendirikan kongsi dagang bernama VOC (Vereenigde Oost Indische Compagnie), dengan tujuan menghilangkan persaingan yang merugikan para pedagang Belanda.


Tujuan lainnya yaitu menyatukan tenaga untuk menghadapi persaingan dengan bangsa Portugis dan pedagang-pedagang lainnya di Indonesia. Selain itu, Belanda juga memiliki tujuan mencari keuntungan yang sebesar-besarnya untuk membiayai perang melawan Spanyol.


#sejarah #Belanda #cornelius #Kolonial #VOC


Sumber: detikedu

HUTANG MAJAPAHIT KEPADA CINA GAGAL BAYAR Pada puncak Perang Paregreg, meskipun Majapahit berhasil menumpas Kedaton Pamotan yang Brontak dan memenggal kepala Rajanya (Bre Wirabhumi), Majapahit selepas ini hilang wibawanya didepan negeri-negeri taklukannya. Sebabnya adalah karena Kekaisaran Cina Dinasti Ming menghancurkan wibawa Majapahit. Pada saat Majapahit Menyerbu Pamotan, di Pamotan sedang ada Tamu utusan Kekaisaran Dinasti Ming, mereka Para Tamu-Tamu itu jumlahnya yang tewas terbilang banyak, yaitu 150 Orang. Atas Peristiwa itu Kekaisaran Cina menuntut Ganti Rugi sebanyak 60.000 Tahil Emas (Setara Satu triliun enam ratus sembilan belas milyar tiga ratus limapuluh dua juta) sebagai ganti Duta mereka yang terbunuh. Jika tidak Majapahit akan berperang dengan Ming. Menyadari kondisi kekuatan Militer telah merosot akibat imbas perang sebelumnya Majapahit akhirnya menyanggupi Ganti Rugi, namun pernyataan kesanggupan ini juga meleset dari Perjanjian, selama 2 Tahun Majapahit hanya mampu mengangsur 10.000 Tahil Emas saja (16,67%). Kondisi semacam itu terjadi akibat Ekonomi di Majapahit belum pulih Pasca Perang Paregreg. Sebagai bentuk keprihatinan akhirnya Ming, membebaskan Majapahit dari hutang. Walaupun masalah dengan Cina selesai, Dimata negeri taklukannya Majapahit tidak lagi sehebat dahulu, karena tunduk dibawah Kekaisaran Cina Dinasti Ming, karenanya selepas peristiwa ini negeri-negeri Taklukan Majapahit utamanya di Sumatra memberontak, mereka lebih memilih mengirimkan Upeti ke Dinasti Ming dibanding Majapahit untuk menjaga wilayah mereka. Kisah ini dapat dijumpai pada tulisan Ma-Huan yang berjudul Yingyai Shenglan.

 HUTANG MAJAPAHIT KEPADA CINA GAGAL BAYAR


Pada puncak Perang Paregreg, meskipun Majapahit berhasil menumpas Kedaton Pamotan yang Brontak dan memenggal kepala Rajanya (Bre Wirabhumi), Majapahit selepas ini hilang wibawanya didepan negeri-negeri taklukannya. Sebabnya adalah karena Kekaisaran Cina Dinasti Ming menghancurkan wibawa Majapahit. 



Pada saat Majapahit Menyerbu Pamotan, di Pamotan sedang ada Tamu utusan Kekaisaran Dinasti Ming, mereka Para Tamu-Tamu itu jumlahnya yang tewas terbilang banyak, yaitu 150 Orang. 


Atas Peristiwa itu Kekaisaran Cina menuntut Ganti Rugi sebanyak 60.000 Tahil Emas (Setara Satu triliun enam ratus sembilan belas milyar tiga ratus limapuluh dua juta) sebagai ganti Duta mereka yang terbunuh. Jika tidak Majapahit akan berperang dengan Ming. 


Menyadari kondisi kekuatan Militer telah merosot akibat imbas perang sebelumnya Majapahit akhirnya menyanggupi Ganti Rugi, namun pernyataan kesanggupan ini juga meleset dari Perjanjian, selama 2 Tahun Majapahit hanya mampu mengangsur  10.000 Tahil Emas saja (16,67%). Kondisi semacam itu terjadi akibat Ekonomi di Majapahit belum pulih Pasca Perang Paregreg. Sebagai bentuk keprihatinan akhirnya Ming, membebaskan Majapahit dari hutang. 


Walaupun masalah dengan Cina selesai, Dimata negeri taklukannya Majapahit tidak lagi sehebat dahulu, karena tunduk dibawah Kekaisaran Cina Dinasti Ming, karenanya selepas peristiwa ini negeri-negeri Taklukan Majapahit utamanya di Sumatra memberontak, mereka lebih memilih mengirimkan Upeti ke Dinasti Ming dibanding Majapahit untuk menjaga wilayah mereka. 


Kisah ini dapat dijumpai pada  tulisan Ma-Huan yang berjudul Yingyai Shenglan.

18 November 2024

SEJARAH LAHIRNYA AKSARA. Gambar ini adalah bagan perbandingan yang menunjukkan evolusi dari abjad modern selama rentang 7.000+ tahun di berbagai budaya dan sistem penulisan di seluruh dunia. Ini melacak perkembangan huruf individu dari hieroglif Mesir kuno dan naskah Semitik melalui Fenisia, Yunani, dan sistem penulisan menengah lainnya, yang berpuncak pada abjad Latin modern. Setiap kolom mewakili tahap dalam evolusi penulisan, menunjukkan bagaimana setiap huruf telah berubah selama ribuan tahun dalam naskah yang berbeda, seperti Hieroglif, Proto-Sinaitik, Fenisia, Yunani, dan Arab, antara lain. Bagan ini merupakan representasi visual dari kontinuitas dan adaptasi karakter saat mereka bertransisi dari satu budaya ke budaya lainnya, menunjukkan warisan bersama dan keterhubungan komunikasi tertulis lintas peradaban. Pencipta grafik ini adalah Rich Ameninhat, seperti yang disebutkan di bagian bawah gambar. sumber: scient explorist.

 SEJARAH LAHIRNYA AKSARA. 


Gambar ini adalah bagan perbandingan yang menunjukkan evolusi dari abjad modern selama rentang 7.000+ tahun di berbagai budaya dan sistem penulisan di seluruh dunia.



Ini melacak perkembangan huruf individu dari hieroglif Mesir kuno dan naskah Semitik melalui Fenisia, Yunani, dan sistem penulisan menengah lainnya, yang berpuncak pada abjad Latin modern.


Setiap kolom mewakili tahap dalam evolusi penulisan, menunjukkan bagaimana setiap huruf telah berubah selama ribuan tahun dalam naskah yang berbeda, seperti Hieroglif, Proto-Sinaitik, Fenisia, Yunani, dan Arab, antara lain. 


Bagan ini merupakan representasi visual dari kontinuitas dan adaptasi karakter saat mereka bertransisi dari satu budaya ke budaya lainnya, menunjukkan warisan bersama dan keterhubungan komunikasi tertulis lintas peradaban.


Pencipta grafik ini adalah Rich Ameninhat, seperti yang disebutkan di bagian bawah gambar. 


sumber: scient explorist.

16 November 2024

SKETSA ASLI PANGERAN DIPONEGORO Di atas adalah (semacam) kop surat resmi yang di bawahnya tertera catatan tangan yang bertiti mangsa 1870 (15 tahun setelah Diponegoro wafat): "Kandjeng Soeltan Abdoel Hamid Heroetjokro Kabiril Moekminnin Sajidin Panatagama Djawi Senopati Hingalogo Sabiloolah Chalifat Rasulillah Hingkang Hagomo Islam" Kop surat ini berupa foto litograf Pangeran Arijo (PA) Diponegoro, dan secara verbatim tertulis begini: "Pangeran Ario Diponegoro, aanvoerder in de Java Oorlog van 1825-1830" (Pangeran Ario Diponegoro, pemimpin Perang Jawa tahun 1825-1830) Foto litograf PA Diponegoro tersebut tersebut berasal dari gambar yang diproduksi oleh Mayor H. de Stuers pada tahun 1830, artinya digambar saat PA Diponegoro masih hidup pasca tertangkap. Foto litograf yang merekam busana PA Diponegoro yang kearab-araban ini bersesuaian dengan glasnegatief (film negatif) nomor indeks G-699 ruang 1.41.35, dan sesuai dengan cetakan litograf bernomor indeks 36C-373 di Leiden University Libraries (akses juga bisa didapatkan melalui KITLV). Melalui pendidikan pesantren, banyak ilmu yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro dengan membaca banyak karangan-karangan ulama Islam terkemuka. Menurut Peter Carey dalam (Ma'ruf, 2018), di antara karangan ulama yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro adalah sebagai berikut: (1) Kitab Tuhfah, berisi ajaran sufisme tentang "tujuh tahap eksistensi" dalam pencarian Tuhan, sering dikaji juga oleh masyarakat Islam Jawa. (2) Kitab tentang Usul dan Tasawuf. (3) Suluk, berupa syair mistik Jawa. (4) Sejarah para Nabi (Serat Anbiya) dan Tafsir Quran. (5) Kitab Sirat as-salatin dan Taj as Salatin, berisi tentang pembelajaran filsafat politik Islam. (6) Kitab Taqrib, Lubab al Fiqh dan Muharor, berisikan tentang hukum-hukum Islam. Sumber : https://www.kontenislam.com/2024/07/busana-asli-pangeran-diponegoro.html

 SKETSA ASLI PANGERAN DIPONEGORO

Di atas adalah (semacam) kop surat resmi yang di bawahnya tertera catatan tangan yang bertiti mangsa 1870 (15 tahun setelah Diponegoro wafat):

"Kandjeng Soeltan Abdoel Hamid Heroetjokro Kabiril Moekminnin Sajidin Panatagama Djawi Senopati Hingalogo Sabiloolah Chalifat Rasulillah Hingkang Hagomo Islam"



Kop surat ini berupa foto litograf Pangeran Arijo (PA) Diponegoro, dan secara verbatim tertulis begini:

"Pangeran Ario Diponegoro, aanvoerder in de Java Oorlog van 1825-1830"

(Pangeran Ario Diponegoro, pemimpin Perang Jawa tahun 1825-1830)

Foto litograf PA Diponegoro tersebut tersebut berasal dari gambar yang diproduksi oleh Mayor H. de Stuers pada tahun 1830, artinya digambar saat PA Diponegoro masih hidup pasca tertangkap.

Foto litograf yang merekam busana PA Diponegoro yang kearab-araban ini bersesuaian dengan glasnegatief (film negatif) nomor indeks G-699 ruang 1.41.35, dan sesuai dengan cetakan litograf bernomor indeks 36C-373 di Leiden University Libraries (akses juga bisa didapatkan melalui KITLV).

Melalui pendidikan pesantren, banyak ilmu yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro dengan membaca banyak karangan-karangan ulama Islam terkemuka. Menurut Peter Carey dalam (Ma'ruf, 2018), di antara karangan ulama yang dipelajari oleh Pangeran Diponegoro adalah sebagai berikut:

(1) Kitab Tuhfah, berisi ajaran sufisme tentang "tujuh tahap eksistensi" dalam pencarian Tuhan, sering dikaji juga oleh masyarakat Islam Jawa.

(2) Kitab tentang Usul dan Tasawuf.

(3) Suluk, berupa syair mistik Jawa.

(4) Sejarah para Nabi (Serat Anbiya) dan Tafsir Quran.

(5) Kitab Sirat as-salatin dan Taj as Salatin, berisi tentang pembelajaran filsafat politik Islam.

(6) Kitab Taqrib, Lubab al Fiqh dan Muharor, berisikan tentang hukum-hukum Islam.

Sumber : https://www.kontenislam.com/2024/07/busana-asli-pangeran-diponegoro.html


11 November 2024

Suku Alifuru Maluku Megaliptik 1200 SM Sebelum mengalami Perkawinan campur dengan Suku Ras Bangsa dari Timur Tengah & Eropa, yang mana kita tahu Pernah masuk ke Maluku untuk Tujuan Perdagangan, Penyiaran Agama maupun untuk Menjajah. A r a b masuk di Maluku Ternate Tahun 1257 Portugis masuk di Maluku Ambon Tgl 16 Februari Thn 1497 Spanyol masuk di Maluku / Tidore 1521 Belanda masuk di Maluku Tahun 1605 Doc : Moluks Historisch Museum

 Suku  Alifuru   Maluku  Megaliptik  1200 SM

Sebelum mengalami Perkawinan campur dengan Suku Ras  Bangsa dari Timur Tengah & Eropa, yang  mana kita tahu  Pernah masuk  ke Maluku  untuk Tujuan  Perdagangan, Penyiaran Agama maupun  untuk  Menjajah.

A r a b  masuk di Maluku Ternate  Tahun  1257

Portugis masuk di Maluku  Ambon Tgl 16 Februari   Thn    1497

Spanyol  masuk di Maluku / Tidore  1521

Belanda  masuk di Maluku  Tahun    1605



Doc  :

Moluks  Historisch  Museum

03 November 2024

Hotel Baraboedoer di Barat Laut Candi Borobudur 1912

 Hotel Baraboedoer di Barat Laut Candi Borobudur 1912



01 November 2024

Manusia PENAKLUK PETIR.. "Kisah kiageng selo" Sang Penangkap Petir. Makamnya ada di Daerah Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah, Yg sekarang Wilayah itu juga bernama Selo. Ia terkenal dengan kisah legendanya, menangkap petir. Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Ia moyang (cikal bakal-) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta). Dalam Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), diceritakan,1 Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dinikahkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan. Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo. Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet atau Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak. Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram menggantikan Pajang. Kisah menangkap petir" Kisah mrenangkap petir terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun. Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo. Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak. Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak. Kanjeng Sunan Demak makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air. Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo. Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng. Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir. Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.

 Manusia PENAKLUK PETIR..


"Kisah kiageng selo" Sang Penangkap Petir.

Makamnya ada di Daerah Purwodadi, Grobogan, Jawa Tengah,  Yg sekarang Wilayah itu juga bernama Selo. Ia terkenal dengan kisah legendanya, menangkap petir.



Menurut silsilah, Ki Ageng Selo adalah cicit atau buyut dari Brawijaya terakhir. Ia moyang (cikal bakal-) dari pendiri kerajaan Mataram yaitu Sutawijaya. Termasuk Sri Sultan Hamengku Buwono X (Yogyakarta) maupun Paku Buwono XIII (Surakarta).


Dalam Babad Tanah Jawi (Meinama, 1905; Al-thoff, 1941), diceritakan,1 Prabu Brawijaya terakhir beristri putri Wandan kuning dan berputra Bondan Kejawan/Ki Ageng Lembu Peteng yang diangkat sebagai murid Ki Ageng Tarub. Ia dinikahkan dengan putri Ki Ageng Tarub yang bernama Dewi Nawangsih, dari ibu Bidadari Dewi Nawang Wulan.


Dari perkawinan Lembu Peteng dengan Nawangsih, lahir lah Ki Getas Pendowo (makamnya di Kuripan, Purwodadi). Ki Ageng Getas Pandowo berputra tujuh dan yang paling sulung Ki Ageng Selo.


Ki Ageng gemar bertapa di hutan, gua, dan gunung sambil bertani menggarap sawah. Dia tidak mementingkan harta dunia. Hasil sawahnya dibagi-bagikan kepada tetangganya yang membutuhkan agar hidup berkecukupan. Salah satu muridnya tercintanya adalah Mas Karebet atau Joko Tingkir yang kemudian jadi Sultan Pajang Hadiwijaya, menggantikan dinasti Demak.


Putra Ki Ageng Selo semua tujuh orang, salah satunya Kyai Ageng Enis yang berputra Kyai Ageng Pamanahan. Ki Pemanahan beristri putri sulung Kyai Ageng Saba, dan melahirkan Mas Ngabehi Loring Pasar atau Sutawijaya, pendiri kerajaan Mataram menggantikan Pajang.

Kisah menangkap petir"


Kisah mrenangkap petir terjadi pada jaman ketika Sultan Demak Trenggana masih hidup. Syahdan pada suatu sore sekitar waktu ashar, Ki Ageng Sela sedang mencangkul sawah. Hari itu sangat mendung, pertanda hari akan hujan. Tidak lama memang benar – benar hujan lebat turun.


Petir datang menyambar-nyambar. Petani lain terbirit-birit lari pulang ke rumah karena ketakutan. Tetapi Ki Ageng Sela tetap enak – enak menyangkul, baru sebentar dia mencangkul, datanglah petir itu menyambar Ki Ageng Selo.


Gelegar….. petir menyambar cangkul di genggaman Ki Ageng. Namun, ia tetap berdiri tegar, tubuhnya utuh, tidak gosong, tidak koyak.


Petir berhasil ditangkap dan diikat, dimasukkan ke dalam batu sebesar genggaman tangan orang dewasa. Lalu, batu itu diserahkan ke Kanjeng Sunan di Kerajaan Istana Demak.


Kanjeng Sunan Demak makin kagum terhadap kesaktian Ki Ageng Selo. Beliau pun memberi arahan, petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo tidak boleh diberi air.


Kerajaan Demak heboh. Ribuan orang –perpangkat besar dan orang kecil– datang berduyun-duyun ke istana untuk melihat petir hasil tangkapan Ki Ageng Selo.


Suatu hari, datanglah seorang wanita, ia adalah intruder (penyusup) yang menyelinap di balik kerumunan orang-orang yang ingin melihat petirnya Ki Ageng.


Wanita penyusup itu membawa bathok (tempat air dari tempurung kelapa) lalu menyiram batu petir itu dengan air. Gelegar… gedung istana tempat menyimpan batu itupun hancur luluh lantak, oleh ledakan petir.


Kanjeng Sunan Demak berkata, wanita pembawa bathok tersebut adalah “petir wanita” pasangan dari petir “lelaki” yang berhasil ditangkap Ki Ageng Selo. Dua sejoli itupun berkumpul kembali menyatu, lalu hilang lenyap.