SPAANSCHE GRIEP : Amuk Flu Spanyol di Bumi Magelang pada 1918 - 1919 (akhir)
“Pada suatu sore, sekitar pukul empat, tetangga kami meninggal dunia. Langsung disembahyangi dan disiapkan supaya esok hari bisa dikubur sekitar pukul 6 pagi. Kalau lebih lambat bisa keduluan penguburan orang lain, dan bisa tunggu sampai sore, bahkan ada yang sampai pukul 10 malam. Demikian banyak orang yang meninggal pada saat tersebut.. “
Catatan yang dituliskan R. Slamet Iman Santoso tersebut menggambarkan betapa banyaknya korban meninggal dunia akibat Flu Spanyol dan betapa sibuk serta paniknya masyarakat akbiat wabah yang menyerang itu. Menurut surat kabar De Preanger Bode yang terbit pada 2 Februari 1921, wabah flu di Magelang masih terus terjadi dan merenggut banyak korban jiwa. Hingga bulan Maret tahun itu, wabah Flu Spanyol masih terus merebak dibeberapa tempat.
“Pada suatu sore, sekitar pukul empat, tetangga kami meninggal dunia. Langsung disembahyangi dan disiapkan supaya esok hari bisa dikubur sekitar pukul 6 pagi. Kalau lebih lambat bisa keduluan penguburan orang lain, dan bisa tunggu sampai sore, bahkan ada yang sampai pukul 10 malam. Demikian banyak orang yang meninggal pada saat tersebut.. “
Catatan yang dituliskan R. Slamet Iman Santoso tersebut menggambarkan betapa banyaknya korban meninggal dunia akibat Flu Spanyol dan betapa sibuk serta paniknya masyarakat akbiat wabah yang menyerang itu. Menurut surat kabar De Preanger Bode yang terbit pada 2 Februari 1921, wabah flu di Magelang masih terus terjadi dan merenggut banyak korban jiwa. Hingga bulan Maret tahun itu, wabah Flu Spanyol masih terus merebak dibeberapa tempat.
Pemerintah kolonial pun tak tinggal diam melihat masifnya dampak yang
diakibatkan oleh pandemi Spaanche Griep tersebut. Berbagai upaya untuk
menemukan obat penawar dan cara mujarab untuk menghentikan amukan wabah
influenza pun ditempuh.
Pada 1919, Laboratorium di Batavia berhasil menemukan obat yang mampu menyembuhkan pasien flu spanyol ini. Obat dalam bentuk tablet ini pertama kali diproduksi dengan jumlah 100 ribu butir tablet dan langsung dibagikan kepada masyarakat secara gratis. Pendistribusian obat flu ini berhasil menekan jumlah korban jiwa di Hindia Belanda.
Salah satu dokter militer yang bertugas di Magelang juga berjasa dalam menemukan cara - cara mengobati para pasien Flu Spanyol ini. Dokter tersebut bernama Jules Samuels, seorang warga suriname yang kebetulan sedang bertugas di Magelang. Hasil penelitian beliau selama beberapa saat serta metode penyembuhan beliau kemudian dipublikasikan secara masif diberbagai surat kabar baik di Hindia Belanda dan Suriname.
Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah kolonial selain memberikan layanan kesehatan dan pembagian obat gratis juga dengan cara penyebaran propaganda - propaganda kesehatan melalui media buku. Buku terbitan Balai Pustaka tahun 1920 dengan judul “Lelara Influenza” disebarkan dengan isi pesan - pesan kesehatan bagi masyarakat. Buku tersebut dibawakan dengan gaya narasi percakapan yang diperankan oleh tokoh Punokawan dimana tokoh pewayangan tersebut cukup populer di kalangan masyarakat Jawa.
Selain itu, Pada 20 Oktober 1920 peraturan perundang - undangan mengenai pemberantasan penyakit flu spanyol yang bisa diterapkan secara merata di Hindia Belanda diterbitkan dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie no. 723 tahun 1920.
Meskipun demikian, masyarakat Jawa pada umumnya juga turut berperan dalam memerangi pageblug ini. Obat - obatan tradisional berupa jamu berbahan temulawak serta upaya menjaga kesehatan diri dan lingkungan pada akhirnya mampu meredam amukan Flu Spanyol pada medio 1920an.
- Chandra Gusta Wisnuwardana -
Pada 1919, Laboratorium di Batavia berhasil menemukan obat yang mampu menyembuhkan pasien flu spanyol ini. Obat dalam bentuk tablet ini pertama kali diproduksi dengan jumlah 100 ribu butir tablet dan langsung dibagikan kepada masyarakat secara gratis. Pendistribusian obat flu ini berhasil menekan jumlah korban jiwa di Hindia Belanda.
Salah satu dokter militer yang bertugas di Magelang juga berjasa dalam menemukan cara - cara mengobati para pasien Flu Spanyol ini. Dokter tersebut bernama Jules Samuels, seorang warga suriname yang kebetulan sedang bertugas di Magelang. Hasil penelitian beliau selama beberapa saat serta metode penyembuhan beliau kemudian dipublikasikan secara masif diberbagai surat kabar baik di Hindia Belanda dan Suriname.
Upaya lain yang dilakukan oleh pemerintah kolonial selain memberikan layanan kesehatan dan pembagian obat gratis juga dengan cara penyebaran propaganda - propaganda kesehatan melalui media buku. Buku terbitan Balai Pustaka tahun 1920 dengan judul “Lelara Influenza” disebarkan dengan isi pesan - pesan kesehatan bagi masyarakat. Buku tersebut dibawakan dengan gaya narasi percakapan yang diperankan oleh tokoh Punokawan dimana tokoh pewayangan tersebut cukup populer di kalangan masyarakat Jawa.
Selain itu, Pada 20 Oktober 1920 peraturan perundang - undangan mengenai pemberantasan penyakit flu spanyol yang bisa diterapkan secara merata di Hindia Belanda diterbitkan dalam Staatsblad van Nederlandsch Indie no. 723 tahun 1920.
Meskipun demikian, masyarakat Jawa pada umumnya juga turut berperan dalam memerangi pageblug ini. Obat - obatan tradisional berupa jamu berbahan temulawak serta upaya menjaga kesehatan diri dan lingkungan pada akhirnya mampu meredam amukan Flu Spanyol pada medio 1920an.
- Chandra Gusta Wisnuwardana -
No comments:
Post a Comment