KEBO ANABRANG PAHLAWAN AGUNG PENYATUAN KEPULAUAN NUSANTARA YANG DILUPAKAN*
#Part2
------------------------------------------------------------------------
Oleh : Sofyan Mohammad**
------------------------------------------------------------------------
Melacak jejak bersatunya kepulauan Nusantara maka tidak bisa dilepaskan dengan sosok pahlawan agung yang bernama Kebo Anabrang. Tokoh ini tercatat sebagai salah satu tokoh penting dalam upaya penyatuan gugusan pulau Pulau di Nusantara pada periode awal.
Kebo Anabrang atau Lembu Anabrang atau disebut dengan nama Mahesa Anabrang adalah seorang tokoh yang legendaris sejak jaman Kerajaan Singhosari hingga Majapahit. Dalam beberapa catatan sejarah disebutkan Kebo Anabrang adalah kerabat Prabu Kertanegara, setidaknya menurut piagam jawa kuno dalam pahatan tempat arca Amoghapasa berangka tahun 1286 menyebutkan Mahesa Anabrang telah mengawal Mahamentri Adwaya Brahman yang merupakan kerabat Raja Kertanagara yang terdapat hubungan kekerabatan dekat dengan Putri Gayatri yang merupakan putri bungsu Kertanagara istri dari Raden Wijaya.
Dalam versi lain menyebutkan jika Kebo Anabrang juga masih berkerabat dengan Lembu Sora dan Ronggolawe. Kebo Anabrang disebut sebagai salah satu anak turun dari Ki Ageng Papringan dari Tuban yang memiliki anak bernama Ki Ageng Lanang Jaya yang memiliki dua orang putri yaitu Nyai Ageng Lanang Jaya menurunkan Ronggolawe dan Nyai Ageng Ngeso menurunkan Kebo Anabrang.
Semantara disisi lain disebutkan jika Lembu Sora adalah paman dari Ronggolawe. Kemudian oleh sejarawan lain menyebut jika usia antara Lembu Sora dengan Kebo Anabrang adalah sepantaran. Bertolak dari puzle tersebut patut diduga antara Kebo Anabrang sendiri dengan Lembu Sora dan Ronggolawe masih ada pertautan kekerabatan yang cukup dekat.
*Kebo Anabrang Sebagai Pimpinan Ekspedisi Pamalayu, Rintisan Bersatunya Nusantara*
Kebo Anabrang disebutkan sebagai salah satu pejabat penting di Kerajaan Singhosari pada era Prabu Kertanegara. Kerajaan Singhosari atau Tumapel adalah Kerajaan embrio Wangsa Rajasa yang didirikan oleh Ken Arok sebagai raja pertama dan Kertanegara sebagai raja terakhir selama rentang waktu 70 tahun dari tahun 1222 - 1292.
Kerajaan Singhosari telah dipimpin 4 raja yaitu Ken Arokda/ Sri Rajasa Bhatara Sang Amurwabhumi (1222–1227), Bathara Anusapati (1227–1248), Wisnuwardhana/ Sri Jayawisnuwarddhana Sang Mapanji Seminingrat Sri Sakala Kalana Kulama Dhumardana Kamaleksana (1248–1268) dan Kertanegara/ Maharajadhiraja Kertanagara Wikrama Dharmmottunggadewa (1268–1292).
Kertanegara sebagai raja terakhir namun sempat membawa masa kejayaan Singhosari. Dibawah pemerintahannya pada tahun 1275 Singhosari mengirim pasukan untuk menaklukkan Kerajaan Dharmasraya di Pulau Sumatra. Pengiriman pasukan ini terkenal dengan sebutan Ekspedisi Pamalayu.
Dalam Kidung Panji Wijayakrama disebutkan pemimpin ekspedisi Pamalayu adalah Mahisa Anabrang, yang artinya ialah kerbau yang menyeberang. Ekspedisi ini adalah implementasi dari visi untuk menyatukan kepulauan di Nusantara yang bertujuan untuk menjalin persatuan guna menghadang hegomoni cina daratan dan mongol yang sudah memiliki pengaruh kuat dikawasan Asia Tenggara.
Dikisahkan ketika berangkat ke Malayu, Kebo Anabrang usianya sekitar 25 tahun. Jasa besar dan kepahlawananya termuat dalam prasasati Kudadu dan Penangungan. Kebo Anabrang dianggap sebagai pahlawan besar Singhasari yang berhasil memimpin penaklukkan Malayu.
Menurut kitab Nagarakretagama menyebutkan Ekspedisi Pamalayu sebenarnya untuk menundukkan Melayu secara baik-baik. Namun, tujuan tersebut mengalami perubahan karena raja Swarnnabhumi ternyata melakukan perlawanan. Meskipun demikian, pasukan Singhasari tetap berhasil memperoleh kemenangan tanpa melalui operasi militer yang besar besaran.
Kawasan Melayu menjadi sasaran operasi militer Singhosari sebab Melayu sebelumnya yang berada di bawah kekuasaan Sriwijaya. Menurut Prasasti Tanyore pengaruh Sriwijaya menjadi redub karena adanya serangan dari pasukan Rajendra Chola dari Koromandel, India sekitar tahun 1025, dalam serangan tersebut berhasil menaklukan dan menawan raja dari Sriwijaya.
Sementara dalam dalam Prasasti Grahi tahun 1183 menyebutkan kawasan melayu bangkit dibawah kepemimpinan pimpinan Srimat Trailokyabhusana Mauli Warmadewa. Hal serupa juga termuat dalam Prasasti Kedukan Bukit tentang kemunculan Dharmasraya mengantikan peran Sriwijaya sebagai penguasa pulau Sumatra dan Semenanjung Malaya.
Kebo Anabrang selaku pimpinan ekspedisi pamalayu telah berhasil menjalankan tugasnya secara gemilang yang ditandai dengan pengiriman arca Amoghapasa dari Singhosari ke Melayu pada tahun 1286. Menurut Prasasti Padangroco menyebutkan bahwa arca Amoghapasa diberangkatkan dari Jawa menuju Sumatra dengan diiringgi 14 punggawa dan pejabat penting Singhosari di antaranya ialah Rakryan Mahamantri Dyah Adwayabrahma, Rakryan Sirikan Dyah Sugatabrahma, Payaman Hyang Dipangkaradasa dan Rakryan Demung Mpu Wira.
Dalam tempat pahatan Arca Amoghapasa menyebutkan bahwa arca tersebut adalah hadiah persahabatan dari Maharajadhiraja Kertanagara untuk Maharaja Tribhuwanaraja. Dari pencantuman gelar yang dipakai dapat dimaknai jika Singhosari telah menjadi atasan Dharmasraya. Hal ini diperkuat dengan fakta setelah menerima arca tersebut, Raja Melayu kemudian menghadiahkan dua putrinya, Dara Jingga dan Dara Petak, untuk dinikahkan dengan Prabu Kertanagara di Singhosari.
*Kembalinya Kebo Anabrang Ke Pulau Jawa*
Setelah 19 tahun menjalankan misi ekspedisi Pamalayu dan berhasil secara gemilang selanjutnya Kebo Anabrang kembali ke Pulau Jawa. Dalam Kitab Pararaton menyebutkan bahwa dua putri Dara Petak dan Dara Jingga, ikut ke Jawa bersama rombongan Kebo Anabrang dari Dharmasraya. Rencananya, dua putri ini akan dinikahkan dengan Raja Kertanegara.
Akan tetapi sesampainya di Jawa pada tahun 1292, Raja Kertanegara telah tewas akibat pemberontakan yang dilakukan oleh Jayakatwang, Adipati Gelang-Gelang (Madiun). Kerajaan Singhosari pun telah runtuh dan kekuasaan digeser ke Kediri. Prabu Jayakatwang menjadi raja Kediri dan hanya seumuran jagung (1292-1293) sebab saat itu kraton Kediri tidak lama diserbu oleh gabungan tentara tar tar mongol dengan pasukan Raden Wijaya. Dalam penyerangan itu mampu membuat Jayakatwang menyerah sebagai tanda keruntuhan Kerajaan Kediri.
Kedatangan pasukan mongol yang berlabuh di dermaga Tuban pada awalnya akan menghukum Prabu Kertanegara Singosari yang dianggap melecehkan duta Mongol yang datang ke Singosari yang justru dipotong kupingnya. Atas insiden tersebut raja mongol murka beberapa tahun berikutnya mengirim ribuan pasukan untuk menundukan Singhosari namun mereka tidak tahu perkembangan jika Prabu Kertanegara sudah tewas oleh Jayakatwang.
Situasi tersebut dimanfaatkan secara cerdik oleh Raden Wijaya yang notabene nya adalah menantu Prabu Kertanegara sendiri. Pasukan Mongol justru diajak bersama sama menggempur pasukan Jayakatwang.
Setelah berhasil dimanfaatkan menundukan kediri tenyata tentara mongol selanjutnya dapat diusir untuk kembali pulang di negeri asalnya setelah itu Raden Wijaya bersama sama para bala setianya seperti Lembu Sora, Ronggolawe, Arya Wiraraja, Nambi, Wirotawirogati dll mendirikan Kerajaan Majapahit yang berpusat di hutan tarik yang telah dibabat. Saat ini lokasi ibu kota raja Majapahit diperkirakan di Trowulan, Mojokerto, Jawa Timur.
Terkait dengan Dara Petak tercatat telah dinikahi oleh Raden Wijaya yang kemudian melahirkan anak bernama Jayanagara yang pada akhirnya menjadi Raja Majapahit ke-2 setelah Raden Wijaya. Sedangkan Dara Jingga kakak kandung Dara Petak ini disebut sebut telah dinikahi oleh Kebo Anabrang selaku pemimpin rombongan Singasari di Ekspedisi Pamalayu.
Setelah 19 tahun bermukim di Melayu kemudian Kebo Anabrang kembali ke Jawa dan mendapati Kerajaan Singhosari telah runtuh dan Prabu Kertanegara sudah tewas. Pada saat itu Kerajaan Majapahit sudah berdiri sehingga Kebo Anabrang bergabung sebagai punggawa di Majapahit.
Dikisahkan ketika kembali ke tanah Jawa, Kebo Anabrang membawa armada besar yang berisi para pejuang yang gagah dan berpengalaman sehingga Kebo Anabrang oleh Raden Wijaya diangkat sebagai punggawa Pasangguhan dalam bidang armada maritim, hal ini merupakan bentuk penghargaan kepada pahlawan agung Singhasari.
Perjalanan Mahesa Anabrang dalam kancah politik Majapahit sendiri terbilang cukup panjang yang tercatat menjadi kawah candradimuka dalam penyusunan pasukan maritim Majapahit. Segala pengalamanya dalam ekspedisi pamalayu telah menjadikan Kebo Anabrang sangat disegani oleh para punggawa Majapahit lainnya. Segala pengetahuan dan rintisannya tentang armada maritim dan gagasan penyatuan Nusantara telah dijadikan dasar rujukan bagi pasukan Mahapatih Gajah Mada pada periode berikutnya untuk menaklukan wilayah Nusantara.
Kecintaanya pada negeri yang kuat dengan semangat untuk mempersatukan wilayah Nusantara adalah pilihan hidup Kebo Anabrang. Sehingga hatinya menjadi sedih ketika ada pemberontakan yang mengancam persatuan dan kesatuan negeri Majapahit.
Sikap mbalelo Ronggolawe Tuban yang dimaknai sebagai pemberontakan yang dipandang dapat mengancam integrasi negeri Majapahit yang baru seumuran jagung membuat Kebo Anabrang menjadi sedih. Raden Wijaya melihat kegelisahan Kebo Anabrang karenanya dengan mempertimbangkan segala pengalaman dan kesenioranya, selanjutnya Kebo Anabrang ditunjuk sebagai pimpinan pasukan Majapahit untuk menghukum Ronggolawe.
*Gugurnya Pahlawan Agung Kebo Anabrang*
Atas perintah Raden Wijaya bersama sama dengan Lembu Sora dan Nambi, Kebo Anabrang memimpin sekitar 10 ribu pasukan menuju Tuban. Pada saat itu dikisahkan Kebo Anabrang memimpin pasukan yang sudah dihadang oleh pasukan Ronggolawe di Sungai Tambak Beras.
Pertempuran diantara dua pasukan terjadi di bibir sungai Tambak Beras. Pada suatu kesempatan Kebo Anabrang harus berhadapan dengan Ronggolawe. Meski diketahui keduanya masih terikat kekerabatan yang dekat. Demikian disadari jika Ronggolawe juga merupakan salah satu pahlawan bagi berdirinya Majapahit namun karena menyangkut prinsip masing masing. Kebo Anabrang sebagai punggawa Majapahit memiliki prinsip untuk mewujudkan mimpi penyatuan Nusantara sehingga tidak rela jika ada pihak yang mengancam disintegrasi Majapahit.
Sementara Ronggolawe punya prinsip untuk menuntut keadilan terkait pembagian jabatan Majapahit yang dianggap tidak adil yang ditunjukan dengan pilihan sikap sebagai bentuk protesnya. Disisi lain situasi saat itu dimanfaatkan oleh politisi busuk semacam Dyah Halayudha yang ingin mencari kesempatan dengan mengambil keuntungan pribadinya dengan cara politik adu domba.
Karena hal tersebut antara Kebo Anabarang dengan Ronggolawe harus berhadapan hadapan dalam duel maut yang terjadi diantara derasnya aliran sungai Brantas. Dikisahkan dalam duel tersebut Kebo Anabrang kehilangan kudanya karena tertikam oleh Rangga Lawe, namun Kebo Anabrang berhasil meloloskan diri dari serangan Rangga Lawe.
Diriwayatkan pada saat itu Kebo Anabrang setelah mendapatkan kuda pengganti langsung melakukan rendam badan bersama kuda barunya tersebut agar badannya merasa sehat segar kembali. Ranggalawe melihat Kebo Anabrang dan dengan segera cepat menyerang, namun Kebo Anabrang berhasil menghindar dengan menceburkan badannya ke dalam air.
Ronggolawe menyusul dengan melakukan tendangan dan pukulan yang diikuti dengan sabetan Senjata. Kebo Anabrang yang sudah lebih berpengalaman dalam pertempuran di medan air dengan cepat dapat menangkis dan menyerang balik Ronggolawe. Pergumulan keduanya berlangsung sengit diantara gemericik aliran sungai.
Dalam suatu kesempatan yang tepat Kebo Anabrang berhasil memiting Ronggolawe. Kepala dan tengkuk Ronggolawe berhasil dibenamkan di dalam air yang membuat Ronggolawe tidak bisa bernafas. Dalam duel tersebut akhirnya Ronggolawe tewas ditangan Kebo Anabrang.
Dalam pertarungan satu lawan satu antara Kebo Anabrang dengan Ronggolawe tersebut disaksikan langsung oleh Lembu Sora. Lembu Sora mengalami situasi yang sangat dilema sebab kedua duanya adalah kerabatnya terlebih Ronggolawe adalah keponakan yang sangat dicintai. Namun pada sisi lain pertarungan tersebut sama sama memperjuangkan prinsip.
Prinsip dari masing masing pihak tersebut sangat dipahami dan dimaklumi oleh Lembu Sora. Pada saat itu Lembu Sora berposisi berpihak pada kepentingan Majapahit yang juga sepihak dengan Kebo Anabrang namun bagaimanapun Ronggolawe adalah keponakan yang bersamanya ikut berjuang dalam mendirikan Majapahit.
Melihat Ronggolawe megap megap blingsatan sekarat tidak bisa bernafas karena kepalanya dibenamkan didalam air oleh Kebo Anabrang. Lembu Sora kalut tidak bisa mengendalikan diri, dengan spontan tanpa berfikir panjang. Dengan memegang senjata berlari cepat sambil menikam Kebo Anabrang dari arah belakang.
Kebo Anabrang langsung roboh bersimbah darah jasadnya mengapung si aliran sungai berdampingan dengan jasad Ronggolawe. Sehingga pada saat itu dua Ksatria besar telah gugur dengan mempertahankan sikap dan pilihanya. Darah dua Ksatria telah menggenangi aliran sungai Tambak Beras yang mengalir redam larut hingga sampai ke laut Jawa.
Atas kejadian tersebut membuat Lembu Sora menjadi menyesal dan bersedih demikian seluruh punggawa dan prajurit Majapahit. Hingga peperangan berhenti dengan sendirinya karena melihat dua orang Ksatria pimpinanya masing masing telah gugur.
Dikisahkan Raden Wijaya juga sangat menyesali insiden tersebut hingga sebagai penghormatan atas jasa jasa kedua Ksatria tersebut jasad Kebo Anabrang dan Ronggolawe dikremasi secara bersama dalam ritual besar kenegaraan Majapahit dan abunya di ditabur di Laut Jawa agar menyatu dengan alam semesta ciptaan Tuhan Yang Maha Esa sebagaimana keduanya diciptakan.
*Kebo Anabrang Sebagai Salah Satu Pahlawan Penyatuan Nusantara*
Dalam babak berikutnya dikisahkan Kerajaan Majapahit menjelma menjadi Kerajaan terbesar di Nusantara. Gagasan besar Prabu Kertanegara dan rintisan yang sudah dilakukan Kebo Anabrang menyatukan gugusan pulau di Nusantara berhasil dengan sempurna dilakukan oleh Majapahit.
Kerajaan Majapahit atau Wilwatikta pada diera Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi (1328-1350) telah memulai rintisan penyatuan Nusantara tepatnya pada tahun 1331 Patih Gajah Mada mengucapkan ikrar Sumpah Palapa.
Sumpah Palapa sendiri merupakan janji yang diucapkan oleh Gajah Mada ketika diangkat menjadi patih Kerajaan Majapahit. Sumpah Palapa berisi janji bahwa beliau tidak akan menikmati palapa atau sejenis rempah-rempah (yang dapat diartikan pula sebagai kenikmatan duniawi) apabila belum berhasil menaklukkan Nusantara.
Setelah Ratu Tribhuwana Wijayatunggadewi digantikan putranya yaitu Prabu Hayam Wuruk menjadi Raja Majapahit (1350 - 1389) dan ketika Gajah Mada diangkat pula menjadi Mahapatih maka eksekusi Sumpah Palapa benar benar dilakukan. Secara gemilang Mahapatih Gajah Mada setidaknya mampu menaklukan 30 wilayah baru yang menjadi wilayah kekuasaan Majapahit diantaranya adalah Bedahulu (Bali), Lombok, Palembang, Swarnabhumi (melayu), Tamiang, Samudera Pasai, Pulau Bintan, Tumasik (Singapura), Semenanjung Malaya, Kapuas, Katingan, Sampit, hingga sebagian Kepulauan filiphina dan lain-lain.
Eksekusi penyatuan gugusan kepulauan Nusantara yang dilakukan Mahapatih Gajah Mada faktanya tidak terlepas dari rintisan proses yang sudah dilakukan oleh Kebo Anabrang selaku pemimpin ekspedisi Pamalayu pada era kerajaan Singhosari.
Demikian pada saat ini kita hidup di Negara Kesatuan Republik Indonesia yang merupakan negara kepulauan besar yang diapit oleh dua benua dan dua samudera. Negara ini dihuni oleh jutaan penduduk yang cukup heterogen.
Indonesia merupakan negara kepulauan terbesar di dunia. Terbentang dari Sabang sampai Merauke yang terbentang dengan memiliki 17.499 gugusan pulau besar dan kecil dengan luas wilayah sekitar 7,81 juta kilometer persegi (km2). Dari total luas wilayah Indonesia tersebut, 3,25 juta km2 merupakan lautan dan 2,55 juta km2 adalah Zona Ekonomi Eksklusif. Hanya sekitar 2,01 juta km2 yang berupa daratan.
Berdirinya NKRI ditandai dengan proklamasi kemerdekaan yang naskahnya dibacakan oleh Ir. Soekarno pada tanggal 17 Agustus 1945. Tidak mudah untuk memproklamirkan berdirinya NKRI tersebut.
Terdapat serangkaian peristiwa luar biasa yang melatarbelakangi terjadinya proklamasi tersebut.
Bersatunya wilayah NKRI ini dalam sejarahnya tentu tidak terlepas dari jejak sejarah tentang rintisan proses yang jauh sebelumnya telah dilakukan oleh tokoh yang bernama Kebo Anabrang selaku pimpinan ekspedisi pamalayu.
*Kebo Anabrang Teladan Patriot Yang Sangat Cinta Tanah Air*
Dalam Buku Seri Pustaka Wayang 9 yaitu Tripama watak satria dan sastra jendera disebutkan sebagai watak luhur yang perlu diteladani dan merupakan ajaran suci atau ilmu luhung yang berdasarkan ajaran Ketuhanan Yang Maha Esa. Ajaran ini merupakan rahasia agama yang dapat menyelematkan umat dan dunia semesta.
Kisah hidup Kebo Anabrang adalah salah satu kisah nyata tentang Tripama watak satria dan sastra jendera sehingga pantas sekali untuk dikenang sebagai seorang Pahlawan Agung yang pantas untuk diteladani.
Kisah hidup Kebo Anabrang dalam istimbat kisah pewayangan dapat disetarakan dengan sosok Bambang Sumantri. Dalam Salah satu cerita wayang pada lakon Bambang Sumantri yang tertulis pada Serat Tripama karangan Mangkunegara IV, yang bersedia mati untuk membela negaranya (Negara Maespati). Hal tersebut merupakan salah satu sisi kepahlawanan dari seorang tokoh wayang Bambang Sumantri. Bambang Sumantri setelah menjadi patih disebut “Patih Suwanda” adalah Patih dari Raja Harjunasasrabahu dari negara Maespati pada era sebelum Sri Rama tokoh dalam kisah Ramayana.
Wayang sebagai warisan khususnya bagi masyarakat Jawa memiliki falsafah hidup yang kompleks dan bernilai adi luhung. Sehingga bisa dikatakan sebagai ilmu pengetahuan hidup.
Sebagaimana telah diurai diatas tentang sosok Kebo Anabrang yang dipandang dalam hidupnya sangat mencintai tanah airnya. Sepanjang hidupnya diabdikan untuk memperjuangkan bersatunya kepulauan Nusantara. Hingga gugur sebagai seorang pahlawan karena mempertahankan kedaulatan negeri yang dicintainya.
Kisah hidup Kebo Anabrang yang herois pantas menjadi teladan bagi kita yang hidup pada era ini. Dalam kajian Agama Islam mengajarkan bahwa cinta kepada tanah air adalah bagian dari iman. Sehingga mencintai bangsa Indonesia adalah bagian dari iman.
Dengan demikian siapa saja yang mengkhianati Tanah Air Indonesia berarti telah kehilngan imannya, minimal sebagian besar imannya telah rapuh, Na’udzullah min ndalliq.
Bekaca dari kisah hidup Kebo Anabrang yang sangat mencintai tanah airnya maka sangat relevan dalam ajaran Islam. Ada tagline semacam hizib yang berbunyi Hubbul Wathan Minal Iman (Mencintai Tanah Air adalah sebagain dari Iman.
Sehingga menjaga persatuan dan kesatuan bangsa hukumnya adalah wajib bagi Umat Islam. Sebagaimana yang dicontohkan Nabi Muhammad SAW, yaitu memupuk persaudaraan dan persatuan di kalangan Muhajirin, antara kalangan Muhajirin dan Ansor, serta mengakomodasi kepentingan umat Islam, umat Yahudi, dan orang-orang Musyrik.
Mencintai tanah air merupakan ajaran Rasulullah Muhammad SAW karena tanah air merupakan sarana primer untuk melaksanakan perintah agama. Tanpa tanah air, seseorang akan menjadi tunawisma. Tanpa tanah air, agama seseorang kurang sempurna, dan tanpa tanah air, seseorang akan menjadi terhina.
Dengan meneladani kisah hidup Kebo Anabrang maka seyogyanya kita semua selaku warga negara Indonesia dapat memiliki kesadaran untuk mengisi kemerdekaan dengan arif, ikhlas dan sungguh-sungguh sebagai implementasi cinta terhadap tanah air.
Dengan meneladani kisah hidup Kebo Anabrang semoga kita semua dapat menjalani kehidupan yang jauh lebih baik untuk dapat bertindak sebagai warga negara yang baik dan taat hukum sebagai salah satu instrumen kecil terjagannya Negara Kesatuan Republik Indonesia.
Semoga segala perjuangan dan prestasi Kebo Anabrang tercatat sebagai wasilah amal kebaikan yang tiada terputus sampai akhir zaman.
Kebo Anabrang adalah Cermin - Nya
Semoga bermanfaat
Lahul Fatihah
Wallahu a’lam bish-shawabi (والله أعلمُ بالـصـواب)
Dan Allah Mahatahu yang benar atau yang sebenarnya”
----------------------------------------------------------------------------------
Tulisan ini diramu dari telaah dengan buku sejarah sebagai referensi bacaan yaitu :
1. Agung Kriswanto, Pararton Terjemahan dan Alih Bahasa. Publiser. 2009.
2. Mangkudimedja, R.M, Serat Pararaton, Jilid 2, Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Proyek Penerbitan Buku Sastra Indonesia dan Daerah. Jakarta. 1979.
3. Muljana, Slamet, Runtuhnya Kerajaan Hindu-Jawa dan Timbulnya Negara-negara Islam di Nusantara, LKiS. Yogyakarta. 1995.
4. Poesponegoro & Notosusanto (ed.). Sejarah Nasional Indonesia Jilid II. Balai Pustaka. Jakarta. 1990
5. Sujiwo Tedjo, Serat Tripama: Gugur Cinta Di Maespati, First published, 2016
6. Wikipedia.
----------------------------------------------------------------------------------
Penulis adalah pemerhati kisah masa lalu sehari hari berternak 3 ekor kambing di desa.
No comments:
Post a Comment