LEGENDA MAGELANG :
PUAH
Dalam rentang waktu tahun 1960 hingga tahun 1980 an, setiap warga
magelang pasti mengenal sosok seorang wanita yang dianggap orang gila dan selalu
hilir mudik di wilayah Kota Magelang, utamanya di seputaran Pasar Gedhe
Rejowinangun, dengan membawa batu di tangannya, namanya Puah.
Berdasarkan penuturan saksi hidup yang pernah berjumpa dengan Puah, Puah
adalah seorang wanita yang memiliki postur tubuh yang tinggi, berperawakan
besar, berambut panjang dan berkulit hitam. Pada awalnya, dalam kesehariannya
Puah dalam berpakaian menggunakan rok dan berambut panjang, kemudian rambutnya
digundul dan suka memakai hem. Namun ada informasi yang mengatakan bahwa
pakaian sehari-hari cuma memakai kemben, seperti yang digunakan pengantin putri
model basahan. Perilaku Puah setiap pagi rajin mandi di Kali Manggis, tepatnya
di Pabrik Es dekat Pasar Gedhe Rejowinangun.
Saksi hidup juga menuturkan bahwa Puah berasal dari Keluarga Berada dan
suka minta uang pada orang yang dianggap mampu/kaya. Sebagai seorang yang
dianggap tidak genap nalar pikirnya (orang gila/orang tidak waras/orang tidak
genep), ketika menjalankan aktifitasnya meminta uang kepada para pengguna jalan
di seputaran Pasar Gedhe Rejowinangun, Puah selalu membawa batu di genggaman
tangannya. Hal ini membuat takut kepada orang yang sedang berpapasan dengannya,
lebih-lebih mereka yang membawa kendaraan berupa mobil akan segera memberi uang
agar Puah segera menyingkir dan berlalu dari sekitar mobilnya. Mereka takut
mobilnya akan digores batu oleh Puah apabila tidak memberi sesuatu, baik itu
uang ataupun makanan.
Diinformasikan bahwa Puah bertempat tinggal di Kampung Karang Kidul,
namun dalam kesehariannya, Puah biasa mangkal di emperan Bioskop Ampera Jalan
Tidar (sekarang menjadi Bank CIMB Niaga). Meskipun dianggap orang gila, Puah
memiliki perilaku yang istimewa. Meskipun Puah dianggap “wong sing ora genep”
tapi sering menolong orang gila lain yang sedang kelaparan, dengan cara
memberikan makanan yang diminta oleh Puah dari Pedagang di seputaran Pasar
Gedhe Rejowinangun. Bila Puah menemukan orang gila yang jorok dan dekil, Puah
akan memandikan orang gila tersebut di Kali Manggis (Pabrik Es) dekat Pasar
Rejowinangun. Dalam memandikan anak-anak gelandangan di Kali Manggis,
menggunakan sabun cuci batangan yang terkenal waktu itu yaitu sabun cuci
batangan “Cap Angsa”. Waktu memandikan, Puah tidak peduli anak-anak yang
dimandikan menangis karena matanya pedas terkena busa sabun batangan, yang
penting anak-anak itu bersih.
Ada saksi hidup yang menceritakan bahwa pada tahun 1966 saat berada di
Ngarakan (Jalan Daha sekarang) ketemu sama Puah yang lagi meminta jeruk di Toko
Mas Tandu. Saksi ini sedang bersama neneknya lewat di depan Toko Mas Tandu,
tanpa sepengetahuan mereka, Puah mendekati Saksi dan Puah memberikan jeruk
keprok yang baru saja diberi oleh pemilik Toko Mas Tandu. Saksi menyatakan
bahwa perilaku Puah dilandasi oleh pemikiran bahwa Puah mengira dia adalah
anaknya.
Nama Puah menjadi bahan ejekan untuk menakut-nakuti anak kecil apabila
anak tersebut tidak menurut ajakan orang tua. Waktu masih sekolah SD tahun 1980
an, nama Puah masih sering disebut untuk menakut-nakuti dan mengejek teman main
(nggo poyokan). Dan satu hal yang menarik, permainan Hompimpah pada tahun
1970-an, nama Puah disebut-sebut dalam permainan tersebut :
“Hompimpah Wolak-Walik Tahu Mentah,
Kodok Ijo Mlebu Tampah,
Bocah Gundul Anake Puah”
Nama lain yang terkenal karena sering disebut-sebut orang Magelang dan
sejaman dengan Puah, antara lain :
-Sampo (Njuritan),
-Mbok Kotik (nama Mbok Kotik sering disebut-sebut untuk menakut-nakuti
anak kecil yang kemproh (kotor tubuhnya))
-Buthok (selalu membawa tempat makan dari kaleng dan segala macam barang
dilekatkan pada tubuhnya),
-Mbok Min dan Itus (Ngentak),
-Sakdiyah (seorang wanita keturunan arab pada tahun 1980 hingga awal 1990 an sering mondar-mandir di
jalan raya depan Masjid Jami’ Kauman Kota Magelang setiap ada pengajian paingan
dan selalu memakai jarit dan kebaya yang berkilauan),
-Mbok Ali Munying (Pasar Kebonpolo) (Mbok Ali Munying meskipun dianggap
orang gila tetap merasa risih pada lalat, ia selalu membawa gepyok untuk
mengusir lalat yang hinggap di tubuhnya)
-Mbah Ndaik (RSJ Kramat)
-Mbok Selim dan Mbah Sioe (Mbok Selim tinggalnya di belakang GKJ
Bayeman. Mbok Selim sangat tersinggung dan marah jika dipanggil Mbok Selim,
mintanya dipanggil “Ndara Kartini.
-Mbah Sioe (Mbah Sioe senang mengumpulkan sambah ke kamar rumahnya.
Rumahnya di sebelah Boog (Bengung) Kemirikerep.
-Kemi (Giriloyo)
-Miyem dan Mbah Bero (Karangkidul)
Sumber Narasi/Foto : Grup Facebook Kota Toea Magelang/Denmaz Didotte
No comments:
Post a Comment