19 May 2018

Denmaz Didotte - MENELUSURI JEJAK PEMBANGUNAN SALURAN IRIGASI MANGGIS (BAGIAN KEDUA)


Proyek pembangunan kota Magelang yang memakan waktu dan biaya paling besar adalah proyek saluran irigasi Manggis. Lebih dari dua ratus
tahun waktu yang diperlukan dan biaya yang sangat besar.
Saluran irigasi tertua yang ada di distrik Magelang adalah saluran irigasi Soemberan. Saluruan ini dibuat oleh masyarakat sekitar tahun 1780. Sebelumnya, sekitar tahun 1770 masyarakat juga pernah menggali
saluran irigasi yang mendapat pasokan air dari kali Elo yang dibendung dengan tumpukan batu di desa Goenoeng Saren (belakang Kwaluhan) tetapi saluran ini kemudian rusak dan tidak pernah ada ceritanya lagi.
Saluran irigasi Soemberan mendapat pasokan air dari bendungan seder-hana di desa Soember (sebelah timur pertigaan Secang). Namun nasib saluran irigasi ini juga sama, rusak dan tidak terawat. Ketika Kedoe diserahkan kepada bangsa Inggris (1810-1813), dan menetapkan
Magelang sebagai ibukota Kedoe (1810), saluran irigasi ini diperbaiki dan mungkin juga diperpanjang sampai ke sisi barat gunung Tidar.
Dalam peta Karesidenan Kedoe tahun 1855, tampak saluran irigasi
Soemberan membentang dari Secang sampai ke sisi barat gunung Tidar. Peta itu juga menggambarkan bahwa saluran irigasi Soemberan adalah satu-satunya saluran irigasi yang melewati ibukota Magelang. Saluran Soemberan itu (mulai dari Menowo sampai nJagoan, sekarang menjadi KOTTA LEIDING.
Ketika berlangsung perang Diponegoro, saluran irigasi ini benar-benar hancur dan tidak terawat. Tahun 1827 ibukota Magelang nyaris tanpa air. Tahun 1828 saluran ini diperbaiki oleh penduduk dan dijaga agar tidak dihancurkan lagi. Tahun 1831, ketika perang Diponegoro sudah usai, masyarakat berencana memperbaiki dan meningkatkan bendungan serta saluran ini dengan meminta bantuan kepada pemerintah Hindia Belanda. Setelah diadakan pengkajian dan penelitian, diputuskan bahwa bendung-an sebagai pemasok air akan dibangun baru di desa Gonoeng Saren. Tahun 1848 bendungan ini mulai dibangun, tetapi kemudian di hentikan. Pemerintah kekurangan dana dan proyek berhenti lama sehingga tanah di sekitar calon bendungan yang sudah digali longsor. Akhirnya rencana membangun bendungan di Goenoeng Saren benar-benar dihentikan. Untuk sementara bendungan Soemberan diperbaiki. Bendungan (Stuwdan) dan Pintu Air (SLUISJE) di Soemberan dibangun permanen pada tahun 1906 dan sekarang dikenal oleh masyarakat sekitar sebagi BENDUNG SELIS (Sluisje = Pintu Air).
Setelah melalui pengkajian, pada tahun 1856 pemerintah Hindia Belanda memutuskan untuk membangun bendungan (Stuwdam) dan Pintu Air
(Sluisje) di desa Manggis untuk memasok saluran air Soemberan. Dari
bendungan Manggis, digali kanal baru yang terhubung dengan saluran
Soemberan di Pucangsari. Proyek ini berjalan hingga tahun 1870. Peme-rintah Hindia Belanda merencanakan, dengan membangun bendungan
Manggis, maka akan dapat dicetak sawah baru seluas 800 bahu si sisi
selatan Magelang.
Para insinyur bangunan air yang menangani pembangunan bendung Manggis dari awal sudah pesimis dengan rencana pemerintah Hindia Belanda itu. Volume air dari bendungan ini tidak tidak akan mencukupi untuk mencetak sawah-sawah baru di selatan Magelang. Selain itu saluran Soemberan juga terlalu sempit untuk dilewati air dalam volume besar. Para insinyur itu juga mengusulkan agar kali Progo juga dibendung dan saluran diperlebar. Usulan membendung kali Progo ditolak, dengan alasan saluran itu akan menyeberangi banyak sungai dan kontur tanahnya naik turun sehingga akan memakan biaya yang sangat besar.
Perkiraan para insinyur itu tidak meleset. Rencana mencetak sawah baru seluas 600 bahu di selatan Magelang tidak bisa diwujudkan. Oleh sebab itu, rencana membendung kali Progo disetujui. Mereka juga merencanakan membuat kanal sekunder yang bersumber dari pasokan air kali Elo dan kali Progo agar bisa mencetak sawah baru seluas 1000 bahu di sisi selatan ibukota Magelang.
Tahun 1873 proyek saluran kali Progo dimulai. Pekerjaan itu sangat berat dan memakan biaya besar karena saluran setidaknya akan melewati empat buah kali yang cukup besar dan dalam, sehingga harus dibangun talang air. Aquaduct atau talang air itu akhirnya dibangun di atas kali Delok, kali Moeroeng, kali Kedoeng Boeloes dan kali Galeh.
Pada tahun 1879, saluran dari bendung Badran di kali Progo telah terhubung dengan saluran Soemberan. Dengan demikian, saluran Soemberan mendapat pasokan air dari kali Elo dan kali Progo. Namun demikian, ben-dungan (stuwdam) di Badran beberapa kali bermasalah dan rusak. Tahun 1882 bendungan itu akan dibangun baru, tetapi gagal karena masalah teknis yang meragukan. Baru pada tahun 1887, bendung badran dan pintu air (Sluisje)nya dibangun permanen dan bertahan hingga hari ini.
Setelah ada perintah dari Gebernur Jenderal Hindia Belanda agar tentara infantrie yang ada di daerah pesisir dipindahkan ke pedalaman. Magelang ditetapkan sebagai Maskas Pusat Distrik Militer II. Maka pada tahun 1874 pemerintah Belanda membeli tanah di Magelang dari penduduk yang cukup untuk 50 buah gedung untuk tangsi militer. Pada tahun1880, tangsi militer yang besar di Magelang itu dibangun (sekarang RINDAM). Pasokan air untuk memenuhi kebutuhan minum, mandi dan sanitasi di tangsi milter Magelang itu diambil dari saluran Soemberan yang sudah terkoneksi dengan saluran dari kali Elo (Manggis) dan saluran dari kali Progo (Bendung Badran). Kanal baru digali dari desa Bodjong di Menowo ke arah tangsi, dan sebelum sampai ke Pontjol, saluran ini dibalikan arah melalui pinggir jalan raya (Ahmad Yani - Sekarang) mengelilingi perumahan perwira. Untuk kebutuhan air minum, dibuatkan rumah filter dan penampungan air bersih yang berada disebelah barat jalan raya (mungkin tangki air yang ada di atas saluran Kotta Leiding di dekat plengkung).
Saluran baru yang melewati tangsi militer ini bukan semata untuk kebutuhan pasokan air di tangsi itu, tetapi sudah dalam rencana untuk memenuhi target mencetak sawah baru seluas 1000 bahu di sisi selatan Magelang. Mulai tahun 1883 saluran dari Tangsi Militer (Rindam) diteruskan ke selatan, melalui Pontjol, Gelangan, Samban dan terus ke selatan. Saluran yang melingkari perumahan perwira kemudian ditutup. Saluran Manggis yang paling akhir dikerjakan adalah saluran sekunder dari belakang pasar Redjowinangun ke arah Tidar Krajan.








Sumber informasi:
DE RESIDENTIE KADOE, NAAR DE UITKOMSTEN DER STATISTIEKE OPNAME EN ANDERE, OFFICIELE BESCHEIDEN BEWERKT DOOR DE AFDEELING STATISTIEK TER ALGEMEENE SECRETARIE 1871.
TIJDSCHRIFT VAN HET KONINKLIJK INSTITUUT VAN INGENIEURS AFDEELING NEDERLANDSCH INDIE 1880-1881
KOLONIAL VERSLAG VAN 1870 - 1912 (NED. Oost INDIE)
Sumber Foto: Doorzoek het Geheugen van Nederland, Leiden Universiteit Library.

Penulis : Denmaz Didotte, Bondan Eri Christianto, Tony Kusumahadi, Hamid Anwar, Eva Mentari Christoph, Pantja Laksana, edi purnomo, bagus priyana, agus setiyono,

Catatan Tambahan :

Air dari bendung Selis saat ini sudah tidak masuk ke kali Manggis tapi terpotong sekitar 1 km di sebelah utara Pucangsari

Saluran Soemberan pada peta 1930 sudah berbeda alurnya. Tapi mungkin posisi bendungannya masih tetap di Desa Soemberagung.
Semenjak Saluran Progo terkoneksi dengan salura dari Elo, keberadaan saluran Soemberan sudah ttidak digubris dan sudah tidak lagi terhubung dengan saluran Progo Elo. Tetapi pada 1897 bendung dan pintu air Soemberan dibangun baru lagi oleh pemerintah Hindia Belanda untuk irigasi wilayah Secang bersama saluran Soropadan. Nama desa Soember nampaknya berubah menjadi Sumber Agung dan nama Goenoeng Saren sekarang ini kayaknya sudah menghilang
Tentang Kyai Gejagan berarti kalau saya lihat peta,  saluran Sumberan apakah yang jadi cikal bakal saluran kalibening? atau saluran kuno yang lewat daerah Payaman. Sedangkan menurut cerita rakyat yang dituturkan oleh seorang warga  Dusn Bolang, Desa Bengkal, Kranggan Temanggung, saluran manggis ini adalah hasil dari jerih payah seorang kyai yang bernama Kyai Gejagan yang ditantang oleh Belanda untuk bisa mengalirkan air ke Kota Magelang. Konon katanya untuk membendung sungai Progo, sang kyai merajut rumput glinting . Jika berhasil, air itu akan dibeli oleh Belanda. Tetapi ternyata Belanda ingkar janji sehingga saluran tersebut hanya digunakan untuk pengairan pertanian dan perkebunan saja .Namun, hingga hari ini bukti bukti sejarah dari cerita rakyat ini belum bisa dibuktikan secara valid."

Saluran irigasi Soemberan juga dikenal sebagai saluran irigasi Payaman. Tetapi berbeda dengan Kali Bening.


Lukisan Stuers, François Vincent Henri Antoine tahun 1830-an yg dilukis diatas Gunung Tidar, memperlihatkan pemandangan persawahan yg luas di sebelah Timur Gunung Tidar. Kemungkinan Saluran Irigasi Sumberan juga sudah dialirkan ke sisi Timur Gunung Tidar pd awalnya - atau mungkin setelah dialirkan ke sisi Barat dulu baru kemudian dicabangkan ke sisi Timur. (Pada peta th 1855 hanya tampak aliran yg mengarah sisi Barat Gunung Tidar. Sumber Gambar : KITLV)
Kalau dari cuplikan buku Führer auf Java 1890 ini disebutkan lokasi sawah ada di Pajaman, Blambangan, Sedjang. Grabak, Sutjen. Sepertinya kebanyakan ada di sebelah utara Magelang, kecuali Sucen di Salam (?). Sedangkan letak ladang kacang, ketela, jagung, bungkil ada di Tonorogo, Pradjenan, Kledokan, Mendut. sebagian ada disisi selatan Magelang (?). Mungkinkah krn berhubungan dengan ketersediaan air untuk irigasi sehingga disisi selatan magelang ditanami tanaman yang tidak perlu banyak air.

Sisa2 Saluran Soemberan masih ada disepanjang jalan Gatot Subroto Magelang. Sekarang saluran ini sudah "mati". Mungkin, saluran Soemberan yg ada disebelah Timur Gunung Tidar sudah 'berubah' menjadi Saluran Manggis. 
" Sungai kecil yg membelah Kota Magelang" Di Peta Kaboepaten Magelang 1855, terdapat sungai kecil ("creek") yg membelah Kota Magelang mulai dari daerah sekitar Secang hingga sekitar Sekaran. Sayangnya, di Peta Kaboepaten Magelang 1855 tsb tidak mencantumkan "nama" sungainya. Namun demikian, "sisa" alur sungai kecil ini masih dapat kita lihat disepanjang Gedung A Yani - Lap Golf - Komplek Akmil.

Didaerah Payaman, terdapat 'persimpangan saluran' yg unik antara 'Saluran Soemberan' dan 'Saluran Proggo - Manggis'. Saluran Soemberan yg dulu kami katakan sebagai 'kali / saluran mistrius' ini... Ternyata saluran tersebut sudah berhulu di bendungan 'KALI ADJI'.

Bendungan Kali Adji itu bendung Soemberan. Masyarakat sekitar menyebut sebagai bendung SELIS
Sejarah irigasi kota magelang dahulu kala sudah sangat majunya teknologi yg diterapkan di kota magelang ini ...
Banyak saluran2 air yang bersumber dari kali elo dan kali progo menyuburkan tanah magelang. bahkan kalo kita runut kali elo ke bagian hulu maka akan kita dapati saluran2 air untuk irigasi.









Gambaran kondisi terakhir sistem irigasi dan sanitasi yang melewati kota Magelang singkatnya begini:
Pasokan air untuk irigasi itu berasal dari dua sungai, yaitu kali Elo (Bendungan Plered) dan Kali Progo (Bendung Badran). Kedua pasokan air itu bertemu di Bojong, Nggak tau nama daerah Bojong sudah berubah apa belum, yang jelas itu terletak di antara Kedung sari dengan Payaman, sisi timur jl Magelang Semarang.
Pasokan air yang sudah menjadi satu di Bojong itu kemudian dibagi menjadi dua di pintu air Menowo. Satu aliran berbelok ke kanan di dekat Tuguran, terus ke selatan lewat tengah kota dan melewati tiga Plengkung. Saluran ini yang dulu dikenal dengan nama Kotta Leiding.
Kata "Plengkung" sendiri sebetulnya agak membingungkan. Sebutan awal untuk plengkung itu adalah Aquaduct. Sebetulnya ada cukup banyak Aquaduct di Magelang. Tetapi mungkin karena Aquaduct yang tiga itu berada di atas jalan maka disebut plengkung..? Nggak jelas. Mungkin mergo trowongane mlengkung di atas jalan.
Saluran kedua dari pintu air Menowo adalah saluran yang melewat RIN dan seterusnya, yang saat ini dikenal dengan Kali Manggis. Saluran kali Manggis mempunya dua pintu kendali air untuk mengatasi overflow (banjir). Pintu kendali pertama ada di Poncol. Jika terjadi kelebihan pasokan air atau banjir, pintu kendali dibuka dan kelebihan air dialirkan ke kali dibawahnya. Oleh sebab itu kali untuk membuang air itu disebut kali Kendali. Ada yang menyebut kali Gedali..tapi mungkin itu salah ucap. Pintu kendali lain berada di Rejowinangun dan air limpahan dibuang ke arah Tidar Krajan..
Untuk Kali gedali ada juga yang menyebut kali kebo bermuara dikali elo. yang Karet, daerah karet itu dilewati kali gedali/kebo"

No comments:

Post a Comment